25

57 8 32
                                    

“Pesta akhir tahun?”

Haru mengangguk, dia berjalan pelan bersama Noeru, Miyachika, dan Kento menyusuri area pertokoan. “Orang Tokyo senang sekali berpesta, ya,” komentar Noeru, “malam natal berpesta, akhir tahunpun berpesta.” “Tapi menyenangkan sekali, kita bisa memakai pakaian yang keren dan melakukan banyak kegiatan menarik,” sahut Miyachika senang, “haaaah, aku sudah tidak sabar ingin berpesta.”

Haru tersenyum saja melihat Noeru dan Miyachika asyik berceloteh penuh semangat soal pesta akhir tahun nanti sore, dia menoleh menatap Kento yang memandanginya. “Kau kenapa menatapku begitu, hah?” sahut Haru, dia membuang muka. Haru masih ingat semua yang didengarnya tempo hari. Sebagian dari dirinya merasa bersalah kepada Kento. Kento, orang idiot ini benar-benar menyayanginya. Haru ingat ucapan Mama, yang mengatakan bahwa cinta yang sejati adalah cinta yang tidak mengharapkan balasan apapun. Kento adalah contoh nyata ucapan Mama. Selama ini, Haru tidak pernah melihat atau merasakan Kento memaksanya menjadi kekasihnya. Kento hanya dengan jelas menunjukkan rasa sukanya, tanpa ada usaha untuk membuat Haru membalas perasaannya.

Drrt. Drrt.

Haru berhenti, dia merogoh saku jaketnya mengambil ponsel. Haru mengerutkan dahi melihat nama Myuto muncul di layar. Untuk apa Myuto meneleponnya? Haru menghela napas, dia menjawab panggilan itu. “Halo,” ucap Haru, dia berusaha menormalkan suaranya.

Miyazaki, aku…. Hatchiu!

Haru berjengit kaget mendengar suara bersin di seberang. “Oi, kau kenapa?” tanya Haru.

Aku butuh bantuanmu. Aku—hatchiu!—sendirian di rumah,’ suara Myuto terdengar sengau seperti orang sedang flu.

Haru menghela napas, dia mematikan sambungan telepon dan menatap yang lain. “Kalian jalan-jalan saja duluan, aku menyusul,” ucap Haru, dia segera berlari meninggalkan Kento, Noeru, dan Miyachika. “Lho, mau kemana dia?” tanya Miyachika. Kento menatap Haru yang menjauh, dia menoleh kearah yang lain dan menjawab, “Dia ada urusan. Ayo, kita jalan-jalan. Aku akan menunjukkan tempat yang menarik hari ini. Ayo.”

Haru berlari kencang, dia berbelok dan segera masuk ke rumah Myuto. “Myuto!” panggil Haru, dia berlari menaiki tangga dan menjeblak masuk ke kamar Myuto. Haru diam, dia melongo melihat banyak tissue berceceran di lantai kamar Myuto. Myuto bergelung di ranjangnya, dia tampak berantakan. “Astaga, kau ini kenapa?” Haru duduk di dekat Myuto, tangannya menyentuh dahi pemuda itu. “Ya ampun, panas sekali,” ucap Haru, “kau kenapa bisa demam begini hah? Apa yang kau lakukan?”

“Aku pergi ke pantai,” ucap Myuto, dia kembali bersin dengan kencang mengejutkan Haru. Haru melongo, dia menoyor kepala Myuto. “Baka! Kau pikir kita sedang liburan musim panas?!” sahut Haru kesal, “ini musim dingin, Morita Myuto! Kau kenapa jadi bodoh, sih?!”

“Tapi Erina…”

“Erina?! Jadi Erina yang mengajakmu kesana?! Sebenarnya siapa yang bodoh?! Kau, dia, atau kalian berdua?!” Haru berdecak, dia segera beranjak keluar dari kamar Myuto. Haru berjalan menuju dapur dengan sedikit menghentakkan kakinya. Biar saja, biar Myuto tahu kalau dia marah. Lagipula, kenapa Myuto tidak menolak saja saat Erina mengajaknya ke pantai? Kenapa otak Myuto jadi tidak berfungsi sejak berpacaran dengan Erina, menurut saja dengan permintaan gadis itu. Haru mengeluarkan beberapa sayuran dari kulkas, dia mulai membuatkan bubur untuk Myuto. Haru memang tidak bisa memasak, tapi kalau sekedar membuat bubur saja dia juga bisa.

Setelah beberapa saat, Haru kembali ke kamar Myuto dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air mineral. Haru masuk kamar, dia meletakkan nampan di meja dan mengambil mangkuk bubur itu. “Makan,” ucap Haru, dia menyendokkan bubur itu dan menyuapkannya kepada Myuto. Myuto memakan suapan pertama, seketika dia tersedak. “Oi! Aduh, kau kenapa?” Haru terkejut, dia buru-buru mengambil tissue dan mengelapkannya ke bibir Myuto. Myuto terbatuk sejenak, dia lantas menatap Haru dan berucap, “Panas.”

Love, Love, Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang