Tidak ada Hubungannya dengan chapter sebelumnya.
***
"Ouji! Ouji!" suara cempreng itu memanggil.
Seorang batita yang merasa itu namanya menoleh, tertawa kesenangan, dua kaki gempalnya justru dia pakai berjalan lebih cepat. Sempoyongan, membuat beberapa pelayan yang mengikutinya meringis khawatir pangeran mereka terjatuh.
"Ouji!" anak yang empat tahun lebih tua darinya mengejar. Mereka menyusuri jembatan yang akan menghubungkan ke aula istana.
Pipi batita itu bergoyang-goyang. Dia menutupi iris kelamnya yang disorot matahari sore langsung dengan kedua tangan menggumpalnya. Tapi tidak berpikir untuk menyerah, dengan napas terengah dia tetap berusaha kabur.
"Ouji!"
"So-waaaa!" Pangeran menyahut. Dia berhenti saat melihat sosok yang cukup dikenalinya di kejauhan. Ayahnya berjalan ke arahnya diikuti iring-iringan pelayan juga tentara.
"Aawaaah!"
"Fukuo." Kou mengulurkan kedua tangan meraih tubuh putranya. Menggendong bayi itu, tersenyum saat Fukuo tertawa sambil bertepuk tangan. "Sore, Sora-kun."
"Selamat sore, Heika." Sora mengangguk patuh. Napasnya masih putus-putus. Dia mendongak sembari tersenyum.
"Terima kasih karena sudah mengajak Fukuo bermain setiap hari." Kou mengelus puncak kepala Sora. Hirasaki muda itu nyengir semakin lebar. Senang kalau memang dia cukup berguna.
"Haii."
"Jangan terlalu menyulitkan Sora, Fukuo." Kou kali ini menatap putranya yang baru menginjak satu tahun lebih beberapa bulan. "Dia kelelahan."
"Tidak." Sora menggeleng. Menarik atensi. "Saya akan menjaga Ouji seperti Ayah melindungi Takahiro-Kakka."
"Jadi kau sudah memutuskan untuk memilih Fukuo sebagai Tuanmu?"
"Haii."
"Terima kasih." Kou mengangguk. Mendapat pengakuan dari seorang Hirasaki, artinya putranya sudah mendapat fondasi yang cukup kokoh untuk masa depannya nanti.
Setiap Hirasaki memang selalu memilih tuan yang akan mereka layani.
Bukan dilihat dari status mereka, tapi dari kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menjadi raja.
Hirasaki memiliki kekayaan yang tidak terhitung jumlah. Jika mereka merasa Negara yang mereka tinggali sudah tidak layak lagi, mereka cukup mampu untuk membangun sebuah kerajaan sendiri dan menunjuk seseorang untuk mereka layani.
Anjing penjaga.
Sejak dulu, bagaikan sebuah kutukan. Hirasaki memang hidup untuk melayani para raja.
"Heika, boleh saya bertanya?" Sora bertanya sedih. Kou berjongkok demi mensejajarkan tinggi mereka. Para pelayan dan tentara di sekitarnya refleks berlutut.
"Ya?"
"Kenapa Ayah diasingkan?" Sora bertanya sedih. "Para pelayan banyak yang bilang kalau Ayah saya sudah melakukan kudeta. Dia diusir dari Negara, tidak akan pulang dalam waktu lama."
Jeda.
"Heika, apa Ayah saya seorang penjahat?"
Ahhh... sebenarnya sudah wajar kalau Sora mempertanyakan keberadaan ayahnya. Sudah nyaris satu tahun semenjak Hirasaki Akino meninggalkan Negara mereka menemani Takahiro menjalani hukumannya.
Berbeda dengan kakaknya -Takahiro- yang masih sering mengirimi surat. Hirasaki terkesan tidak terlalu peduli bahkan pada keluarganya sendiri. Dia begitu setia pada sulung Eiji, memprioritaskan Takahiro di atas kehidupannya sendiri.Setelah dewasa nanti, Sora juga akan seperti itu demi Fukuo.
"Saya bertanya pada Ibu, tapi Ibu-Ibu saya selalu memberi jawaban yang sama."
"Jawaban yang sama?" beo Kou.
"Tidak perlu memikirkan Ayahmu yang brengsek dan gila membunuh itu, Sora. Dia akan pulang kalau sudah mau pulang. Dia tidak mudah mati, jadi jangan dipikirkan."
Kou tergelak. Fukuo melihat ekspresi lucu ayahnya, dia ikut tertawa sambil bertepuk tangan.
"Heika, apa ayah orang yang buruk?"
Sora bertanya dengan nada pilu. Walau ibu-ibunya berkata seperti itu, tetap saja sesekali mereka juga terlihat rindu. Apalagi ibu kandung Sora.
Setiap tukang pos lewat, dia selalu keluar rumah sambil setengah berlari berharap mendapat selembar surat saja dari sang suami.
Tapi tidak pernah ada.
Hirasaki Akino seolah lupa kalau dia sudah berkeluarga.
"Ayahmu orang yang baik, Sora. Dia melindungi kakakku, melayaninya, bahkan bersedia hidup susah hanya demi mengikutinya." Kou mengelus pipi Sora lembut. "Dia pria yang kuat, berkarakter, setia, dan seorang samurai yang sangat hebat."
Sora membulatkan matanya.
"Justru aku sangat ingin berterima kasih padanya." Kou memiringkan kepala. "Terima kasih, karena sudah menjaga kakakku selama ini."
Sora terlihat lebih bersemangat. Jadi, ayahnya memang orang yang hebat. Dia merupakan pelindung dari manusia terkuat di dunia. Ayahnya adalah tombak yang akan menjadi senjata terkuat milik sang Kakka.
"Setelah dewasa nanti, saya akan melindungi Ouji, lebih kuat dari Ayah saya."
Kou berdiri. Dia tersenyum hangat, "Disaat itu, aku akan mengandalkanmu, Sora-kun."
***
"Hei, Hirasaki." Takahiro memanggil dari balik meja kerjanya. Mengangkat wajah, balas menatap Hirasaki yang sedang duduk malas-malasan di depan Takahiro. "Bukankah kau punya istri?"
"Yang resmi, tiga." Hirasaki mengangguk. "Sisanya aku bahkan lupa nama mereka." dia ngakak.
"Bukankah kau punya anak?"
"Ya. Namanya Sora."
"Kau tidak ingin bertemu dengan mereka?"
Hirasaki terdiam. Dia mengulum senyuman kecil, "Tentu saja, Taka-chan."
"Sementara waktu, kau bisa bertukar posisi dengan Arata." Takahiro memberi saran.
"Ohhh~ tidak bisa." Hirasaki menggeleng kurang ajar. "ini mungkin terdengar menjijikkan, tapi aku lebih senang berada didekatmu daripada didekat mereka."
"Ya. Kau memang paling menjijikkan."
***
![](https://img.wattpad.com/cover/86921563-288-k326802.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Yami No Tenshi
FantasyChapter 21 sampai ending diprivate Semua part masih lengkap. "Jika kematianku adalah bukti cinta untukmu, maka hidupku selamanya akan jadi milikmu." Sekejam setan namun serupawan malaikat. Setiap wanita yang melihatnya terbius dengan kar...