Sebuah mobil berhenti tepat di depan pagar rumah. Rumah mewah bernuansa white and gold memperlihatkan betapa mewah dan megah rumah itu.
Suara klakson mobil sengaja dibunyikan agar salah satu penghuni di dalam membukakan pintu pagar yang menjulang tinggi. Seorang tukang kebun yang sudah berumur hampir setengah abad segera berlari kecil untuk membuka pagar itu. Dia adalah pak Pardi.Setelah pagar dibuka, ia kembali menjalankan mobilnya ke dalam. Jarak antara pagar dan rumah memang sedikit jauh. Karena di sana terdapat taman yang sangat luas, segala jenis bunga dan tanaman hias tertata rapi. Tukang kebun itu berjalan santai di belakang mobil . Dan keluarlah seorang pria tampan yang berkharisma. Siapa lagi kalau bukan anak dari majikan pak Pardi .
"Nak Adnan udah pulang? Kata tuan baru besok pulangnya," ucap penjaga paruh baya itu, yang tak lain adalah tukang kebun di rumah Adnan yang sudah sangat lama mengabdi pada keluarga besar Adnan.
"Ya paman, acara nya udah selesai jadi Adnan langsung pulang," ujar Adnan.
Adnan memanggil tukang kebun itu paman. Karena ia tak pernah membedakan status. Ia juga menganggap pak Pardi seperti keluarganya sendiri begitu pula keluarga besar Adnan. Tak pernah menganggap mereka sebagai pembantu ataupun bawahan.Adnan segara masuk kedalam Rumah. Adnan tak melihat Ayah dan Ibunya. Ia berjalan ke ruang keluarga. Ternyata mereka ada sini.
"Assalamualaikum Ibu, Assalamualaikum Ayah," ujar Adnan sambil menghampiri Abi dan Uminya sambil mencium telapak tangan kedua orang tuanya.
"Waalaikumsalam nak," jawab Ibu dan Ayah Adnan secara kompak.
"Kamu udah pulang nak, ya sudah kamu masuk ke kamarmu mandi. Pasti kamu capek," ujar Ibu Adnan.
"Baiklah, bu," ujar Adnan singkat dan berlalu meninggalkan kedua orang tuanya.
Adnan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Segera ia mandi, dan beristirahat.
****
Senja mulai menampakkan keindahannya. Warna jingga yang menyegarkan setiap mata memandang. Begitu pula dengan pria yang sedang duduk di balkon kamarnya. Menatap senja dengan lekat. Karena ia sangat suka senja. Selalu saja ia melamun saat menatap senja. Althafariz Adnan Fiansyah, itulah nama lengkapnya. Lelaki yang akan dijodohkan dengan Kanaya. Namun Adnan sama sekali belum tahu soal perjodohan itu.
Tok tok tok.
Suara dari ketukan pintu kamar Adnan membuyarkan lamunannya .
"Adnan sayang, kamu turun dulu ke bawah ya. Ada yang mau ayah dan ibu bicarakan dengan kamu. PENTING, ibu tunggu ya nak," ujar ibu Adnan di luar kamar dengan sedikit penekanan di kata penting.
Adnan mengernyitkan dahinya. Tidak biasanya ibunya bicara dengan nada seperti itu. Setelah beberapa saat ia segera bergegas menuju ruang keluarga di lantai bawah. Sesampainya di ruang keluarga Adnan langsung duduk di sofa. Sementara Ayah dan Ibunya sudah ada terlebih dahulu. Hanya ada tiga orang yaitu Adnan kemudian ayah dan ibunya. Sebenarnya Adnan punya dua adik. Yang satu adik kandung dan yang satu lagi adik angkat. Hanya saja mereka berdua sedang tidak ada di rumah.
Hanya ada keheningan selama beberapa menit.
"Nak, selama ini ayah tidak pernah meminta sesuatu kepadamu! Lalu apakah sekarang ayah boleh meminta sesuatu?" ucap ayah Adnan memecah keheningan.
"Apa yang ayah katakan, apa saja boleh ayah pinta dariku," ujar Adnan.
"Menikahlah dengan gadis pilihan ayah!" pekik ayah.
Deeggh.
Suasana menjadi lengang. Adnan menjadi canggung. Tak ada kata yang keluar dari mulut Adnan. Perkataan ayahnya serasa menusuk di hatinya. Apa yang harus Adnan jawab. Sementara ia sama sekali tidak berfikir tentang menikah. Memikirkannya saja ia sudah sangat terluka. Mau tidak mau ia harus mengingat masalalunya. Adnan ditinggal oleh tunangannya hanya demi lelaki yang lebih mapan dari dia. Belum sempat ia melupakan wanita itu. Sekarang ia di suruh menikah. Dengan wanita yang tidak ia kenal pula.
"Tapi yah, Adnan kan ba--"
"Itu masa lalumu nak, mau sampai kamu tenggelam dalam derita dan duka nak," ujar ayah Adnan memotong ucapan Adnan yang belum selesai.
"Ayahmu benar nak, lagipula Kanaya anaknya baik, dan sopan. Selain itu dia juga cantik. Pasti cocok sama kamu!" lanjut ibu Adnan menambah penuturan ayah Adnan.
"Adnan pikirkan dulu, yah," ujar Adnan kemudian berlalu meningggalkan kedua orang tuanya. Adnan benar-benar bingung harus berbuat apalagi bila masih berada di hadapan kedua orang tuanya.
Adnan segera menuju kamarnya lagi . Ia tak mendengarkan kata yang terus ayahnya ucapkan. Adnan sangat pusing. Kepala Adnan serasa akan pecah memikirkan kata-kata ayahnya.
Suara adzan maghrib terdengar berkumandang. Tak ingin Adnan berlama-lama, Adnan memikirkan hal itu. Segera ia pergi ke kamar mandi dan bersiap - siap sholat berjamaah di masjid. Meskipun pikiran Adnan sedang kacau, ia tak ingin melewatkan sholat berjamaah hanya untuk hal yang sia-sia dan belum pasti. Apalagi selama ini Adnan hampir tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid. Terkecuali saat ia sakit sampai todak sadarkan diri. Sampai ia harus meninggalkan shalat dan menggantinya.
***
Waktu demi waktu berlalu. Malam semakin larut. Namun Adnan masih saja terjaga, ia sama sekali tidak bisa tidur. Padahal sekarang sudah jam setengah dua dini hari. Mata Adnan tidak dapat tertutup. Permintaan ayahhnya masih terngiang di kepala Adnan. Pusing , lelah, penat. Itu semua yang Adnan rasakan sekarang. Segera ia mengambil air wudhu dan membuka Al-Quran. Beberapa surat ia baca. Hingga suara Adzan Shubuh berkumandang. Segera ia bersiap-siap ke masjid untuk sholat berjamaah.
Sepulang dari masjid Adnan kembali mencoba merebahkan badannya. Ia terlalu capek karena semalaman tidak tidur. Awalnya Adanan sulit untuk menutup mata, di pikirannya selalu terngiang kata-kata ayahnya. Namun, Adnan mencoba menghilangkannya sejenak dan memaksakan agar matanya terpejam. Lama-kelamaan akhirnya Adnan tertidur. Usahanya tidak sia-sia. Matanya sudah terpejam sempurna, bahkan ia sudah tidak menyadari apapun. Bahkan nafasnya pun sudah mulai teratur.
Votting dan komennya jangan di tinggalin biar Author semangat nulis .
Thank kyu.
Salam manis.
◇◇Karina◇◇
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH DI USIA MUDA (Revisi)
SpiritualCover by : @Eziall Seorang gadis SMA yang mempunyai banyak mimpi harus rela mengubur mimpinya hanya karena sebuah perjodohan. Perjodohan yang terjadi karena kematian ayahnya. Tak bisa menolak dan membantah . Hanya bisa merutuki semua nasibnya . Buru...