Bab 16: Teror

1.8K 40 1
                                    

Zia menatap ponselnya dengan resah. Ternyata benar, jadi cantik itu tidak enak. Banyak orang yang berambisi memiliknya hingga menempuh berbagai cara.

Kini, gadis itu tengah diteror seseorang yang sangat tergila-gila padanya. Bukan pengusaha, hanya seseorang bujang tua yang memikiki banyak harta. Kabarnya, dia royal terhadap semua gadis yang mau 'bermain' dengannya.

Kok gini banget, ya? tanya Zia pada dirinya sendiri.

Gadis itu tidak ada niatan untuk memamerkan kecantikan apalagi untuk menjerat laki-laki berduit. Ia hanya ingin menunjukkan kebolehannya merias.

Namun, begitulah hidup di mana semua orang mengagung-agungkan kemolekan rupa. Belum lagi yang memiliki harta pasti merasa bahwa dunia mudah sekali digenggamnya.

Zia merasa heran. Pasalnya, banyak sekali yang mengeluarkan banyak kocek demi mendapatkan pengakuan. Semakin hari, definisi 'cantik' kian tinggi standarnya.

Mengembuskan napas dengan berat, gadis yang mirip Jia Miss A itu putus asa karena tak ada jalan lain untuk menghindari teror.

Data pribadinya memang disembunyikan, tapi bukan berarti tidak bisa dilacak. Apalagi dengan kecanggihan teknologi sekarang.

Menggulir layar ponselnya, ia berencana mematikan data seluler. Karena gadis itu butuh kedamaian dari berbagai teror dan kejernihan pikiran untuk mencari solusi.

Sebelum jaringan benar-benar mati, Zia dikejutkan dengan sebuah pesan.

"Selamat malam, Kak. Atas kekaguman kami melihat foto-foto kakak, kami berencana ingin membuat kerja sama dengan kakak. Apakah kakak bersedia menjadi model iklan dari produk kami?'' tanya sebuah akun. Sepertinya itu akun sebuah perusahaan produk kecantikan.

Awalnya ragu, karena akun itu bukanlah sebuah fanspage dan hanya memiliki 4500 teman tanpa satu pengikut pun.

Bersikap profesional, Zia bertanya terlebih dahulu tentang produk apa yang akan ia promosikan.

''Krim pemutih, Kak.''

Zia tidak heran jika dirinya ditawari produk seperti itu karena kulitnya memang seputih dan semulus bintang iklan.

Pihak perusahaan itu mengirimkan foto produknya.

Mengerutkan dahi lagi, Zia tidak paham tulisan-tulisan di kemasan produk itu karena berbahasa Mandarin.

Gadis itu akhirnya menyetujui setelah berpikir selama seminggu.

Demi menjaga informasi pribadinya, Zia memilih menjemput paket ke kantor ekspedisi daripada paketnya diantar langsung.

Alamat terdekat susah diketik dan tinggal di kirim. Tiba-tiba ponselnya berbunyi.

Ada panggilan masuk dari orang yang sangat dicintainya.

***

R

ani terisak. Air matanya sungguh yak mampu ia bendung.

''Kakang kecewa sama Nok,'' kata pemuda di seberang sana yang tengah melakukan panggilan video memalui Skype.

Hanya tangisan yang mampu Rani ungkapkan. Andai saja ada seseorang yang bahunya bisa ia jadikan sandaran.

Masalahnya, ia tidak mau menambah beban sang ibu yang saat ini tidak ada di kamarnya. Belum lagi Mubin, satu-satunya sandaran yang dimilikinya kini memandangnya dengan penuh kecewa.

Raniway (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang