Dua Tujuh ; Teringat Yang Lalu

11.3K 2.2K 179
                                    

"Kenapa kau selalu menempeli Takahiro-sama?"

"Jangan memanfaatkan kesendirianmu untuk meraih simpati Takahiro-sama!"

"Kau dekil dan kurus. Yang kau lakukan hanya menyusahkan beliau saja."

"Menghilanglah!"

"Lenyaplah!"

"Kau tidak layak menjadi pelayan Takahiro-sama. Kau gadis tidak berguna."

Gadis berusia sepuluh tahun itu mendongak. Menatap satu demi satu wajah sinis yang ada di hadapannya. Terus saja mengatakan kalimat yang menyakitkan. Tentang keberadaannya yang justru mengganggu pemandangan mereka.

Bingung harus memasang wajah seperti apa? Chi tersenyum lebar, membuat para pelayan senior itu semakin marah.

Gelap. Untuk beberapa detik, Chi tidak bisa melihat apapun. Saat sekelilingnya kembali terang, satu-satunya yang dia lihat hanya Takahiro saja. Pria itu tersenyum hangat, mengulurkan tangan besarnya, mengelus wajah Chi hati-hati.

"Kenapa kau tidak pernah menangis?"

"Kalau saya menangis. Saya tidak boleh tinggal di sini lagi." Chi lagi-lagi tersenyum. Takahiro berjongkok di depannya. Tinggi mereka nyaris sejajar.

Lagi Takahiro bertanya, "Kenapa kau tidak pernah menangis?"

"Saya tidak tahu caranya menangis." Senyuman Chi semakin lebar.

Takahiro terkekeh, dia menarik tubuh mungil itu ke dalam dekapan. Memberikan kehangatan yang sudah sangat lama tidak pernah lagi Chinatsu rasakan. Punggung rapuh itu dielus perlahan, Takahiro berbisik di telinga Chi lembut, "Sekarang, kau sudah bisa menangis?"

Chinatsu spontan menangis keras. Melengking, sampai membuat orang-orang di sekitarnya terkejut.

Tidak pernah ada yang sepeduli ini padanya. Tidak ada orang yang mau mendengar tangisnya. Tidak pernah ada yang bersikap sebaik ini pada seorang Chi yang bukan apa-apa. Dia hanya gadis kecil yang tidak ingat wajah orangtuanya sendiri. Dia hanya Chinatsu yang selalu diperlakukan kasar oleh warga desanya.

Dia hanya Chinatsu ... tapi Takahiro bersikap sebaik ini padanya. Mengizinkan Chi terisak-isak membasahi pakaian mahal yang si sulung Eiji kenakan.

"Dengarkan aku, Chi." Takahiro tersenyum kecil. "Kau hanya boleh tertawa disaat kau ingin tertawa. Kau harus menangis disaat kau ingin menangis. Tidak perlu memikirkan hal lain atau orang-orang di sekitarmu. Karena aku ... akan selalu melindungimu."

***

Perlahan, kelopak itu terbuka. Irisnya menatap kabur ruang gelap yang kini di tempatinya. Kepala Chi masih sakit, tubuhnya juga lemas. Tenggorokkannya juga kering. Air, dia sangat haus.

Dia ... di mana?

"Kau sudah bangun?"

Suara itu membuat Chi berusaha beringsut duduk. Menoleh ke kanan, mendapati Takahiro yang duduk bersila sambil tersenyum hangat.

"Takahiro-sama?"

"Kau itu sudah kuperingati jangan keluar malam-malam sendiri, kalau aku tidak datang, kau pasti sudah mati."

Ahh ... dia menyusahkan lagi? Mendadak teringat mimpinya beberapa saat lalu, memori saat pertama kali dia datang ke Kerajaan Langit. Dia dibenci karena tanpa melakukan apapun, Takahiro memperlakukan spesial dirinya. Dia tidak disukai, dia tidak diharapkan. Dia tidak bisa melaksanakan perintah yang sang Tuan berikan. Dia ...

Yami No TenshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang