Bab 3: Auto Focus

4.3K 110 12
                                    

Maret, 2013

Sejak kepergian Mubin ke Negeri Gingseng, Rani mulai berani meninggalkan salat. Ia hanya mengerjakan 3 waktu ketika di rumah. Gadis itu pun sudah mulai mengurangi kuantitas bacaan Alqurannya. Dari yang tadinya empat halaman sehari selepas salat magrib, kini hanya satu lembar. Itu pun karena kecerewetan sang ibu.

Menutup alqurannya, Rani berencana bermain ponsel sebentar sebelum mengerjakan tugas sekolah.

Rani menggulir layar ponsel dengan malas. Komentar-komentar di postingan akun Instagram dia berisi tentang pujian akan kecantikannya. Hampir 80% followers gadis itu merupakan para laki-laki suka tebar pesona.

Meski begitu, ia masih ingin meng-upload foto. Karena yang diunggah bukanlah gambar-gambar dirinya memasang wajah cantik apalagi pose seksi. Namun, gadis itu hanya swafoto mengabadikan setiap momen yang berupa foto diri dengan background pemandangan bagus.

Bukan hanya komentar-komentar yang berupa pujian berkedok modus dari kaum adam, tetapi juga dengungan para gadis yang mendesak membeberkan rahasia kecantikan gadis berkulit putih bersih itu. Serta akun-akun kecantikan yang tengah mempromosikan dagangannya.

Gerakan Rani terhenti. Ia terlonjak kaget melihat sebuah komentar yang lain daripada biasanya.

"Foto yang bagus. Puncak Muria yang dijepret dengan angle yang pas dan pencahayaan yang bagus membuatnya terlihat lebih istimewa," komentar sebuah akun Instagram dengan id farsyad.

Sepertinya dia tahu betul tentang dunia fotografi, pikir Rani.

Gadis itu buru-buru mengetik balasan, "Oh, iya? Syukurlah. Sebenarnya itu cuma pake kamera depan 2 mp."

Sebenarnya itu adalah foto Rani ketika ziarah ke makam Sunan Muria saat dirinya menduduki bangku Madrasah Tsanawiyah.

Kurang dari 1 menit, Rani memperoleh jawaban, "Untuk ukuran pemula dengan alat seadanya foto kamu udah cukup bagus. Mungkin kamu terlahir dengan bakat itu."

Sebenarnya, gadis ayu itu kagum dengan sang komentator. Sayangnya, ia terlalu gengsi untuk meminta diajarkan tentang fotografi.

Besok, aku posting lagi, ah. Biar dikomentari lagi, batinnya.

Akhirnya, ia hanya membalas pujian itu dengan ucapan terima kasih.

***

Rani berdecak sebal memandang taman bunga mataharinya diserang hama.

Ih ... pantesan daunnya berlubang, ada belalangnya! gerutu gadis yang belum sarapan itu.

Karena tak tega membunuh hewan berwarna hijau itu, Rani menyentilnya dengan ujung ibu jari dan jari telunjuk yang ditautkan.

Di bunga-bunga selanjutnya ia mendapati banyak laba-laba kecil. Lalu, ia mengambil kayu dan membunuhnya dengan cara menekan ujung kayu ke tubuh hewan kecil itu. Bukan hanya belalang dan laba-laba, di sana ada juga ulat serta kutu putih.

Pantesan aku liat di berita kalo nanem bunga matahari di pematang sawah itu cara agar sawah nggak kena hama. Berarti sengaja biar hama nyerang bunganya, dong, batin Rani sedikit geram.

Ih! Berantakan gini, gimana mau foto?! Lagi-lagi gadis itu bersungut-sungut. Lalu membereskan pohon-pohon bunga matahari yang meliuk-liuk tidak jelas karena terkena hujan dan angin tadi sore.

Sembari menata tanaman, tak lupa ia juga menjepretnya satu per satu. Bunga matahari yang ia miliki agak aneh, pasalnya tanaman itu berbunga kecil dengan hanya memiliki beberapa kelopak. Bahkan ada yang hanya memikiki 12 kelopak. Mungkin karena ditanam di pot bunga.

Raniway (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang