"Tunggu, dia.. ketakutan?" Gumam Eunha sepelan mungkin, "K-kenapa jadi dia yang takut?"
"J-jeogiyo?" Ucap Eunha berhati-hati, namun ia yakin masih dapat terdengar oleh laki-laki itu, mengingat bangunan disini tidak terlalu besar, sehingga jarak di antara mereka tidak begitu jauh.
"A-apa kau tau jalan keluar dari sini, a-aku tersesat jadi.. m-maksudku.." Ucapnya tergagap sambil berusaha mengangkat tubuhnya untuk berdiri.
Dengan bantuan menahan tubuhnya dengan tangannya yang bersandar pada dinding, Eunha berhasil berdiri.
"Emm, a-apa kau--"
Eunha semakin heran di buatnya melihat laki-laki itu malah meringkuk ketakutan sambil menyembunyikan wajahnya.
Gadis dengan topi putih itu perlahan mendekati laki-laki bertudung itu dengan was-was.
Tapi anehnya, semakin Eunha melangkah untuk mendekatinya, tubuh laki-laki itu semakin terlihat bergetar, bahkan dia berusaha memundurkan tubuhnya dengan ketakutan, padahal punggung laki-laki itu jelas-jelas sudah tertahan dinding di belakangnya.
Eunha mengulurkan tangannya untuk memegang pundak laki-laki itu, "H-hei, kau tak ap--" Ucapan Eunha terhenti, ia langsung menarik tangannya kembali, saat laki-laki itu berhasil mengaggetkannya lagi dengan tatapannya yang tajam.
Mata yang teduh, namun terkesan tajam.
Hal itu yang ada di pikiran Eunha saat laki-laki itu mengizinkan Eunha untuk melihat matanya walau hanya sesaat. Tapi yang lebih mengejutkan lagi, kini Eunha baru menyadari ternyata tak hanya tangannya saja yang penuh dengan darah, bahkan di bagian pelipis dan pipi juga di penuhi bercak darah yang sudah mengering.
"A-apa kau terluka?" Tanya Eunha memberanikan diri.
"Pergi.."
Suara berat yang terkesan serak itulah suara pertama yang Eunha dengar dari mulut laki-laki itu, Eunha bahkan kaget dan tidak menyangka, bagaimana bisa laki-laki dengan wajahnya yang seperti itu bisa memiliki suara berat khas bariton.
"Pergi?" Ulang Eunha, ia menatap laki-laki itu dengan lekat, kalau di lihat-lihat, laki-laki di hadapannya ini kasihan juga, ia terlihat sangat ketakutan sampai wajahnya begitu pucat dan keringat terus mengalir di pelipisnya.
Apa dia takut denganku? Seolma!
(Tidak mungkin)"Ah.. b-baiklah, aku pergi.. ya aku akan pergi.." Eunha membalikan tubuhnya dengan ragu, ia kan tersesat, mau pergi kemana ia memangnya?
Kruyuuuuk~
Eunha terkesiap dan langsung menghentikan kakinya di langkah kedua, "Heol.. apa itu bunyi perutku?" Ucap Eunha pelan bahkan hampir berbisik, ia langsung memegang perutnya untuk memeriksa dari mana keluarnya alarm pemberontakan dari cacing perut yang kelaparan itu.
"Ani ani." Eunha menggeleng. (Tidak tidak)
"Jadi.." Eunha menoleh ke arah laki-laki yang masih terduduk di sudut ruangan itu, "Mu-mungkinkah?"
Eunha menggaruk-garuk kepalanya bingung, memilih tidak peduli dan beranjak pergi, namun lagi-lagi langkahnya terhenti.
Tunggu, kalau benar dia kelaparan. Aku bisa saja membantunya dan memanfaatkan situasi ini, mungkin saja dia bisa membantuku keluar dari tempat mengerikan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stigma [KTH]
FanfictionKalian tahu Stigma itu apa? Kalau menurut Eunha, Stigma itu "Cap" yang melekat pada seseorang atau sesuatu. Seperti manusia yang di cap kebaikannya atau keburukannya. Tapi bagaimana jika Eunha bertemu dan bahkan mengenal laki-laki bertudung hitam ya...