18

57 10 101
                                    

“Aku berangkaaaaaatttt!”

Kaede berlari keluar rumah, dia meninggalkan Yasui yang masih sarapan. Salah sendiri, siapa suruh bangun terlambat. Ini hari pertama masuk sekolah setelah liburan, dan Kaede tidak sabar bertemu teman-temannya. Dia juga tidak sabar ingin menceritakan semua yang dialaminya kepada Haru.

Eh, Haru kan sudah pindah ya.

Kaede menghela napas, dia berjalan santai menuju halte bis. Kaede berbelok, dia seketika berhenti melihat Sanada berdiri di persimpangan. Sanada menoleh, dia tersenyum kepada Kaede. “Ohayou,” sapanya ramah, dia menoleh sejenak kearah rumah Kaede lalu berkata, “aku tadinya ingin mampir ke rumahmu, tapi kalau aku muncul, kakakmu pasti akan mengamuk.”

Kaede terdiam, dia masih memandangi Sanada. Sanada mengerutkan dahi, dia mengibaskan tangannya di depan mata Kaede. “Ayo berangkat,” ucap Sanada, dia meraih tangan Kaede dan menggandengnya. Kaede terkejut, dia tidak percaya dengan penglihatannya. Kaede tidak sedang bermimpi, kan? Sanada menggandeng tangannya, rasanya lembut sekali. Genggaman tangan Sanada erat, tapi tidak membuat tangan Kaede sakit. “Maafkan aku,” ucap Sanada mengagetkan Kaede, “aku sama sekali tidak bermaksud melakukan semua itu.”

Kaede menunduk, jantungnya berdegup sangat kencang mengingat kejadian malam itu. “Tidak usah dibahas lagi,” ucap Kaede, “aku tidak mempermasalahkannya, kok.” Kaede berusaha menormalkan detak jantungnya, jangan sampai Sanada menyadari kegugupannya sekarang. “Ne, Senpai,” Kaede mencoba mengalihkan pembicaraan, “kudengar ujian masuk universitas akan diadakan sebentar lagi. Bagaimana dengan persiapanmu?”

“Aku malah tidak belajar,” ucapan Sanada membuat Kaede mencelos, “aku sakit kepala setiap kali melihat buku teks atau membaca soal latihan. Sepertinya aku butuh sedikit istirahat.”

Kaede diam, dia memekik tertahan mengejutkan Sanada. “Hirano-Kun baru saja memulai kafe eskrimnya, kudengar eskrim disana sangat enak. Bagaimana kalau Senpai kesana?”

“Sendiri saja? Bagaimana kalau kau ikut?” tanya Sanada.

“Eh?” Kaede menatap Sanada. Sanada tersenyum, dia berucap, “Bagaimana kalau kita kesana bersama? Aku yang traktir.”

Kaede terdiam. Ini ajakan kencan, bukan sih? Atau ajakan makan eskrim biasa? “Um… baiklah, kutemani,” jawab Kaede, dia tersenyum. Kaede benar-benar senang, sepertinya ada harapan soal hubungannya dengan Sanada. Urusan Yasui, Kaede yang akan menghadapinya nanti.

*

“CURANG!”

Kai, Jinguji, Shori, dan Kishi tertawa keras, sementara yang lain merengut menatap mereka. “Kenapa kalian tidak memberitahu kalau kalian menemui Haru?!” sahut Taiga, “aku juga mau kesana!” “Dia baik-baik saja, kan?” tanya Jesse, “dia tidak berkelahi dengan teman-temannya disana, kan?” “Aku tidak percaya, Nakajima itu benar-benar menyusul Haru kesana,” sahut Sho, “kukira dia hanya sembarangan bicara.” “Tapi entah kenapa aku jadi kagum dengan anak idiot itu,” ucap Hokuto, “maksudku, dia benar-benar menunjukkan perasaannya kepada Haru, dan tidak menyerah meskipun… yah, kalian tahu bagaimana sikap Haru kepadanya.”

“Jahat,” Ren berucap singkat.

Shori menoleh, dia beranjak dan berlari. “Morita-Kun!” panggil Shori, “oi!”

Myuto berhenti, dia menoleh menatap Shori. Shori menatap sekilas kearah Erina yang bersama Myuto, dia menoleh kearah pemuda itu dan berucap, “Aku butuh bantuanmu. Kau tahu, Ueda Sensei memintaku menyiapkan perlengkapan untuk pertandingan basket antar kelas. Kau bisa membantuku, kan?”

“Kenapa kau tidak minta bantuan yang lain saja?” tanya Erina.

“Memangnya kenapa kalau aku minta bantuan Morita-Kun? Tidak boleh?” Shori balik bertanya.

Love, Love, Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang