thirteen

3.2K 347 120
                                    

TIGA BELAS

Setelah kemarin ngobrol banyak dengan Maes, Ratih menemukan dirinya berada di suatu persimpangan. Bingung harus memilih jalan yang mana. Apakah ia harus berdamai dan mulai menerima kehadiran Maes? Ataukah ia musti memikirkan cara supaya Candra kembali pada tubuhnya yang dipakai oleh Maes. Pilihan yang terakhir jelas sulit dan sama saja mengumpankan diri ke mulut buaya. Jujur, gadis itu menganggap DID--kepribadian ganda--adalah suatu hal yang tabu. Ia tak mengerti bagaimana sisi lain yang menjadi inang itu, di suatu saat bisa muncul. Lalu kemana perginya orang asli yang harusnya memiliki kuasa penuh akan tubuhnya?

Satu hal yang sangat ia takuti adalah Maes akan menyalahgunakan tubuh Candra. Berbuat kriminal menggunakan tangan Candra. Dalam obrolannya kemarin juga--setelah dipaksa--Maes mengaku memang menjadi dalang dibalik kematian Tante Nilam dan Gogo. Juga ialah yang memotong kabel rem mobil Ayah Candra, hingga terjadilah kecelakaan mobil yang membuat beliau lumpuh. Ratih tak bisa membiarkan hal-hal itu terulang kembali. Apalagi lingkungan tempat tinggal cowok itu toxic. Banyak preman dan sepertinya tak teratur.

Terhitung semenjak enam bulan yang lalu ia tinggal dengan kenalannya dan bekerja di bengkel. Saat ditanya sampai kapan Maes akan berada di Indonesia dan tinggal di ruko kemarin, cowok itu hanya mengatakan "sampai gue bosen." Ratih rasanya ingin menendang wajah Maes. Tapi tak berani.

"Tih! giliran lo sekarang!"

Ratih tersentak dari lamunannya. Ia dan teman sekelasnya sedang pengambilan nilai pra ujian praktek olahraga. Dan hari ini jadwalnya adalah basket. Selain itu yang akan diambil nilai adalah voli, lari jarak pendek, roll depan, roll belakang, split juga kayang. Dari semua itu, Ratih menyayangkan mengapa basket menjadi yang pertama. Karena ia tak pernah bisa bermain basket. Jangankan men-dribble, memegang bola basket nomor yang paling ringan sekalipun ia kesusahan. Bisa dibayangkan kan kalau pengambilan nilainya berupa dribble zig zag, lay up lalu shooting ke ring. Ditambah chest pass ke tembok. Ia lebih memilih roll depan belakang atau kayang.

"Malu, Ret...," bisik Ratih.

"Gakpapa elah! Tadi Fika sama Vira juga payah banget sih. Santai aja kita mah!" jawab Retta sambil menepuk-nepuk pundak Ratih.

"Ye elo mah enak jago basket!"

"Tih? Semua orang tuh pasti punya satu kelemahan. Gak mungkin bisa punya bakat di semua bidang. Bakat lo tuh di seni sama akademik. Terima aja nasib soal olahraga gini lo pas-pasan. Lagian masih ada senam lantai kan? Lo kan paling lentur di antara anak sekelas. Puas-puasin dah tuh kayang sama split!"

Ratih hanya meringis. Ia berdiri dan menepuk-nepuk belakang celana olahraganya. Mulai melangkah ke tengah-tengah lapangan. Teman-temannya sekelas menyemangati dari pinggir lapangan. Beberapa menatap kasihan. Kalau Ratih punya bakat dalam olahraga, sempurna sudah gadis itu. Cantik, inner beauty, cerdas dalam akademik, punya bakat seni juga olahraga. Tapi Tuhan adil bukan? Ia membuktikan bahwa di dunia ini tak ada yang sempurna selain Dia.

Di tengah lapangan cone kerucut di letakkan lurus sejajar dan berjarak sedikit lebar. Ia harus men-dribble bola basket zig-zag melewati cone-cone itu. Kemudian melakukan gerakan lay up lalu shooting bola basket sampai masuk ke dalam ring. Jika belum masuk, harus diulangi. Kemudian Pak Kar--guru Olahraga--dengan timer-nya akan menghitung berapa waktu yang dibutuhkan dari men-dribble sampai bola masuk ke ring.

"Mulai!"

Waktu sudah berjalan. Ratih memilih pelan-pelan men-dribble bola basket yang berat itu. Dari pada cepat tapi ujung-ujungnya bola malah terlepas kan? Entah berapa detik, tapi gadis itu merasa ia membutuhkan waktu yang lama sampai cone-cone kerucut itu terlewati semua. Setelahnya ia lay up. Cukup mudah karena ditirukan seperti yang dilakukan teman-temannya tadi. Ia hanya perlu melompat dengan satu kaki bergantian, selanjutnya bersamaan pada lompatan ke dua ia menembakkan bola ke ring. Bisa di tebak, bola Ratih tak masuk. Mengambil bola-nya lagi, ia berusaha melakukan shooting beberapa kali namun tetap tak masuk. Ia menyesal mengapa dulu saat sering menemani Candra berlatih basket, dirinya tak minta diajari.

THE UNWANTED YOU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang