17

64 10 67
                                    

“Bersulaaaaaaang!”

Haru, Kai, Jinguji, Kento, Kishi, Shori, Noeru, dan Miyachika mengangkat gelas mereka, lalu meminum teh dan tertawa-tawa. “Biasanya kalau bersulang pasti sake,” ucap Shori, Noeru menyahut, “kalau usia kita sudah 20 tahun, teh ini akan berganti jadi sake.” Kishi terbatuk pelan, dia menunjuk Kento dan berkata, “Sampai sekarang aku tidak menyangka kalau anak ini akan benar-benar menyusulmu kemari, Haru-Chan. Kukira dia hanya bercanda.” “Pantas saja aku tidak pernah lagi melihatnya,” ucap Shori, “kukira dia depresi karena kau meninggalkannya.”

“Aku yang sekarang sekelas dengannya saja masih tidak percaya,” sahut Haru, dia menoleh dan melotot kearah Kento yang menatapnya sumringah. “Jangan menatapku begitu! Dasar idiot!” sentaknya.

“Aku idiot karena rasa cintaku,” ucap Kento.

“Jijik,” balas Haru, dia bergidik.

Suara tawa memenuhi ruang tamu rumah nenek Haru. “Tapi suasana di rumah ini benar-benar menyenangkan, ya,” ucap Kishi sambil menatap kearah halaman yang sudah tertutup salju, “rasanya seperti berada di jaman kerajaan kuno.” “Sejak kecil, aku paling suka menginap disini,” ucap Haru, “tapi karena aku dulu beranggapan kalau tempat ini tidak modern, makanya aku menolak saat Nenek memintaku menemaninya disini.”

“Kenyataannya sekarang kau disini,” ucap Shori.

Haru tersenyum saja. “Liburan tinggal tiga hari,” ucap Kishi, “ah, kalian harus ke Tokyo saat liburan akhir tahun, ya. Nanti kita pergi ke pusat kota.” Miyachika dan Noeru mengangguk semangat, kelihatan sekali mereka sangat senang. Shori menatap Haru yang sibuk dengan manganya, dia berucap, “Kau akan datang, kan, Haru-Chan? Pesta akhir tahun, yang selalu kita lakukan.”

Yang lain menoleh kearah Haru yang terdiam. Haru menghela napas panjang, dia menutup manga dan meletakkannya di meja. Haru menatap yang lain, dia tersenyum kecil dan berkata, “Sepertinya aku tidak akan datang. Kalian ajak saja Miyachika dan Noeru, mereka belum pernah ke Tokyo.” Haru beranjak, dia meninggalkan yang lain. Shori menghela napas, dia menoleh dan melihat Kento menatap sedih Haru. “Ano…” Miyachika berucap pelan, “sebenarnya… apa yang terjadi?” “Sepertinya Haru-Chan sangat menghindari Tokyo,” sambung Noeru, “aku ingin bertanya tapi dia selalu menghindar.”

Haru melangkah ke dapur, dia berjongkok di sebelah Nenek yang mengupas kentang. Haru meraih sebuah bambu, dia meniup api di tungku dan memandanginya. “Kau kenapa kemari, hah?” tanya Nenek sambil terus mengupas kentang, “sana, temani tamu-tamu itu. Mereka jauh-jauh datang dari Tokyo dan kau malah disini. Dasar bodoh.”

Haru tidak menjawab, dia masih fokus mengatur besarnya api. Nenek berhenti mengupas, dia menoleh menatap cucu semata wayangnya itu. “Sampai kapan kau akan terus menghindari anak itu?” tanya Nenek, “setidaknya, kau pikirkan perasaan temanmu yang lain. Untuk apa kau menghabiskan waktumu hanya untuk memikirkan anak itu?”

“Kau orang tua, jangan berkomentar kalau tidak tahu apa-apa,” sahut Haru.

Nenek memukul kepala Haru dengan tongkat kayu di dekatnya. “Aw, Nenek!” Haru memekik keras. “Berani sekali kau mengataiku orang tua, hei aku ini nenekmu!” sahut Nenek kesal. Haru berdecak, dia membalas, “Aku memanggilmu nenek karena kau sudah tua! Terima saja kenyataan itu, dasar keriput!”

“Aku juga pernah muda!”

“Aku masih muda!”

“Setidaknya saat aku muda, aku tidak pengecut seperti dirimu.”

Haru terdiam mendengar ucapan Nenek. Nenek memang sering mencelanya, tapi ucapan barusan seakan menghantam dada Haru. “Kau senang berkelahi, kau sering berurusan dengan polisi karena memukuli orang lain, tapi menghadapi satu orang saja tidak bisa,” ucap Nenek, “kalau kau memang tidak mau Morita itu pergi dari sisimu, beritahu dia! Katakan dengan keras di depan hidungnya kalau kau tidak suka dia berhubungan dengan gadis itu, kalau perlu teriakkan itu di telinganya! Kau pikir kalau kau lari, dia akan mengerti kalau kau tidak menyukai hubungannya dengan gadis itu, hah?!” Nenek menghela napas, dia berujar, “Kau sekolah di tempat terbaik, tapi otakmu tidak bekerja. Apa, sih, yang kau makan setiap hari?”

Love, Love, Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang