nineteen

3K 332 140
                                    

SEMBILAN BELAS

"Hei? Jangan cemberut terus dong...."

Maes berkata dengan nada geli pada gadis di sampingnya ini. Setelah acara nyungsep konyol dari sepeda tadi--yang sukses membuat keduanya malu karena dilihatin orang--Ratih merajuk. Gadis itu menyalahkan Maes yang tidak becus naik sepeda dan membuat luka-luka sehabis dijegal Jordan tadi siang bertambah parah. Sebagai tanda permintaan maaf, Maes mengajak Ratih mengunjungi Pelabuhan Sunda Kelapa. Pelabuhan tertua di Jakarta.

Ratih memberikan senyum yang kelewat dipaksakan. Membuat Maes tersenyum geli. "Candra biasanya ngelakuin apa biar lo gak marah?" tanya Maes.

Biasanya dia beliin gue es krim stroberi. Batin Ratih. Namun gadis itu tak mau mengatakannya pada Maes karena yah sebenarnya Ratih ingin Maes menjadi dirinya sendiri. Abaikan dia yang memang merindukan Candra. Ratih tau, pura-pura bersikap menjadi orang lain sangatlah tidak menyenangkan.

"Lo masih berniat ngelanjutin akting jadi Candra ya?"

Maes memberikan senyum manis pada Ratih. "Kalau itu bisa ngobatin rasa kangen lo sama dia kenapa enggak?"

Ratih menghela napas pelan. Melihat di kejauhan matahari hampir terbenam. Menyalurkan semburat jingga di langit. Hangat serta romantis. Ide melihat sunset di Pelabuhan Sunda Kelapa sepertinya ide yang buruk karena ada Maes di sampingnya. Membuat Ratih teringat ia pernah menghabiskan matahari tenggelam bersama Candra juga.

Pantai Anyer menjadi tujuan Candra serta Ratih. Katanya, Candra ingin melihat sunset dari pantai yang terletak tidak jauh dari jakarta ini. Sedangkan Ratih hanya ikut-ikut saja saat tadi cowok itu mengajaknya ke sini. Lagi pula sudah lama ia tak berkunjung ke pantai.

Satu hal yang Ratih kagumi dari Pantai Anyer--tentunya selain keindahan pantainya sendiri--adalah Mercusuar peninggalan Belanda. Melihat itu membuat Ratih berpikir bahwa kehadiran Belanda dulu untuk menjajah negaranya benar-benar nyata.

"Mikirin apaan?"

Ratih menolah pada Candra yang hari ini mengenakan polo warna hitam serta jins selutut. Topi baseball melengkapi penampilan santai Candra. Tak tahu kenapa, sekalipun pakaian yang dikenakan cowok itu sederhana. Tapi hasilnya dilihat selalu menjadi luar biasa. Candra selalu keren.

Berbanding terbalik dengan dirinya. Sekarang ia hanya mengenakan dress lima senti diatas lutut dengan motif bunga-bunga. Rambutnya ia gerai. Sederhana namun Ratih rasa biasa saja jika dipakai dirinya. Tidak menawan seperti Candra.

"Gue jelek," celetuk Ratih tiba-tiba sambil menghentikan langkah.

Candra mengangkat sebelah alisnya bingung. "Jelek dari mananya?"

"Ya semuanya."

"Ck! Denger ya. Aku gak butuh pacarku secantik Gigi Hadid atau siapa. Aku cuma pingin Nirwasita Ratih. Just be yourself. Semua yang ada di diri kamu, aku suka. Gak usah ditambahin atau dikurangin..."

Kalimat Candra itu sontak memunculkan rona merah di pipi Ratih. Ah! Sifat gombal Candra sudah mulai keluar. Baru saja Ratih ingin mendongak, cowok itu mengejutkan dirinya dengan memakaikan topi baseball yang tadi dipakai Candra ke atas kepala Ratih.

"Pake. Biar kamu gak kepanasan."

Lemes! Kaki Ratih mendadak menjadi jelly. Candra tuh bisa aja! Dengus Ratih. "Hmmm..." Ratih hanya berdehem sambil menormalkan debaran jantungnya.

Kembali menyusuri tepi pantai. Ratih dan Candra berjalan menantang panasnya matahari. Hari belum beranjak sore dan mereka berniat panas-panasan sampai sunset terlihat.

THE UNWANTED YOU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang