fiveteen

2.9K 333 185
                                    

LIMA BELAS





"Serius lo ditolak? Hahahaha."

Jordan harus menahan tawanya sedari tadi. Bagaimana tidak jika gadis di depannya ini bercerita sambil bibirnya manyun lima senti mirip ikan koi. Selama delapan belas tahun ia tumbuh bersama Ali, baru kali ini ia lihat sahabatnya itu sebete ini. Dan hanya karena perkara ditolak tidur bareng. Yah walaupun Jordan harus akui, Maes--atau siapa namanya--benar-benar cowok goblok karena tidak luluh akan pesona Ali.

"Ngeselin! Kurang cantik apa sih gue?" dengus Ali.

"Dia gay kali."

Ali melotot pada Jordan yang menjawab santai sambil tiduran di sofa rumahnya. "No way! Gue ngerasain itunya dia tegak!"

Jordan melirik Ali sejenak. "Lagi baris-berbaris apa tegak segala?"

Sedetik kemudian Ali melempar bantal ke muka Jordan. Membuat cowok itu terkekeh. "Gue serius nyet asli! Ber-di-ri!"

"Yaudah besok kapan-kapan coba lagi peruntungan lo."

Ali mendesah lesu. Ia memegang ujung bibirnya. Tersenyum dalam hati ketika menyadari ciuman tadi adalah ciuman paling "menyenangkan" dari ribuan ciuman lain yang pernah ia lakukan. Rasanya... Ciuman Maes masih tertinggal di bibirnya. Dan ia ingin merasakan lagi. Ali bahkan berjanji tak akan gosok gigi sampai besok pagi biar "rasa" Maes masih ada.

"He is a good kisser," kata Ali masih memegangi bibirnya.

"Hmmmm...." Jordan hanya berdehem. Cowok itu masih fokus membaca komik conan sambil tiduran.

"Gue suka Maes!"

Jordan mendengus. Sudah terbiasa mendengar Ali berbicara seperti itu. Minggu lalu gadis itu bilang menyukai seorang cowok bernama Jack, dua minggu sebelumnya suka Benjamin, cowok random yang dikenali lewat instagram. Jordan yakin pasti minggu besok Ali akan bilang suka sama cowok yang berbeda lagi.

"Gue serius Jordan! Ini serius! Gue harus jadiin dia pacar gue...."

"Suruh ketemu gue dulu sini. Dia harus lulus kualifikasi untuk jadi pacar lo!" ujar Jordan.

Ali memutar bola matanya sebal. Semenjak Mama dan Papanya sibuk ke luar kota, Jordan mengambil alih segala urusan birokrasi pacar-pacaran. Semua harus seizin cowok itu karena katanya Jordan sudah diberi mandat dari orang tuanya.

"Dia pasti lulus! Gue bakal atur pertemuan lo sama Maes segera!"

"Lagian yakin banget lo si Maes ini belom punya pacar? Kalo udah punya gimana?" tanya Jordan menaikkan sebelah alisnya.

"Tinggal gue singkirin cewek itu. Gak boleh ada yang deket-deket sama Maes gue!"

"Okey tuan putri."

Jordan bangkit dari tidurannya dan membungkukkan punggung dengan gaya seperti pelayan. Setelah itu ia bersandar pada sofa. Pandangannya menerawang ke langit-langit. Ada satu hal yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. Sesuatu yang masih tak terbaca jelas. Sesuatu yang berada jauh di dalam lubuk hatinya. Dan ia takut jika perasaan ini semakin tumbuh tak terkendali.

"Kenapa? Mikirin si Ratih itu? Ada perkembangan gak?"

Jordan hanya bisa mengangguk. Namun kemudian menggeleng. Ia Mengusap wajahnya beberapa kali dengan frustasi. "Gue masih bingung gimana caranya nemuin si pemilik jaket itu. Gak banyak yang gue dapet dari Ratih..."

"Lo harus lebih giat nguntitin dia, Jordan. Ikutin si Ratih ini kemanapun dia pergi. Kalau dia ada ketemu sama seseorang yang mencurigakan, selidikin!"

Sambil mengerutkan dahinya, Jordan berucap pelan. "Ada satu nama yang sepertinya selalu disangkutpautin sama Ratih. Di sekolah entah karena apa cowok ini selalu jadi bahan omongan. Tapi orangnya gak ada...."

THE UNWANTED YOU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang