DUA PULUH SEMBILAN bagian 2
Ratih merasa hari ini dia menjadi orang paling sabar di dunia. Mulai dari menunggu jemputan Maes yang sangat lama, lalu kejebak macet sampai harus terlambat datang ke pesta Retta. Rasanya dongkol, gemas, pingin nyakar tembok, pingin marah-marah tapi dia tahan demi citra kalemnya. Gak cocok kan cantik-cantik marah? Alhasil, Maeslah yang jadi korban. Cowok itu harus menerima lengannya dipukul bahkan sampai digigit oleh Ratih. Gakpapa deh asal tuan putri bahagia. Batin Maes.
"Jangan gigit di sini loh. Malu. Nanti aja habis ini pesen kamar kalo belum puas gigitin." Maes berbisik di telinga Ratih. Yang sontak cowok itu mendapatkan cubitan di perut.
"Aw! Sakit! Gilak serem banget sih gimana ntar kalau malem pertama? Gue yang pingsan nih bakalan!"
Sekali lagi. Maes mendapat cubitan keras dari Ratih. "Bisa diem gak?! Malu kalo kedengeran orang!"
"Adaw! Iya sayang iyaaaa...."
Beruntung ketika keduanya memasuki ballroom, seluruh mata sedang tertuju ke depan panggung. Ratih menghembuskan napas lega karena dengan begitu kehadiran Maes--atau mungkin semua orang akan menyangka sebagai Candra--tak terlalu mencolok. Sebenarnya dia juga tak tahu mengapa dengan nekatnya malah mengajak Maes ke pesta ulang tahun Retta. Jauh dari lubuk hati terdalam gadis itu, Ratih hanya ingin semua teka-teki tentang Maes—atau Candra, juga Jordan dengan sahabatnya bernama Ali itu terkuak. Perihal kematian Naswa, Maes harus mengakui bahwa dia salah dan cowok itu harus berhenti menggunakan tubuh Candra sebagai alat untuk kesenangan membunuhnya--sifat psikopatnya--semata. Bahkan sampai saat ini Ratih masih tak tahu apa alasan Maes kembali menguasai tubuh Candra dan bisa ada di Indonesia.
Candra... Gue bahkan gak tau apa diri lo itu masih ada? Apa lo bisa kembali?
Pikiran itu. Apakah salah satu tanda bahwa Ratih ragu dan sebenarnya tak menginginkan kehadiran Maes? Lalu kenangan mereka selama ini? Apa artinya?
Hingga suara pecahan benda membuyarkan lamunan Ratih. Seketika itu Ratih tau pandangan seisi ruangan beralih pada dirinya dan Maes. Ratih tak bisa memfokuskan pandangannya kembali karena banyak anak sudah memanggili dengan "Candra". Samar-samar bahkan ia mendengar seorang gadis menjeritkan nama Maes. Dan juga Getz... Pada saat itu, tiba-tiba listrik padam. Tak ada penerangan sama sekali di ballroom yang luas ini. Lalu suara tembakan pistol terdengar memekikkan telinga. Sontak semau orang menjerit ketakutan.
Sementara Ratih bingung. Genggaman tangannya pada Maes terlepas karena tubuhnya mulai terdorong oleh banyak orang yang berlarian. Ia mendengar dirinya dipanggil namun ia tak bisa menjawab karena ruangan begitu sesak dan napasnya tersengal-sengal. Sampai dia merasakan pundaknya ditarik oleh seseorang dan mulutnya dibekap oleh sesuatu. Yang terakhir Ratih ingat ialah ia mencium bau khas obat-obatan tak sedap. Kemudian ia tak bisa mengingat apapun lagi. Semuanya gelap. Benar-benar gelap melebihi gelapnya ballroom tadi.
***
Tak selang lama, lampu ballroom menyala seperti semula. Pihak hotel kemudian menginstruksikan agar semua tetap tenang dan dipastikan keadaan masih aman. Jordan tak bisa mendengarkan apapun lagi karena pikirannya hanya fokus pada satu orang. Ratih. Firasatnya buruk ketika tau bahwa Ratih datang bersama Getz—psikopat pembunuh Naswa itu. Apakah ini kejutan Ratih mengatakan akan membawa seseorang? Dan ada suara tembakan barusan. Demi Tuhan! Ia harus memastikan bahwa Ratih aman dan baik-baik saja.
Tak lama, Jordan menemukan orang itu. Terlihat kebingungan mencari-cari sesuatu. Jordan tak tinggal diam. Ia balik tubuh Getz dan menghadiahkan satu jotosan di pipi kanan. Entah untuk apa Jordan memukul. Untuk Naswa? Ataukah untuk Ratih? Yang jelas pukulan saja tak cukup buat cowok satu ini.
"MANA RATIH, BANGSAT?!" bentak Jordan sambil mencekal kerah kemeja Getz.
"Gue juga lagi nyari dia, bajingan! Ngapain sih lo?!" balas Getz—atau Maes--tak kalah garang. Maes menjauhkan tangan Jordan yang mencekal kerahnya dengan kasar.
"Lo yang dateng sama Ratih. Kenapa bisa gak ada?!"
"Gue gak tahu! Dia lepasin gandengan gue gitu aja! Bisa lo berhenti nyolot? Lo siapa sih anjing gue gak kenal lo!"
Bahkan Maes tak ingat bahwa Jordan pernah secara sengaja menservice kan motornya di bengkel dan bahkan keduanya pernah saling berbicara.
"LO---"
Bugh. Tiba-tiba Dani datang menghadiahkan satu pukulan ke pipi kiri Maes. Membuat Maes benar-benar emosi. Dia baru datang ke pesta ini dan sudah mendapat dua kali pukulan. Mereka ini cari mati sama gue atau gimana? ucap Maes dalam hati kesal.
"Itu buat lo yang tiba-tiba ngilang tanpa kabar, Can. Emang anjing ya lo," kata Dani santai. Tak mengerti bahwa yang barusan ia pukul bukan Candra. Kalau Dani tau yang ada di depannya sekarang ini adalah Maes, jangankan memukul. Mungkin menyapa saja dia tak berani.
"MAU APA SIH KALIAN SEMUA?! GUE BUKAN CANDRA KALAU LO LO PADA PUNYA MASALAH SAMA DIA! GUE MAES!"
Deg. Saat itu juga nyali Dani langsung ciut. Pun dengan Bagas juga Pebri yang menyaksikan acara pukul-pukulan itu dari dekat. Jadi, inilah yang namanya Maes? Perenggut seluruh hidup tenang sahabat mereka? Rasanya benar-benar sulit dibedakan. Mana Candra mana Maes.
"Tunggu... Siapa lo tadi bilang? Maes? Lo—" Jordan mencoba mengingat-ingat kembali di mana ia pernah mendengar nama Maes disebut-sebut.
Gue udah tidur sama Maes...
Ali!
Bahkan Jordan sempat melupakan keberadaan Ali dan malah sibuk mencari Ratih.
Detik itu juga Jordan tau Ratih sedang bersama siapa sekarang. "Shit!" Maki Jordan.
Jordan lantas berbalik dan berlari pergi. Meninggalkan pesta yang sudah berubah jadi keos. Tak dihiraukan panggilan Dani juga orang bernama Maes atau Candra atau Getz itu di belakang. Rasanya malam ini kepalanya sudah mau pecah. Dan dia berharap kepalanya jangan pecah dahulu sebelum ia berhasil menemukan keberadaan Ratih.
***
TBC
Dikit yaaaa dikit yaaa?! Iyadong biar pada kepo;)
Komen dums! Minta pendapatnya kaya gimana? What should i do for Jordan, Maes, Ali, juga Ratih? Harus gue apain merekaaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
THE UNWANTED YOU [Completed]
Fiksi RemajaBook #2 dan #3 ada disini! Book #2 selesai ✓ Book #3 on going . . . Ada harapan di balik lipatan origami bangau yang diberikan Candra malam itu. Ratih pikir dirinya akan seperti mayat hidup ditinggalkan Candra delapan tahun. Namun, hidup terus berja...