Adnan melajukan mobilnya menuju sekolah Kanaya untuk menjemputnya. Sesampainya di sekolah ternyata Kanaya sudah menunggu di depan gerbang ditemani ketiga sahabatnya.
Melihat kedatangan Adnan Kanaya langsung berpamitan kepada ketiga sahabatnya dan langsung memasuki mobil. Mobil mereka langsung melesat masuk ke dalam keramaian kota. Mereka tak kemana-mana lagi. Adnan dan Kanaya memutuskan untuk langsung pulang.
Sampai di rumah Adnan dan Kanaya berjalan beriringan. Kemudian mereka melihat ibu Adnan yang sedang menata makanan di meja makan. Adnan heran, karena tidak biasanya ibunya itu ada di rumah jam segini. Kanaya langsung menghampiri ibunya kemudian membantu Ibu Adnan menyiapkan makanan.
"Bu, apakah akan ada tamu?" ujar Adnan.
"Bukan tamu Adnan, tapi adik kamu mau datang!" sahut ibu Adnan.
"Adik siapa, Bu?" tanya Kanaya.
"Adiknya Adnan, namanya Radit!" sahut ibu Adnan.
"Radit???"
Kanaya melihat ibu Adnan yang terus memperlihatkah wajah bahagia dengan senyuman yang menawan. Tapi Kanaya berpikir tentang Radit yang pernah ia kenal. Apakah itu Radit yang sama atau tidak.
'Apakah itu Raditya? ah tidak mungkin kebetulan seperti ini,' batin Kanaya.
Kanaya kembali membantu ibu Adnan. Setelah selesai ia pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri. Kanaya baru selesai sholat sendiri, karena seperti biasa Adnan sholat berjamaah di Masjid. Belum sempat Kanaya turun ia mendengar suara-suara sambutan dari ibu Adnan dan juga beberapa penghuni rumah.
"Kanaya, Radit sudah datang nak!" teriak ibu Adnan.
"Iya bu, sebentar!" jawab Kanaya.
Kanaya segera mengenakan jilbabnya dan turun kebawah. Ia turun dengan sedikit berlari, tapi Kanaya seketika berhenti saat melihat wajah Radit. Ternyata Radit itu adalah Raditya yang ia kenal. Kakinya tak bergerak sama sekali, hingga Adnan memanggilnya.
"Kanaya, ini Radit adik aku!" ujar Adnan.
Adnan meghampiri Kanaya dengan menuntun Kanaya. Kanaya mengikuti Adnan dan berjalan pelan ke arah Radit.
"Assalamu'alaikum Kanaya," sapa Radit.
Kanaya diam tak menjawab. Lidahnya serasa kelu. Dia salah tingkah dan tak tau harus berkata apa. Adnan menyenggol bahu Kanaya hingga menyadarkan keterdiaman Kanaya.
"Wa ... wa ... walaikumsalam," ujar Kanaya tergagap.
"Hai Kanaya apa kabar?" ujar Radit.
"Alhamdulillah baik!" jawab Kanaya.
"Apa kalian saling mengenal?" tanya ibu Adnan.
"Ya ibu, aku sudah bertemu Kanaya beberapa kali!" ujar Radit.
"Benarkah Kanaya?" ujar Ibu melirik ke arah Kanaya.
"Iya ibu, aku pernah bertemu dengan Radit. Tapi aku tidak tahu kalau Radit itu bagian dari keluarga ini!" jawab Kanaya apa adanya.
"Hey Radit, kenapa kamu tidak bilang kalau kamu mengenal Kanaya!" ujar Adnan.
"Maafkan aku kak, aku tidak bermaksud berbohong padamu!" jawab Radit.
"Sudah-sudah kita bicarakan ini nanti saja, ayo kita makan!" ujar ibu.
Kemudian mereka duduk di kursi makan. Kanaya duduk di samping Adnan. Dan Radit di samping ibu. Tapi Kanaya dan Radit saling berhadapan. Situasi seperti ini membuat Kanaya begitu risih. Ia ingin menceritakan segalanya soal Radit kepada Adnan. Agar tidak ada kecurigaan dan juga hal buruk yang terjadi.
Acara makan sedang berlangsung, hanya ada suara sendok dan piring yang beradu. Kanaya makan sambil menundukkan pandangannya kebawah. Sementara Radit yang curi-curi pandang ke arah Kanaya. Adnan yang melihat gelagat dari adiknya itu merasa aneh. Tapi Adnan hanya diam tak mengeluarkan satu kata pun.
"Nanti setelah makan, kita bicarakan semuanya. Dari mana asalmu mengenal Kanaya," ujar Adnan. Sementara Radit hanya mengangguk setuju.
Setelah selesai makan mereka berkumpul di ruang keluarga seperti yang di inginkan Adnan. Adnan berdehem untuk memulai pembicaraan.
"Heemm."
"Boleh aku tahu, di mana kalian mengenal?" tanya Adnan.
Radit membetulkan cara duduknya untuk mencari kenyamanan agar pembicaraan ini tidak begitu tegang.
"Baiklah kak, sebelum aku bercerita aku mau katakan satu hal. Aku harap sebelum percakapan ini selesai kakak tidak mengambil keputusan sepihak dan berpikir negatif kepada Kanaya!" ujar Radit panjang lebar.
Adnan hanya mengangguk pertanda setuju. Sementara Kanaya dan Ibu hanya diam menyimak percakapan mereka berdua. Radit membuka percakapan dengan basmalah.
"Bismillahirrohmanirrahim."
"Waktu itu aku tak sengaja menabrak seorang gadis SMA dengan pakaian mini. Yang biasa aku dan kakak sebut baju kekurangan kain," ujar Radit.
"Lalu?" tanya Adnan.
"Lalu gadis itu jatuh di atas kubangan air kotor bekas hujan. Dan secara tidak sengaja roknya sobek!" ujar Radit.
"Apa hubungannya gadis itu dengan Kanaya?" ujar Adnan.
Adnan menjawab pernyataan Radit dengan kalimat yang tidak sabaran. Kanaya menutup wajahnya dengan kedua tangan mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu. Sementara Ibu Adnan menoleh ke arah Adnan dan Radit secara bergantian tapi tetap tanpa suara.
"Ok, sepertinya ini urusan kalian bertiga. Jadi ibu pikir ibu akan pergi saja!" ujar Ibu Adnan. Ibu berlalu meninggalkan mereka mendengar inti dari pembicaraan itu adalah hal-hal pribadi anak-anaknya. Jadi Ibu Adnan lebih memilih pergi. Tak berselang lama setelah kepergian Ibu. Radit melanjutkan ucapannya.
"Karena gadis itu adalah Kanaya!" ujar Radit dengan suara lantang.
Adnan diam mendengar ucapan Radit. Karena kenyataannya selama ini ia tidak tahu kalau Kanaya dulunya tidak memakai jilbab.
"Teruskan!" perintah Adnan dengan nada lemah.
"Aku mengakatan beberapa kata untuk menyindir Kanaya karena ia memakai baju mini. Dan aku memberikan jaketku kepada Kanaya untuk menutupi roknya yang sobek,"
"Setelah kejadian itu, lama aku tidak bertemu dengan Kanaya. Hari itu aku baru merasakan ada seorang wanita yang menggetarkan hatiku."
"Ada rasa ingin hidup berdua dengan Kanaya. Tapi di sisi lain aku takut. Aku takut bila aku menjalin rumah tangga kejadiannya akan sama dengan kedua orang tua kandungku!"
"Aku takut rasa yang aku miliki bisa menyakiti Kanaya seperti ayahku yang selalu menyakiti ibuku!"
"Aku mulai menyadari bahwa aku mengagumi gadis itu yang tak lain adalah Kanaya. AKU MENYUKAI KANAYA."
Adnan tertegun mendengar semua ucapan adiknya itu. Dia tidak pernah menyangka bahwa sebenarnya adiknya menyukai Kanaya dari pertama bertemu. Bahakan Kanaya pun terkejut mendengar ucapan Radit. Radit merasa lega telah menyampaikan segala rasa yang ia simpan selama ini. Tapi di sisi lain Radit juga sedih. Ia mengusap wajahnya kasar dan menutupinya dengan kedua tangan.
"Semoga apa yang aku katakan tidak akan menjadi masalah besar," batin Radit dalam hati.
Jangan lupa tinggalkan jejak. Votmen.
Thank kyu.
Salam manis.
♡♡Karina♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH DI USIA MUDA (Revisi)
SpiritualCover by : @Eziall Seorang gadis SMA yang mempunyai banyak mimpi harus rela mengubur mimpinya hanya karena sebuah perjodohan. Perjodohan yang terjadi karena kematian ayahnya. Tak bisa menolak dan membantah . Hanya bisa merutuki semua nasibnya . Buru...