BAB 22: TUGAS TENGAH SEMESTER

49.2K 8.1K 975
                                    

T U G A S

T E N G A H

S E M E S T E R

Sesosok pria berbalut kemeja biru lengan panjang dan celana bahan hitam berjalan masuk ke dalam kelas. Langkahnya tegap, penuh keyakinan. Pria itu lantas meletakkan tas laptop hitam di atas meja, membenarkan kacamata yang bertengger pada hidung, lalu berdeham. Kelas mendadak sepi. Semua pasang mata mengikuti figur asing tersebut. Aku menahan napas dan menggigit bibir hingga pedih, khawatir senyumku akan muncul tanpa diperintah.

"Morning everyone!" sapa pria itu, tampak terlalu muda untuk seorang guru. Mungkin usianya masih awal 20-an. Karena diucapkan dalam Bahasa Inggris, jawaban menjadi tidak padu. Ada yang bilang, "Pagi, Pak!" ada juga yang bilang, "Morning, Sir!" ada juga yang, "Morning, Pak!"

Ganesha menuliskan nama Satria Adi Wijaya di papan putih. "Greetings everyone, my name is Satria. Because Mrs. Dyah is on her maternity leave, I am going to be your new English teacher. Do you guys have any question before I start our session today?"

"Bapak umur berapa?" tanya seorang siswi.

"Saya seumuran kalian. Makanya jangan panggil Pak. Panggil Abang aja," jawab guru baruku.

"Serius, Pak? Jadi Bang Sat dong?"

Bibir cowok itu membentuk senyum miring. Meski kini rambutnya klimis, sedikit berkumis, jenggotnya simetris, dan kacamata hitam membingkai wajahnya, masih sulit untuk membayangkan bahwa laki-laki di depanku adalah guru baru di sini.

"Serius. Atau kalo enggak mau panggil Bang Sat, panggil Sayang aja."

"Yee si Bapak!" Otomatis bukan hanya siswi tadi yang protes, seisi kelas pun menyahut diiringi suara tawa. Senyum cowok itu semakin lebar.

"Bercanda, ya. Ada lagi yang mau tanya?"

"Bapak sampe kapan ngajarnya?"

"Sampe Bu Dyah selesai cuti. Ada lagi?"

"Pak, minta nomor telepon dong, Pak!"

"Oh, iya. Ini nomor telepon saya." Ganesha mencatat sederet nomor di papan tulis. "Sudah, ya. Kita mulai pelajaran hari ini. Coba dibuka bukunya halaman 238."

Aku mengambil buku paket dari dalam tas. Kegiatanku berhenti di tengah-tengah saat kurasakan sebuah benda membentur sisi kepalaku. Sebongkah kertas kusut mendarat di atas meja. Saat kubuka, isinya kosong. Penasaran, aku pun mengedarkan pandangan ke sekeliling. Perhatianku jatuh pada sosok cewek yang melambaikan tangannya dengan cepat.

"Ganteng ya, Va?" bisik Nina. Aku tertawa kecil. Nina mengingatkanku pada Tanya.

Aku hanya menggelengkan kepala sebelum kembali mengalihkan perhatian pada halaman berisi soal pilihan ganda. Pak Satria memberikan kami waktu lima belas menit, satu menit untuk setiap soal. Setelah itu semua soal dibahas bersama-sama. Meski baru sebulan di sini, aku bisa merasakan perubahan suasana yang nyata. Kelas menjadi lebih antusias, terutama dari golongan pemakai rok abu-abu. Terakhir, Pak Satria menutup sesinya dengan sebuah pengumuman.

"Untuk UTS semester ini, saya akan menggantinya dengan tugas akhir. Untuk tugas akhirnya, saya mau kalian menampilkan drama dalam Bahasa Inggris. Ceritanya boleh tentang apa saja asal punya durasi minimal dua puluh lima menit. Kelompoknya akan saya acak, masing-masing kelompok beranggota sepuluh orang. Setelah ini kalian bisa berkumpul dengan anggota kelompok kalian."

Bagi siswa lain, kelompoknya mungkin seperti lotere hoki-hokian. Buatku, isi kelompok sama persis seperti tabel yang kubuat bersama Ganesha semalam. Isinya tidak jauh-jauh dari targetku. Dari sepuluh, tiga di antaranya adalah Nicholas, Nina dan Salsha. Sisanya merupakan hasil pilih acak, orang-orang yang kira-kira responsif dan kooperatif. Saat berdiskusi kelompok, delapan dari sepuluh setuju dengan skenario Snow White yang diajukan Nicholas. Dengan berat hati, aku harus melepaskan peran sebagai ibu tiri jahat karena mereka sepakat aku lebih cocok menjadi Snow White. Peran itu dialihkan kepada Nina, yang awalnya ingin menjadi Snow White. Kemudian ada Nicholas yang menjadi pangeran, Udin si ketua kelas yang menjadi narator sekaligus pemburu, serta Rifky yang menjadi cermin ajaib. Sisanya dengan senang hati menerima peran sebagai kurcaci, di mana naskah yang perlu dihapalkan tidak terlalu banyak.

KamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang