DUA PULUH SATU
"Mampus gimana ngasih taunya!"
"Ngasih tau apa?" Jordan yang baru saja masuk ke dalam mobil langsung bertanya begitu lihat Ratih terlihat resah.
Ratih melirik ke Jordan di kursi kemudi. Cowok itu sedang memasang seat belt. "Lupa ngasih tau kalau mau pergi ngerjain tugas."
"Ke siapa? Bokap nyokap?"
"Bukan."
"Terus? Pacar?"
Sebenarnya Jordan berniat mengejek Ratih dengan pertanyaannya barusan. Tapi begitu gadis di sampingnya ini mengangguk malu-malu, Jordan kaget. Masa sih cewek seperti Ratih punya pacar? Emang ada yang mau sama dia? Seketika juga Jordan unmood. "Pake seat belt," suruh Jordan singkat langsung mengegas mobilnya keluar parkiran sekolah.
Maap gabisa ke bengkel lg:(
Ratih mengetikkan pesan untuk Maes. Sudah tiga hari tidak bertemu membuat Ratih tak enak juga. Gadis itu membayangkan muka Maes sekarang pasti berubah jadi sangar begitu lihat pesannya. Beberapa menit kemudian cowok itu membalas.
Apalagi skrng?
Tuh kan! Jadi gak enak. Batin Ratih.
Ngerjain tugas. Lo marah?
Send! Ratih mengirimkan pesannya dengan harap-harap cemas. Maes marah adalah perang dunia.
Kemaren TO skrg tugas. Besok apalagi?
Balasan dari Maes itu membuat Ratih mengerutkan keningnya. Harusnya Maes mengerti jika anak kelas dua belas apalagi semester akhir memang sepatutnya banyak kegiatan. Sepertinya lama tidak sekolah membuat otak cowok itu jadi dangkal. Ratih mendengus. Alih-alih membalas pesan dari Maes, gadis itu malah mematikan ponselnya lalu memasukkan ke dalam tas.
Ratih melirik ke sopir—alias Jordan—di sampingnya. Heran kenapa cowok itu sedari tadi diam membisu. Jalanan yang mulai macet tambah membuat suasana di dalam mobil makin sumpek. Harusnya Jordan basa-basi mengajak bicara. Ataukah cowok itu sedang tidak mood lagi seperti tempo hari? Sialnya Ratih hari ini tak membawa brownies untuk mengembalikan suasana hati Jordan. Tapi dia punya... choki-choki.
Di rumah, choki-choki adalah makanan wajib yang harus selalu siap sedia karena dua adik Ratih tak bisa hidup tanpa menghisap coklat leleh itu. Jika tak ketahuan adiknya, Ratih sering maling choki-choki dari kulkas diam-diam. Seperti yang dilakukannya tadi pagi. Ratih mengambil beberapa dari dalam tasnya kemudian mengulurkan satu pada Jordan. "Mau Choki-choki gak?"
"Mau."
Sontak Ratih sumringah. Gadis itu tersenyum lebar ketika Jordan mengambil satu buah choki-choki dari tangannya. Menggigit ujungnya lalu mulai makan dengan satu tangan kiri serta tangan lain cowok itu memegang kemudi.
"Lo suka choki-choki?" tanya Jordan.
"Enggak. Adek gue yang suka soalnya dapet kartu boboiboy hehe."
Jordan hanya mengangguk-angguk. "Pacar lo itu... anak mana?"
"Kenapa emang?" Ratih mengerutkan dahinya mengapa pembicaraan melenceng ke pacar.
"Tanya aja. Mesti gak satu sekolah sama kita. Kan lo kalo di sekolah kaya jomblo ngenes. Kerjaannya sama Retta mulu."
"Kampret."
Jordan nyengir. Choki-chokinya sudah habis lalu cowok itu melemparnya sembarang ke dashboard. Ratih yang melihat itu hanya mengernyit sambil geleng-geleng kepala. Jorok banget! "Mau lagi?" tanya Ratih.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE UNWANTED YOU [Completed]
Подростковая литератураBook #2 dan #3 ada disini! Book #2 selesai ✓ Book #3 on going . . . Ada harapan di balik lipatan origami bangau yang diberikan Candra malam itu. Ratih pikir dirinya akan seperti mayat hidup ditinggalkan Candra delapan tahun. Namun, hidup terus berja...