#24. Miraculous Sounds

5K 276 25
                                    

Hanna memandang dengan kesal mesin minum otomatis dihadapannya. Rasanya ingin sekali ia menendang mesin besar itu. Tapi salah satu kakinya masih menggunakan gips sedang yang lainnya berdiri bertopang kruk yang diapit di ketiaknya.“Heizz!!” Dengan wajah cemberut Hanna mengeluarkan uang logam dari dalam tas mungilnya dan memandangnya lekat-lekat satu-satunya uang logam yang tersisa. “Eommaaa...hiks.” Saat uang logam terakhir yang ia masukkan ke dalam mesin minum otomatis tak juga mengeluarkan minuman yang ia pilih, Hanna mulai menangis kecil karena kesal.

“Cantik...mau minum apa?”

Hanna mengangkat wajahnya dan melap air mata yang membasahi pipinya. Telunjuk mungilnya mengarah pada deretan minuman kaleng yang sangat ia inginkan.

“Kopi? Kau masih sangat kecil untuk minuman itu. Apa orang tua mu yang mengajarkan kau minum itu! Ck...orang tua macam apa itu!”

“Jangan bicara jelek tentang eomma ku!” Hanna mendengus kesal dengan suara aneh yang berasal dari hidungnya yang tersumbat. “Itu bukan untuk ku!” Terdengar suaranya yang memelas lagi.

“Lalu untuk siapa?”

“Untuk eomma.” Hanna menundukkan kepalanya. “Tadi aku dengar eomma mengeluh pusing dan ingin minum kopi dingin ke bibi Geun Young. Tapi gara-gara mengkhawatirkan ku tadi, eomma sampai lupa beli.”

“Ah~. Lalu mengapa kau yang membeli? Mana eomma mu? Mengapa ia membiarkan mu membelinya seorang diri?”

“Eomma ketiduran tadi. Eomma pasti kecapekan sudah merawat Hanna selama ini. Kasihan eomma.” Airmata Hanna kembali mengalir turun.

“Hei...jangan menangis manis, biar aku yang membelikannya untuk eomma mu.” Wanita itu mengusap pipi Hanna. “Nah...ini dia. Berikan kepada eomma mu. Tak perlu  mengatakan ini dari ku, araso.” Hanna menatap kopi kaleng di tangannya dengan mata berbinar.

“Kamsahamnida. Kamsahamnida.” Hanna membungkukkan tubuhnya sambil terus tersenyum.

“Siapa nama mu?” Wanita itu menuntun Hanna untuk duduk di kursi dekat mesin minuman.

“Moon Hanna, usia 6 tahun.”

“Wah...kau sangat pintar. Dengar... aku juga mempunyai seorang teman yang hampir seusia mu, jika kalian bertemu pasti kalian akan menjadi teman baik.”

“Apa dia anak perempuan juga?” Wanita itu mengangguk kecil, ia terus tersenyum menatap wajah polos Hanna dengan  mata berbinar. “Kalau begitu kami pasti bisa menjadi teman yang baik.” Hanna tersenyum dengan penuh bersemangat.

Wanita itu lalu menatap Hanna lekat-lekat. “Lalu mengapa kaki Hanna seperti ini? Dan ini juga?” Tangan wanita itu mengusap kepala Hanna yang masih berbalut perban dengan cervical collar-penyangga di lehernya. Hanna terkikik saat melihat kearah gips yang menyelimuti hingga ke pangkal lututnya. Wanita itu menatap takjub Hanna yang seolah luka pada tubuhnya itu sebuah kesenangan. “Mengapa Hanna tertawa?” Tanyanya bingung bercampur geli.

Hanna mengeluarkan spidol warna-warninya dari dalam tas dan mengulurkan kepada wanita itu. “Karena semua doa-doa orang yang sayang sama Hanna ada disana.” Tanpa merasa takut Hanna mengangkat kakinya dan diletakkannya diatas paha wanita itu. “Lihat...tulisan eomma paling besar berwarna pink dan penuh tanda cinta.” Hanna memamerkan deretan gigi kecil-kecil putihnya.

Wanita itu menatap tulisan tangan yang Hanna tunjuk. 'Bayi mungil ku Moon Hanna, kesayangan eomma. Selalu bersama selama lamanya. Yang selalu cinta, eomma.' Wanita itu membaca dalam hati tulisan tangan ibunya Hanna. “Pasti eomma Hanna sangat baik dan lembut hatinya.” Wanita itu tersenyum lebar merasakan hatinya yang menghangat. Sudah lama ia tak merasa seperti itu. Merasakan bagaimana hangatnya hubungan antara anak dan ibu. Semenjak suaminya meninggal dunia, ia menarik dan membenamkan diri pada kesibukan pekerjaannya.

I Love You TwiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang