BAB 30: HANTU PENASARAN

45K 7.1K 375
                                    

H A N T U

P E N A S A R A N

Harga desain interior dan pernak-pernik di dalam rumah Nicholas kujamin bisa memberi makan warga sekampung selama tiga bulan. Kamar mandinya pun cukup untuk tamu dari kampung itu buang hajat bergantian: tersedia dua kamar mandi, khusus pria dan khusus wanita, lalu di dalamnya masih ada tiga toilet, dua wastafel dengan keran sensor, sebuah bangku panjang, serta cermin lebar yang melapisi dinding. Di salah satu sisi dinding, terdapat pengharum ruangan otomatis yang menyemprotkan wangi kopi setiap beberapa menit sekali. Aku seolah sedang menumpang di resort bertema joglo, bukan rumah pribadi sebuah keluarga.

Begitu Nicholas sudah cukup jauh dari jangkauan pendengaran, aku mematikan keran wastafel. Kutarik napas dalam, mengatur kembali iramanya, lega karena akhirnya ada ruangan yang tak diawasi kamera. Segera aku masuk ke salah satu bilik, mengunci pintunya lalu duduk di atas tutup toilet yang bersih mengilat. Kurogoh kantong di bagian bawah gaun, mengeluarkan benda hitam persegi panjang. Benda itu menyala terang, meledekku dengan permintaan sandi. Tanganku yang lain langsung membuka tas lebar-lebar. Di dalam, ada sebuah alat kecil dengan bentuk menyerupai USB. Alat itu tak lain tak bukan adalah teknologi mutakhir buatan Ganesha, didesain khusus untuk meretas alat elektronik target-target kami.

Terbukti, setelah kucolokan moncong alat ke dalam lubang, kode sandi pun terpecahkan. Ponsel terbuka, menampakkan sederet ucapan selamat ulang tahun ke-60. Senyumku merekah, membaca doa-doa dengan riang. Satu tumbang, tinggal satu lagi.

Setelah selesai, aku mengembalikan semua barang pinjaman ke tempatnya. Waktuku tidak banyak. Ibunda tercinta Nicholas tak nampak memegang ponsel dari pertama aku hadir. Tasnya juga tidak terlihat. Sepertinya beliau sengaja meninggalkan barang-barang demi menyambut tamu yang hadir. Aku baru saja berniat keluar dari bilik ketika terdengar suara seseorang membuka pintu secara kasar. Otomatis, gerakanku terhenti.

"Kan gue udah bilang jangan kasih tau dia."

Kewaspadaanku meningkat. Suaranya amat familiar. Jika saja Nicholas tidak membocorkan kehadirannya beberapa menit yang lalu, mungkin aku tak akan percaya.

"Gue lagi di ulang taun bokapnya."

"Iya. Mawar, kan? Yang merah aja. Biasanya juga pake yang merah," kata Nina lagi setelah beberapa saat. Telingaku menajam. Mawar sungguh topik yang sensitif. Sejak kapan ada orang membicarakan tentang mawar di kamar mandi? Aku ingin segera menghubungi Ganesha, bertanya kepada siapa cewek itu berbicara. Ulang tahun Nicholas masih lama, jadi sudah mawar tidak ditujukan kepada sahabatnya yang itu.

"Dah. Sampe ketemu." Cewek itu mematikan telponnya.

Aku duduk mematung. Jangankan bergerak, bernapas pun aku tak berani. Yang mampu kulakukan hanya menunggu. Aliran air dari keran, terciprat ke bawah, kemudian mati dan digantikan bunyi tisu yang ditarik dari tempatnya. Napasku baru bisa lewat ketika suara tempat sampah kalengan dibuka, disusul bunyi engsel pintu yang dibuka pelan. Aku menghitung sampai tiga puluh, berjaga-jaga. Setelah yakin tak ada orang, aku akhirnya keluar, mencuci tangan dan membasuh bagian baju yang kini lengket. Noda sirup kemerahan terlihat jelas.

Satu tempat lagi habis ini. Harus cepat, sebelum yang punya ponsel menyadari kehilangannya. Nicholas juga akan mencariku. Aku berjalan ke arah yang berlawanan dari kedatangan. Kamera pengawas mengikuti gerak-gerikku, setia mengawasi tiap langkah hingga garukan hidung yang kulakukan. Denah lengkap rumah ini tak pernah kulihat, namun instingku mengatakan, tempat itu ada di atas. Untuk mengusir kecurigaan, aku pun mengambil ponsel dari dalam tas.

"Hello?" ucapku kepada teman bayangan.

Kakiku berderap cepat menaiki tangga. Ini satu-satunya cara untuk tidak menimbulkan kecurigaan pada CCTV. Aku tidak mungkin menyamar jadi orang lain, pun tidak punya kemampuan super untuk tidak terlihat, maka aku harus dikenali sebagai Gratcheva, yang memang sengaja naik ke lantai atas tanpa diundang untuk mencari privasi. Menelepon siapapun itu yang seharusnya kutelpon.

KamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang