29

73 9 173
                                    

2 bulan kemudian...

“Iya, aku juga merindukanmu. Astaga, kau baru dua bulan ada disana, kenapa kau bicara seakan kita tidak bertemu sepuluh tahun?”

Kaede menoleh, dia mengintip melalui celah pintu kamarnya yang setengah terbuka. Terlihat Sora mondar mandir di kamar sebelah, dia sesekali tertawa dan tampak berbicara dengan seseorang lewat ponsel. Kaede menghela napas, dia sudah tahu Yasui yang menelepon. Memang siapa lagi? Kaede mendengus, dia berbalik dan kembali fokus dengan buku teksnya.

Haaaah.

Kaede menutup bukunya agak keras, dia kesal dan mengambil ponselnya di meja. Notifikasi di ponselnya hanya timbunan pesan di grupchat, dan bahasan mereka sama sekali tidak bermutu. Kalaupun ada yang mengirimi pesan secara pribadi, itu pasti Jesse atau Shori yang menanyakan soal tugas kepadanya.

Tidak ada nama Sanada muncul di notifikasinya.

Kaede kembali menoleh mendengar suara tawa Sora, rasa iri menyelinap memenuhi benaknya. Betapa beruntungnya Sora, memiliki kekasih yang begitu perhatian seperti Yasui. Menelepon setiap saat, mengirimi pesan, pokoknya menyenangkan sekali.

Sanada?

Jangankan menelepon, bahkan sejak keberangkatannya ke Amerika Serikat waktu itu dia sama sekali tidak mengirim pesan kepada Kaede. Kaede mencoba mengirim e-mail, namun tak ada satupun yang dibalas. Sekali dua kali, Kaede mengira Sanada pasti masih sibuk mengurus keperluannya selama disana.

Tapi Yasui masih sempat menghubungi Sora, kenapa Sanada tidak?

Kaede menunduk, dia merasa sangat sedih. Jangan-jangan Sanada bertemu dengan gadis yang lebih cantik dari Kaede. Lebih anggun, lembut, tidak pemarah dan urakan seperti Kaede, lalu jatuh cinta dengan gadis itu dan melupakan Kaede begitu saja. Kaede mengerang, dia membanting pelan ponselnya ke meja dan menghela napas lalu berbaring di lantai. Kaede berusaha keras tidak menangis, untuk apa toh Sanada juga tidak akan melihat tangisannya.

Dasar payah.

Sora menengok ke kamar Kaede, dia menutup pintu kamarnya perlahan dan duduk di tepi ranjang. “Ne, Yasui,” Sora memelankan suaranya, “apa kau tinggal bersama Sanada?”

Tentu saja tidak,’ jawab Yasui, ‘dia tinggal di flat yang dekat dengan kampusnya, kan. Memangnya kenapa?

Sora menghela napas. “Kalau kulihat dari ekspresi Kaede, sepertinya Sanada sama sekali tidak menghubunginya,” jawab Sora, “anak itu, dia sama sekali tidak peka, ya.”

Dia juga jarang menghubungiku, kok,’ jawab Yasui.

Sora menghela napas, dia membalas, “Jarang berarti masih pernah sekali atau dua kali, Yasui.”

Terdengar suara kekehan Yasui, Sora tersenyum mendengarnya. Sora bisa dengan jelas membayangkan wajah Yasui saat tertawa, dan itu membuat Sora sangat merindukan pemuda itu. ‘Baiklah, aku akan meneleponnya nanti, dan akan kuminta dia menghubungi Kaede,’ ucap Yasui, ‘ah, aku selalu menelepon anak itu tapi dia tidak pernah menjawab panggilanku.

“Jelas saja, kau meneleponnya saat dia sedang belajar,” sahut Sora.

Okay. Aku akan menghubungi kalian nanti. Tolong jaga Kaede, ne, Sora-Chan?

“Kau bisa mengandalkanku.”

I love you.

“I love you too.”

Terdengar suara kekehan Yasui sebelum sambungan telepon terputus. Sora menghela napas, dia membuka pintu dan melihat kamar Kaede sudah tertutup. Kaede pasti sudah tidur, atau dia pergi keluar. Kebiasaan Kaede, keluar tanpa pamit. Sora menghela napas, dia lalu menutup pintu kamarnya.

Love, Love, Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang