SG-20

9.3K 611 12
                                    

Cahaya terang matahari kini telah berganti dengan awan gelap yang tak di hiasi bintang dan bulan. Seolah langit ikut bersedih atas keadaan Nila, kini kota Jakarta di guyur hujan sedari sore. Sudah hampir 8 jam Nila pingsan dan belum sadarkan diri juga.

Malam ini hanya El yang menjaga Nila, Devina dan Alvaro telah ijin pulang terlebih dahulu. Raut kesedihan masih sangat jelas tergambar di wajah El. Dia menyesali perbuatannya, dia menyesali tindakannya yang seakan lebih membela Anjani dan tak mengingat akan penyakit Nila.

El menggenggam tangan Nila, ditatapnya wajah tenang Sang adik, "Dek, maafin kakak ya, maaf gak bisa jaga lo, maaf karena lebih ngebela Anjani daripada lo. Cepat sadar dan sembuh. Gue janji nanti gue beliin ayam semok satu kalau lo udah sadar."

Seakan mampu mendengar janji El, perlahan Nila mulai membuka matanya, dan menggerakkan satu persatu jemarinya. Hal itu sontak membuat El sangat senang, melihat adiknya yang mulai sadar El langsung berlari untuk memanggil dokter. Tak berselang lama dokter Safina pun datang dan langsung memeriksa keadaan Nila.

"Gimana Dok?" Tanya El setelah Safina selesai memeriksa Nila.

"Alhamdulillah, detak jantungnya sudah normal kembali dan juga sudah lebih baik dari sebelumnya," balas Safina dengan senyuman khasnya.

El yang mendengar penuturan Safina merasa sangat senang, tak lupa dia juga langsung menghubungi kedua orang tuanya untuk memberi tahukan kabar gembira ini.

"Ya sudah, saya kembali ke ruangan saya," pamit Safina yang diangguki oleh El.

Setelah dokter Safina keluar, El langsung menghampiri adiknya yang masih seperti orang linglung.

"Gue di mana?" Gumam Nila, tapi masih dapat di dengar oleh El.

"Jangan kayak sinetron deh Dek, udah tau lo ini di rumah sakit, pake nanya di mana lagi!" cibir El yang langsung membuat Nila memanyunkan bibirnya.

"Ya kali aja gue udah di surga gitu," kata Nila asal.

Nila tersadar akan sesuatu, dia menatap El terus menerus membuat El risih.

"Lo ngapain natapin gue mulu? Naksir lo sama gue?" Kata El dengan pedenya.

"Lo udah gak marah sama gue?"

El menghela napas berat mendengar pertanyaan Nila, lalu dia tersenyum menatap adik satu-satunya itu.

"Gue yang salah Dek, gue harusnya tau kebenaran nya dulu, dan gak main nyalahin lo," terang El yang membuat Nila tersenyum.

"Gak apa-apa Kak, gue gak marah kok."

"Beneran?" Tanya El memastikan.

"Iya beneran," jawab Nila dengan senyumnya.

"Besok gue beliin lo ayam semok," ujar El.

"Asik Ayam gue di ganti," ujar Nila senang.

"Eh, tapi jangan Kak, beliin gue boneka Olaf aja ya," pinta Nila dengan memasang wajah polosnya.

"Di rumah lo udah punya tiga, sekarang minta Olaf lagi?" Tanya El sambil menatap Nila tak percaya sedangkan Nila langsung mengangguk mantap.

"Ya udah besok gue beliin," kata El, dia menghampiri Nila, lantas dia memeluk adiknya dengan erat.

"Maafin kakak ya, kakak sayang banget sama adek."

"Adek juga sayang banget sama kakak."

Dari balik pintu, Devina dan Alvaro tersenyum senang, dan juga terharu melihat bagaimana eratnya persaudaraan El dan Nila, walaupun mereka sering dibuat pusing dengan tingkah sehari-hari mereka.

Sibling Goals [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang