"Takahiro-sama, apa tidak sebaiknya kita melanjutkan perjalanan saja?" Ryuu mendekati Takahiro yang duduk di atas batu. Pria itu termenung sambil menatap ke arah hutan. Sudah satu bulan mereka tinggal di dekat Hutan Ao. Kondisi Takahiro sudah cukup membaik, meski kakinya yang kemarin patah masih belum bisa berjalan normal.
Hari menjelang sore. Polesan jingga menyelam di antara biru langit yang cerah. Matahari nyaris tenggelam di ufuk barat. Takahiro menatap Ryuu dan menjawab, "Tunggu sebentar lagi."
"Apa tidak masalah kita menunda kepergian ke Kerajaan Ame?" Ryuu keheranan. "bukannya mereka sedang membutuhkan bantuan kita?"
"Sebentar lagi." Takahiro menjawab dingin, "sepertinya akan ada yang datang."
Ryuu mengangguk mengerti. Dia mohon pamit mencari kayu bakar untuk perapian nanti malam. Reiko dan Tsukumi tengah memasak. Chinatsu mendekati Takahiro yang dijaga Hirasaki, dia mengambil tangan tuannya.
"Takahiro-sama, mau anda meremas dada saya?"
Yumi tidak jauh dari Takahiro langsung tersedak air yang tengah diminumnya. Dia menoleh, menatap Chi yang tetap memasang wajah polos.
Orang-orang yang sibuk dengan pekerjaannya menghentikan sesaat kegiatan mereka. Hirasaki di belakang Takahiro menoleh. Bahkan Ryuu memutuskan kembali mendekat.
"Untuk apa?" Takahiro bertanya heran.
"Katanya, kalau diremas oleh pria yang kita sukai akan bertambah besar." Chi menjawab semangat. "Saya hanya menyukai Takahiro-sama saja."
Takahiro tersenyum, "Baiklah!"
"Berhenti melakukan sekuhara di depanku!" Yumi datang menepis tangan Takahiro yang sudah terulur nyaris mengikuti keinginan Chinatsu. Keduanya sama-sama menoleh. "Chi, jangan percaya pada info murahan seperti itu."
"Yang murahan itu justru kau, Jalang!" Takahiro mendengus, "Chinatsuku itu paling berharga."
Takahiro mendekap pinggang Chi dan memeluknya, "Seribu kali lipat lebih berharga dari nyawamu yang setara dengan serangga."
Dia seorang Puteri. Tapi selalu dikatai jalang, pelacur, bahkan sekarang serangga. Takahiro benar-benar pria brengsek yang tidak tahu cara bertatakrama.
"Kau-!"
Takahiro mendorongnya. Dia turun dari batu kemudian setengah berlari ke arah hutan. Beberapa detik kemudian rombongan tentara berkuda keluar dari hutan. Mengabaikan mereka, Takahiro mendekati sebuah kereta kuda. Begitu pintu terbuka, matanya melebar. Dia mengulurkan kedua tangan tinggi-tinggi, dan seorang gadis melompat ke dalam pelukan.
"Fuyumiku ..." Takahiro memanggil lirih, "kenapa kau kurus sekali? Badanmu juga demam dan rapuh. Ada apa?"
Fuyumi dalam dekapannya menangis keras. Dia balas memeluk si sulung. Merindukan aroma ini. dia benar-benar merasa mati hanya karena terlalu lama tidak mendapat pelukan sayang dari pria yang selalu menjaganya sampai empat bulan yang lalu.
"Nii-sama ..." Fuyu memanggil pedih, "Nii-sama."
"Siapa yang menyakitimu?" Takahiro menggendong adiknya. Membawa si tengah menuju gubuk agar terhindar dari suhu dingin yang bisa membuat tubuh Fuyu kian menggigil. "kau belum makan? Sedang sakit, harusnya kau beristirahat saja."
Kaki pincang itu tidak terlihat lelah. Fuyu tidak pernah sekali pun jadi bebannya. Takahiro sesekali melirik kepala yang terkulai di pundak.
"Denka!" Hirasaki mendekat. Dia membantu Takahiro membaringkan Fuyu perlahan di atas tumpukan daun. Semua orang mengerubuni mereka. Tapi sedetik sebelum Takahiro melepaskannya, Fuyu mengalungkan tangan di leher sang kakak, dia menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yami No Tenshi
FantasiChapter 21 sampai ending diprivate Semua part masih lengkap. "Jika kematianku adalah bukti cinta untukmu, maka hidupku selamanya akan jadi milikmu." Sekejam setan namun serupawan malaikat. Setiap wanita yang melihatnya terbius dengan kar...