Bab 18: Key Light

1.6K 31 3
                                    

Dua tahun berlalu. Kini Rani—atas ajakan Arum—bekerja di sebuah pabrik di Brebes.

Gadis itu akhirnya bersedia tidak merantau setelah diskusi panjang dengan Mubin.

Saat jam istirahat, Arum mengamati gadis yang sudah ia anggap adik sendiri itu dengan dahi berkerut.

"Kamu kenapa, Dek?"

Gadis yang sedari tadi memandang makannanya dengan enggan, kini menatap Arum.

"Irul nikah, Mba." Suara Rani bergetar.

Gadis yang pernah diselingkuhi tunangannya itu menatap Rani lembut.

''Mungkin, kamu juga perlu menemukan tambatan hati baru, Dek.''

Tersenyum getir, Rani menimpali, ''Entahlah, Mba. Kayaknya aku udah mulai nggak percaya lagi yang namanya cinta.''

''Munkin karena kamu belum bertemu orang yang beneran tulus sama kamu, Dek.''

Senyum Rani kian miring.

''Semoga aja, Mbak. Semoga bukan maut yang menjemput duluan.''

Keduanya pun diam fokus pada hidangan masing-masing.

Kamu tidak mau membagi masalah ke aku karena kamu kasihan padaku atau kamu tidak percaya aku mampu, Rul? Rani mengembuskan napas. Semoga kamu hanya kasihan.

Untuk pertama kalinya, Rani berharap
dikasihani. Menurutnya, tidak dipercaya mampu menerima dan berjuang bersama Irul itu jauh lebih menyakitkan. Sementara jika pemuda itu kasihan padanya adalah bentuk dari perasaan tak tega.

Padahal, jangankan kasihan, tahu masalah Rani pun tidak. Pemuda itu sudah terlanjur terpaut hatinya kepada Yuni.

''Bagaimana dengan Mba?'' tanya Rani.

Dahi Arum berkerut.

''Bukannya Mba pernah bilang kalau tunangan Mba selingkuh?''

Arum mengangguk.

''Allah mengambil sesuatu dan akan menggantinya dengan yang lebih baik lagi, Dek.''

Rani peraya. Namun, gadis itu belum bisa merelakan hal ini.

''Lalu Mba udah mendapatkan pengganti?''

Arum tersipu.

Suasana hati Rani yang tadi buruk,  kini membaik karena mendapati gadis yang ia anggap sebagai kakak itu memiliki kabar bahagia.

''Yah ... Mba mah nggak cerita.'' gadis itu memanyunkan bibirnya pura-pura kecewa.

Arum terkikik. Gadis itu mennggak habis minumannya setelah makan siangnya tandas.

''Baru kenalan, sih, Dek.''

Rani mengangguk, memaklumi.

Gadis bergigi gingsul itu menyuapkan makanannya kembali. Untuk melanjutkan hidup butuh tenaga, bukan?

Setelah menelan makanannya, Rani bertanya, ''Orang mana, Mba?''

''Orang Bulakamba.''

Rani tersenyum. Ia turut bahagia mendengar Arum telah memiliki pujaan hati lagi.

''Semoga jadi, ya, Mba,'' kata Rani tulus.

''Doakan semoga diberi yang terbaik saja,'' ujar Arum tenang.

Rani berpikir itu adalah sikap dewasa yang Arum ambil dan harus ia contoh.  Adakalanya, pasrah adalah jalan terbaik dari segala masalah.

Yang penting manusia sudah berusaha dan berdoa, kan, ya? Hasilnya terserah Allah. Rani mengembuskan napas.

Raniway (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang