#ILY

3.9K 342 0
                                    

Aku menatap arah jarum jam yang menunjuk pada angka 12, sudah tengah malam tapi ia tak kunjung pulang. Aku khawatir padanya jika terjadi sesuatu di luar sana.

Ini semua salahku, aku begitu marah tadi pagi hanya karena Vernon memecahkan vas bunga pemberian mendiang kakekku. Aku mengerti dia tidak sengaja, tapi vas itu memiliki kenangan berharga yang tak dapat di ulang lagi.

Aku khawatir Vernon akan minum-minum di luar tanpa ku ketahui. Pria itu akan berantakan jika mabuk, ia tak ingat siapapun dan dirinya sendiri. Ya, semacam amnesia di kala mabuk. Tidak mungkin kan Vernon pergi ke club? Vernon bukan tipe pria yang menyelesaikan masalahnya di sana.

Ah! Aku lupa! Bukankah Vernon akan mengunjungi Seungkwan jika dia tengah sedih?

Ku ambil ponsel di atas nakas dan menghubungi Seungkwan, aku yakin anak ini tidak tidur di saat jam-jam ini. Seungkwan pasti akan bermain game dulu sebelum tidur.

"(Y/n)?"

"Malam Seungkwan.."

"Malam.. tumben kau menelepon ku?" Heran Seungkwan. Aku tak pernah meneleponnya selama ini, bukan tak peduli, hanya saja ada alasan di balik itum

"Ehm, apa Vernon di rumahmu?"

"Tidak tuh, hanya ada pacarku di sini"

Tidak ada?! Lalu kemana dia?

"Vernon belum pulang?" Tanya Seungkwan menyadarkan ku dari lamunan.

Aku mengangguk cepat, "Ya, dia belum pulang dari tadi. Ini sudah tengah malam.."

"Ah.. kalau begitu, bisa saja ia pergi ke apartemen Sofia. Coba kau datangi bocah itu"

"Baiklah, terimakasih atas sarannya" tutupku ramah. Aku mematikan sambungan telepon nya lalu duduk termenung di sofa.

Tak mungkin hal ini ku ceritakan pada Sofia, itulah alasannya aku tak menghubunginya dari tadi. Apalagi ibu mertua ku, meski dia sangat baik dan bijak, aku sangat takut hanya untuk mengadu padanya. Pasti nya mereka juga akan khawatir tentang keberadaan Vernon.

Cukup lama aku bertengkar dengan batin. Akhirnya ku putuskan untuk mencari Vernon di tengah malam, inilah satu-satunya cara agar ia pulang. Dengan sepeda dan jaket hangat, aku sudah siap. Ku injak pedalnya dan keluar dari halaman apartemen kecil-kecilan ini, satpam sempat menghentikan ku, namun aku tak menghiraukannya.

Dengan kecepatan cahaya, aku melaju menuju gang sempit yang gelap dan suram. Tinggal di daerah sedikit kumuh ini tak ada yang mau memperbaiki lampu jalan, terlihat remang-remang tapi aku tetap melaju.

Aku akan menunggu Vernon di halte, jika 10 menit ia tidak datang itu berarti dirinya tengah di rumah Sofia. Tidak ada bus yang lewat jam segini, semua bus telah berhenti beroperasi. Mungkin Vernon akan menaiki taksi untuk pulang, atau menumpang kerabatnya.

Setiap menit, ku telepon dirinya. Tidak ia jawab sama sekali, aku hanya mendapat jawaban dari pegawai operator yang mengatakan nomor Vernon sedang tidak aktif.

Kakiku mulai bergetar karena kedinginan, tak hanya kaki, semua anggota tubuhku menggigil karena di angin malam yang menusuk tulang. Padahal aku sudah memakai jaket yang dapat menghangatkan ku.

11 menit sudah berlalu, aku masih di halte ini sedari tadi. Rasanya tidak kuat untuk diriku berdiri, udaranya begitu dingin seakan-akan aku beku karena cuacanya.

"Tuh kan oppa! Ku bilang (y/n) eonni pasti menunggumu!!"

Tunggu, itu suara Sofia.

"Ck, aku akan mengomelinya!" Dan Vernon.

Ku rasakan sebuah langkah kaki datang ke arahku, aku menoleh ke sumber suara dan melihat Vernon dengan raut campur aduk menghampiri ku. Dengan sisa tenaga, aku berdiri untuk memeluknya. Namun kakiku tak dapat menahan berat badanku, aku terjatuh ke tanah cukup keras. Vernon menyebutkan namaku dengan suara panik khas miliknya, ia mempercepat langkahnya dan membantuku berdiri.

"Kenapa kau di sini, huh?!" Bentaknya.

Aku menunduk karena tak berani melihat nya wajahnya. "Menunggumu.."

"Tapi kenapa harus di sini?! Lihat apa yang kau pakai, jaket ini sangat tipis! Tidak ada gunanya kau memakai jaket ini!"

"Aku ter-" Vernon memelukku erat, aku merasakan pelukan hangatnya yang ku rindukan sejak tadi. Tanganku pun tidak tinggal diam, aku membalas pelukannya dan menenggelamkan wajahku di dada bidangnya.

"Maafkan aku, sungguh.." mohonku.

Vernon mengelus kepalaku lembut, "Tidak, ini bukan salahmu.. Aku begitu egois sehingga tak memikirkan mu"

"Aku benar-benar khawatir jika kau mabuk di luar sana" isakku.

Dengan tawa renyahnya, Vernon menanggapi ucapanku. "Aku tak akan melakukannya tanpamu.."

"Oppa"

"Hm?"

"Yak! Oppa!" Pekik Sofia.

Vernon melepaskan pelukannya, namun tangan kanannya menggenggam sebelah tanganku. "Apa?!"

"Aku mau pulang, tugasku banyak di rumah!"

"Ya sudah, pulang sana"

"Kau tidak mengantarnya pulang?" Tanyaku khawatir.

"Ck, tenang saja.. dia bersama sahabatnya"

Aku melambaikan tangan pada Sofia, ia tersenyum ramah dan segera memasuki mobil yang kemungkinan milik sahabatnya. Vernon kembali memelukku setelah Sofia pergi, sangat erat sehingga aku ragu jika aku tengah bernafas.

"Aku merindukanmu.." ungkap Vernon. Aku melepaskan paksa pelukan Vernon dan langsung mendapatkan tatapan bingung, "Kenapa?"

"Kau mau menduda di usia muda, huh?! Aku tak bisa bernafas tau!" Kesalku.

Ia tertawa keras, di acaknya rambut ku dengan lembutnya. "Maaf, hehe. Kurasa, udaranya semakin dingin, ayo pulang"

Vernon mengambil sepeda yang ku parkirkan di samping halte. Aku duduk di belakang dengan cepat, tidak ingin menginjak pedalnya untuk saat ini.

"Dasar.." gerutu Vernon.

Selama di perjalanan pulang, kami melontarkan lelucon untuk mencairkan suasana. Vernon begitu hebat dalam hal ini, kurasa inilah satu-satunya bakat yang ia sembunyikan sedari dulu. Bahkan lelucon Seungkwan tak dapat menyainginya.

"Tampaknya, aku harus berterima kasih pada Seungkwan. Ia menghungi Sofia dengan nada panik tadi"

"Benarkah? Ah, dia sangat baik. Apa kita perlu membelikan kimchi untuknya?"

"Boleh" Jawab Vernon setuju dengan pendapat ku.

Aku mengeratkan pelukanku di pinggan Vernon. Dia selalu sederhana, cocok dengan kepribadian ku yang mementingkan kenyamanan. Aku tak pernah mendengar permintaan atau kemauannya yang berlebihan, yang ia ingin hanyalah untuk tetap bahagia saat menjalani hidup.

Keluarga kecil kami bukanlah keluarga kaya, keuangan kami terkadang tidak cukup untuk memenuhi kehidupan. Namun semua itu terlewatkan dengan mudah karena Vernon, dialah yang mengajariku arti cinta dalam kesederhanaan.

Aku bersyukur memiliki nya meski terkadang kekanak-kanakan, hatiku akan terus sama seperti ini. Vernon adalah anugerah Tuhan yang paling indah, hanya aku yang dapat memilikinya.

I.L.Y. Vernon Chwe.

TBC
05 April 2020
.
.
.
Choco

SEVENTEEN IMAGINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang