SG-24

9.2K 591 24
                                    

Keesokan harinya

Sinar matahari telah bersinar terang menerangi kota Kembang ini. Waktu menunjukan pukul 07.00, El beserta teman-teman nya sudah akan mencari Nila. Padahal masih pagi, tapi tak menghalangi niat mereka buat mencari keberadaan Nila. Baru saja mereka keluar villa, sebuah mobil hitam berhenti di depan villa. El tak asing dengan mobil itu, karena memang itu salah satu mobil Alvaro.

Semalam El telah memberitahu kepada Alvaro dan Devina jika Nila hilang. Hal tersebut membuat kepanikan, kekhawatiran, kesedihan buat keduanya. Jelas hal itu juga membuat Devina menangis, tengah malam Devina memaksa Alvaro agar menyusul kedua anaknya.

"Gimana kak?" Tanya Alvaro langsung.

"Belum ketemu yah," jawab El sedih.

"Yah, Nila di mana? Di mana anak kita?" Ujar Devina yang menangis di pelukan Alvaro.

"Bunda tenang ya, adek pasti ketemu," balas Alvaro mencoba menenangkan Devina.

"Kakak bakal cari adek sampai ketemu, kakak janji itu," kata El mencoba meyakinkan Devina dan Alvaro.

"Ayah udah suruh beberapa orang juga buat cari adek."

"Ya udah kita pergi cari adek dulu yah," pamit El yang di angguki oleh Alvaro.

"Kalian juga hati-hati," kata Alvaro pada ke empat teman El.

"Pasti Om," jawab keempatnya kompak.

El bersama keempat temannya langsung pergi meninggalkan villa.

Di sisi lain, Nila yang kini penutup matanya sudah terbuka menatap bingung ruangan yang ia tempati. Dia duduk di kursi dengan tangan yang di ikat ke belakang, dan mulut yang masih di lakban tak bisa berbuat banyak selain menangis. Saat ini dia berada di sebuah gudang yang sangat kotor, banyak barang-barang yang tak pernah terpakai.

"Ya Tuhan, gue ada di mana? Kakak, ayah, bunda tolongin adek," batin Nila.

Tak berselang lama pintu gudang terbuka, memunculkan sosok cowok dan cewek yang menggunakan topi dan masker, sehingga wajah keduanya tak begitu terlihat. Dua orang itu menghampiri Nila, dengan sangat kasar, si cowok melepas lakban yang menutupi mulut Nila.

"Siapa kalian?! Mau kalian itu apa?!" Tanya Nila menatap tajam kedua orang itu.

Perlahan kedua orang itu membuka topi mereka, lalu mereka juga melepas masker, mereka menatap licik ke arah Nila.

Nila tak percaya dengan apa yang dia lihat di depannya, "Devan? Anjani?"

"Hai Danila," ujar Anjani sambil berjalan mendekati Nila.

"Mau apa kalian?!"

"Kita mau lo mati?! Kita mau El rasain apa yang kita rasain dengan kehilangan saudara!" Anjani dengan kasar menjambak rambut Nila, membuat Nila meringis kesakitan.

"Bukannya lo itu sayang sama kak El, tapi kenapa lo mau buat dia sedih!" Balas Nila emosi.

"Hahaha, iya dulu gue sayang banget sama dia, tapi lo selalu jadi penghalang buat hubungan gue sama dia!"

Sedangkan Devan dengan sengaja merekam perdebatan Anjani dan Nila, senyum licik selalu terpancar dari bibirnya.

"Lepasin gue! Kalian semua jahat, dan lo Devan kenapa lo lakuin ini sama gue, kemarin lo bilang sayang sekarang nyatanya lo mau ikut ngancurin gue!" Ujar Nila menatap Anjani dan Devan bergantian.

"Sayang? Mimpi lo!" Balas Devan santai.

Nila sangat tak percaya dengan apa yang di lakukan Anjani dan Devan, dia tak pernah menyangka mereka akan sedendam ini.

"Tama sudah tenang di sana, kenapa kalian sedendam ini. Percayalah dendam kalian gak ngebuat Tama bahagia di sana, apa kalian gak mikirin itu?" Kata Nila dengan Isak tangis, Devan dan Anjani langsung menatapnya tajam.

"Gak usah sok nyeramahin kita! Karena lo, gue harus kehilangan kakak!" Emosi Devan sudah tak terkendali, dia langsung menampar Nila cukup keras.

"Cepat lo kirim rekaman itu ke El," perintah Anjani pada adik laki-lakinya.

"Rekaman? Rekaman apa?" Bingung Nila.

Dengan cepat Devan langsung mengirim rekaman video perdebatan Nila dan Anjani ke El.

Sedangkan di tempat lain, El sudah mencari Nila ke berbagai tempat di Bandung yang suka ia dan Nila datangi, tapi tak mendapat hasil apapun. Kini ke lima cowok itu sedang berada di sebuah caffe.

"Adek gue di mana?" Gumam El sedih.

"Tenang El, kita bakal bantu lo terus," kata Al meyakinkan El.

Drrttt...drrrrtt

El mengambil ponselnya yang bergetar, ternyata ada notifikasi Line masuk ke dalam ponselnya. Dengan cepat El membukanya, dia mengernyit bingung saat melihat ada yang mengiriminya rekaman video. El membuka rekaman video tersebut, betapa terkejutnya dia saat yang ia lihat adalah adiknya yang tengah disiksa oleh Anjani. Begitupun Al, Kenan, Joshua dan Axel yang melihat rekaman video itu cukup kaget.

El mengacak rambutnya frustasi, dia benar-benar merasa gagal menjadi kakak.

"Ayo cepet El, tunggu apa lagi?! Kita tolongin adek lo," ujar Kenan membuyarkan lamunan El.

El yang tersadar dari lamunan nya pun langsung berlari keluar caffe, membuat ke empat cowok itu cengo.

"Lah sekarang kita di tinggal," kata Al.

Keempat cowok itu pun langsung menyusul El keluar caffe, mereka langsung menjalankan mobilnya ke arah rumah Anjani, karena El sangat tau itu adalah gudang belakang rumah Anjani.

Di gudang itu Nila masih terus meringis kesakitan saat setiap tamparan mendarat di pipinya. Dadanya sudah sedikit sakit, tapi dia tetap berusaha kuat. Dia tak mau mati konyol di hadapan Anjani dan Devan.

"Ini belum seberapa Nila, kita belum puas sebelum lo mati!" Ujar Anjani dengan mengarahkan pisau ke wajah Nila.

"Dendam kalian malah ngebuat Tama sedih! Dan pembalasan kalian ini gak bakal ngebuat Tama hidup kembali! Jangan hidup dengan penuh dendam, atau kalian gak akan merasakan kebahagiaan!" Balas Nila emosi.

"Ya Tuhan, tolong aku," batin Nila.

                          TAMAT.

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN.

Sibling Goals [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang