SATU
Seorang gadis duduk di bangku nomor dua dari belakang. Ia termenung. Menumpukan satu tangannya pada sebelah pipi. Satu tangan yang lain mengetuk-ngetukkan pulpen ke meja. Hari ini adalah hari pertama semester dua kelas dua belas. Mimpi buruk. Tahun terakhir bersekolah memang tahun-tahunnya penuh cobaan. Belum lagi fakta bahwa tak berapa lama lagi mereka akan kehilangan banyak teman.
Tapi toh gadis itu sudah kehilangan seseorang yang begitu berarti semenjak setengah tahun yang lalu...
Matanya mulai memanas. Cepat-cepat ia tegakkan tubuh. Tak ingin mengingat-ingat cowok itu lagi. Ia sudah pergi. Meninggalkan dirinya sendirian dalam ruang hampa tak berkesudahan ini. Ratih--gadis yang sedang mencoba tegar itu--kembali memfokuskan perhatiannya pada guru di depan.
"Jadi mulai minggu besok kalian sudah mulai ada tambahan pelajaran untuk ujian nasional ya. Jam ke nol. Mulai pukul 05.45 sampai 07.00. Selanjutnya pelajaran seperti biasa sampai jam tiga sore..."
Ratih merasa seisi kelas sedang mengumpat dalam hati sekarang ini. "Tih? Gak sekalian aja tuh kita berangkat subuh? Pergi pagi pulang pagi kita!" Retta yang duduk di bangku samping menyenggol lengannya. Ratih hanya meringis. Namanya juga mau UNAS!
"Minggu ke dua januari ini kalian juga sudah mulai tryout unas. Ibu hitung ada sekitar lima belas latihan ujian sampai kalian menghadapi unas nanti. Mulai dari tryout sekolah, kabupaten atau provinsi. Jangan lupa juga selain unas, kalian masih ada ujian tengah semester, ujian sekolah, dan ujian praktek. April nanti satu bulan full jadwal kalian ujian. Setelah itu kita mulai fokus lagi tambahan pelajaran untuk SBMPTN...."
"Shit!"
Melirik Retta yang mengumpat sambil menggigit jari. Ratih menepuk pundak sahabatnya. "Sabar. Ini ujian," ucapnya. Retta hanya membalas dengan ekspresi sudah nahan emosi. Mukanya memerah. Bisa dibayangkan setelah ini pasti Retta akan meledak bagaikan pop corn yang sudah matang.
"Interupsi, Bu! Kita ini manusia loh bukan robot! Yakali maraton ujian gitu?! Kapan mainnya kalau belajar mulu?!"
"Beneeeeer, Buuuuuuuu!!!!" kompak seisi kelas menyetujui celetukan Dani.
"Diaaaam!" Bu Inda mengetuk-ngetukkan spidolnya ke meja guru. "Kalau gak mau begitu ya gak usah jadi anak kelas dua belas! Mau kalian saya kasih kelas sebelas terus? Biar gak lulus-lulus kalian?! Ha?!"
"YA TAPI KAAN--"
Dani baru akan mendebat lagi. Namun terhenti kala melihat Pak Ruzli, kepala sekolah mereka ada di depan pintu. Bu Inda lantas berdiri menghampiri Pak Ruzli. Terlibat percakapan sedikit. Bapak tua itu kemudian berbalik. Beberapa detik, Pak Ruzli masuk kelas bersama seorang cowok. Jika ingin lebay sedikit. Selangkah cowok itu memasuki kelas. Ruangan tampak begitu terang. Pancaran sinar dari wajah cowok entah siapa itu membuat anak-anak jadi silau.
"Anak-anak, ada murid baru yang akan belajar bersama kalian setengah tahun ke depan...," ucap Pak Ruzli.
Seketika cewek-cewek sekelas langsung menjerit frontal. Bisa dibayangkan bagaimana hebohnya.
Ratih memperhatikan si anak baru. Hmm... Lumayan ganteng sih. Wajahnya hampir kebule-bulean. Mirip Shawn Mendes cuma beda di rambutnya yang hitam legam. Tubuhnya tinggi menjulang. Tatapannya menatap seisi kelas dengan dingin. B aja. Masih ganteng Candra kemana-mana.
Aduh! Tuh kan mikirin cowok sialan satu itu lagi. Kayaknya gue harus cuci otak deh. Batinnya.
"Perkenalkan namamu, nak..."
"Gue Giordian Allataz Ibrahim. Panggil aja Jordan," kata si anak baru datar. Suara baritonnya menambah histeris anak-anak cewek.
"Astagaaaa mimpi apa coba gue semalem dapet cogan kaya begini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE UNWANTED YOU [Completed]
Dla nastolatkówBook #2 dan #3 ada disini! Book #2 selesai ✓ Book #3 on going . . . Ada harapan di balik lipatan origami bangau yang diberikan Candra malam itu. Ratih pikir dirinya akan seperti mayat hidup ditinggalkan Candra delapan tahun. Namun, hidup terus berja...