07

46 9 97
                                    

   Rena asyik mengutak-atik ponselnya ketika pintu kamar terbuka. Rena menoleh, dia bangun menatap Hokuto yang melangkah dan duduk di dekatnya. "Kata Ayah, beberapa hari ini ada teman laki-lakimu datang dan baru pulang jam sebelas malam," ucap Hokuto, "siapa dia?"

   Rena diam, dia tahu Ayah pasti memberitahu Hokuto. "Itu Nagatsuma-Kun, Kak," ucap Rena pelan, "aku membantunya menyelesaikan tugas sekolah."

   "Setiap hari? Lalu bagaimana dengan tugasmu?" tanya Hokuto.

   "Aku sudah menyelesaikannya," ucap Rena.

   Hokuto menghela napas. "Dengar," ucap Hokuto, "aku tidak masalah kalau kau membantu temanmu. Tapi kau tidak perlu membantu mereka setiap saat. Kau punya tugas sendiri, tugas diberikan untuk mengukur kemampuan kalian. Kalau dia selalu dibantu, dia tidak akan mandiri."

   "Aku tahu," ucap Rena, "tapi aku juga tidak tega melihatnya mengerjakan tugas lima orang se...."

   "HAH?! LIMA ORANG?!"

   Rena terperanjat, dia menggigit bibirnya dan merutuki diri. Sialan, kenapa dia harus kelepasan bicara? Rena menunduk, dia tidak berani menatap wajah Hokuto yang sudah membelalakkan mata mengerikan. "Bagaimana bisa kau mengerjakan tugas untuk lima orang?!" Hokuto setengah menyentak. Dia menoleh, matanya semakin melebar melihat barang-barang berserakan di kamar Rena.

   "Kakak, dengarkan aku," ucap Rena, dia sudah akan menangis, "aku merasa Nagatsuma-Kun sedang mengalami penindasan. Aku tidak tega membiarkannya mengerjakan semua tugas ini sendirian."

   "Apapun itu, kau tidak seharusnya membantunya!" sahut Hokuto, dia beranjak dan menunjuk barang-barang itu. "Kalau besok aku masih melihat barang-barang itu, aku akan membuangnya," ucap Hokuto, dia berjalan keluar kamar. Rena tidak tahan, dia berdiri dan berteriak, "Kakak! Aku tidak mungkin membiarkan dia ditindas seperti itu! Kalau Kakak ada di posisiku, kau juga akan melakukan hal yang sama! Apa Kakak akan diam saja kalau salah satu teman Kakak ditindas?! Tidak, kan?!" Rena terengah-engah, tangannya mengepal. Dia bisa merasakan Hokuto sedang memikirkan ucapan Rena.

   Hokuto menghela napas, dia menoleh dan berkata, "Sayangnya tidak ada satupun temanku yang akan diam saja saat dirinya ditindas. Dan kalau aku jadi kau, aku tidak akan mengiyakan penindasan itu. Aku akan membantu temanku menemukan keberanian untuk melawan penindasnya, bukan seperti yang kau lakukan sekarang." Hokuto berbalik, dia keluar kamar meninggalkan Rena yang termangu.

   Rena diam, dalam hati dia membenarkan ucapan Hokuto. Seharusnya Rena memberi Reo keberanian untuk melawan penindasnya, bukan malah seperti ini. Tapi bagaimana caranya? Rena tidak pernah mengalami penindasan seumur hidupnya, entahlah tapi menurut beberapa temannya itu karena semua murid takut kepada Hokuto.

   Ah!

   Rena mengambil ponselnya, dengan cepat dia mengirimkan pesan.

RenaChan : Nagase Senpai, apa kau sudah tidur?

   Rena menunggu pesan balasan dengan cemas. Saat ini, hanya Ren yang terlintas di pikirannya. Apalagi Ren yang memberitahu Rena soal penindasan yang dialami Reo. Rena menunduk, dia segera membaca pesan balasan dari Ren.

KingNagase : Kau ingin membahas soal penindasan yang dialami Nagatsuma-Kun, kan?

   Rena mengerutkan dahi. Bagaimana dia bisa tahu? Rena baru akan membalas saat sebuah pesan dari Ren masuk.

KingNagase : Kakakmu membuka diskusi soal itu di grupchat. Kalau pendapatku, aku setuju dengan kakakmu. Daripada kau membantunya seperti itu, lebih baik kau memberinya keberanian untuk melawan anak-anak itu. Bukan apa-apa, masalahnya kalau kau begini, bisa saja nanti kau juga ikut ditindas. Aku dan yang lain sepakat kalau keadaan semakin buruk, kami yang akan mengambil tindakan.

Love, Love, Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang