Kyoto, awal musim dingin…
“Haru-Chan!”
“Oiiii, ayo cepat!”
Haru berlari keluar kamar, dia memakai sepatunya dengan cepat. Haru berbalik, dia berteriak, “Nenek, aku berangkat!” Haru keluar rumah, dia berlari menghampiri Miyachika dan Noeru, dua teman barunya di SMA Inokura, sekolah barunya di Kyoto. Haru sangat bersyukur Papa tidak jadi memasukkannya ke sekolah khusus perempuan. Dia berterimakasih kepada Nenek, yang malah memarahi Papa—bahkan memukul kepalanya—karena akan memasukkan Haru ke sekolah khusus perempuan.
“Kau mau anakmu ini mati kebosanan, hah? Dia sudah menurutimu dengan pindah kemari, kalau begitu sekarang turuti keinginannya! Aku tidak mengijinkanmu mendaftarkannya ke sekolah khusus perempuan!”
Begitulah omelan Nenek yang menyelamatkannya.
“Tumben sekali kau bangun kesiangan,” suara Miyachika membuyarkan pikiran Haru, “biasanya saat kami datang kau sudah menunggu di depan rumah.” “Semalam kau begadang, ya?” tanya Noeru. Haru terkekeh, dia menjawab, “Di sekolah lamaku, selama tujuh hari di awal setiap pergantian musim selalu diliburkan. Aku lupa kalau aku sudah di Kyoto.” Haru menghela napas, dia dan dua temannya ini kembali berjalan sambil membahas banyak hal. Setiap kali Haru melihat Miyachika dan Noeru, dia teringat dengan Shori dan Kishi. Bagi Haru, dua orang ini memang tidak seberisik Shori dan Kishi. Tapi untuk ukuran murid-murid di Kyoto yang sopan dan pendiam, mereka sudah sangat berisik.
“Wah, enak sekali di sekolah lamamu,” ucap Noeru, “disini tidak ada yang seperti itu.” “Kita hanya kenal libur akhir tahun dan libur musim panas,” sambung Miyachika, “sepertinya menyenangkan sekali, ya, bersekolah disana.”
Haru tersenyum kecil, dia menatap langit. Salju pertama belum turun. Haru masih ingat, dia selalu berlibur bersama semua temannya di libur awal musim dingin. Haru menghirup dalam-dalam udara pagi, rasanya sejuk. Bagaimana kabar mereka sekarang, ya? Sudah lama Haru tidak menghubungi yang lain. Terakhir Haru menerima pesan dari Kai soal hubungannya dengan Jinguji, dan Haru sangat senang membaca pesan itu. Akhirnya mereka berdua bersatu juga.
“Miyazakiiiii!”
Haru berhenti, dahinya berkerut mendengar ada yang memanggil namanya. ‘Sepertinya aku pernah mendengar suara itu,’ batin Haru, dia menatap Miyachika dan Noeru. “Oi, ada yang memanggilku, ya?” tanya Haru. Miyachika menoleh, dahinya berkerut dan dia mencolek bahu Haru. Haru menoleh, matanya terbelalak lebar melihat seseorang berlari kearahnya sambil melambaikan tangan. “Yokattaaaaaa,” ucapnya, “syukurlah aku bisa melihatmu lagi.”
Eh.
Hah?
HAH?!
“Kau!” Haru sangat tidak menyangka melihat Kento berdiri di depannya. Haru terbelalak, dia semakin kaget melihat Kento memakai seragam SMA Inokura. “Apa yang kau lakukan disini?!” teriak Haru. Haru menatap Noeru dan Miyachika, dia berucap, “Oi, cubit aku. Aku tidak sedang bermimpi, kan?” Miyachika mencubit pipi Haru, gadis itu memekik dan melongo kaget menatap Kento yang memasang senyum bodohnya yang sangat dikenal Haru. “Aku sudah bilang, kan,” ucap Kento, “aku akan menyusulmu ke Kyoto. Untung saja pamanku masih tinggal disini, jadi Ibu mengijinkanku pindah ke Kyoto. Tapi aku sangat tidak menyangka kita satu sekolah lagi, Miyazaki. Aku senang sekali.”
Haru terdiam, dia tercengang menatap Kento. Sebenarnya Kento ini punya otak tidak, sih? Kenapa dia sampai bertindak sejauh ini? “Oh, iya,” Kento menyerahkan sebuah tas di tangannya, “ini titipan dari Ueda Sensei. Dia, kan, berjanji akan memberi hadiah kepada semua murid kelas 2A kalau memenangkan pertandingan di pekan olahraga. Waktu Ueda Sensei tahu aku akan pindah ke Kyoto, dia menitipkan ini untukmu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Love, Love (Completed)
FanfictionCinta itu sulit ditebak. Cinta itu datang di saat tidak terduga, dan pergi tanpa aba-aba. Cinta adalah sesuatu yang selalu berhasil mengubah kehidupan semua manusia. Ada yang berubah manis, adapula yang berubah menjadi pahit. Yang jelas, Cinta adala...