[2]

1K 50 2
                                    

"Tidak ada yang menuliskan perih sejelas Senja kepada malam, bahwa kali ini dia benar-benar siap untuk dilupakan."
.

.

Aroma buku-buku tua menggelitik indra penciuman Senja. Gadis berambut indah itu sedang berada di perpustakaan sekolahnya.

Senja mengambil salah satu novel yang berada di deretan buku-buku fiksi yang terdapat di perpustakaan tersebut.

Kemudian gadis itu berjalan menuju salah satu kursi yang terdapat disana, ia menjatuhkan tubuhnya ke kursi tersebut dan mulai larut dalam bacaan novelnya.

Tanpa Senja sadari, ada seseorang lelaki yang sedang berjalan kearahnya.

Lelaki itu tiba-tiba memilih duduk disamping Senja.
Senja menolehkan wajahnya kearah orang tersebut dan betapa kagetnya Senja mendapati Langit duduk di sampingnya dengan mata terpejam dan earphone yang tergantung di telinga nya.

Senja meneliti setiap inci wajah lelaki tersebut, mata teduh yang selalu Senja sukai itu tertutup rapat.

Sangat menyakitkan bila menyadari kenyataan bahwa raga Langit memang berada di samping Senja, namun hatinya entah berada dimana.

Langit tiba-tiba membuka mata nya kemudian menoleh kearah Senja yang sedari tadi memperhatikannya.

Senja tersentak kaget mendapati Langit yang menoleh kearahnya kemudian gadis bertubuh mungil itu buru-buru mengalihkan pandangannya kembali ke novel yang tadi ia baca.

Langit dan Senja memang sering kali bertukar cerita tentang banyak hal.
Namun Langit tidak mengetahui kenyataan bahwa Senja menyukai Langit.

Senja memang tidak pernah jujur terhadap perasaannya kepada Langit.
Hanya orang-orang terdekat Senja saja yang mengetahui perasaan terpendam gadis itu.

Senja mengabaikan pandangan Langit yang sedang menatap lekat kearahnya.

Senja kembali larut ke dalam bacaan novelnya, ada deretan kalimat yang disukai Senja di dalam novel itu.

Aku suka cokelat hangat.
Aku suka embun pagi yang menempel pada daun.

Aku suka awan yang menggumpal saat mendung.
Aku suka melihat tawa orang di keramaian.
Aku suka melihat tulisan adikku yang berantakan.

Tapi dia, hanya dalam satu kata,
Semua yang ada pada dirinya
Aku suka.

Senja seketika langsung teringat kepada Langit, kata-kata dalam kalimat itu sangat menggambarkan bagaimana perasaan Senja untuk Langit.

Langit sedikit mencondongkan badannya ke depan Senja.
Dan seketika tubuh Senja menegang dan tanpa Senja sadari ia refleks menahan nafasnya ketika mendapati Langit yang berada tepat di hadapannya.

Langit membaca novel yang ada di tangan Senja, kemudian lelaki itu menganggukkan kepalanya.

"Gue ganggu gak?" Tanya Langit sembari membuka percakapan diantara keduanya.

Senja hanya bisa menjawab dengan gelengan kepala dan tersenyum tipis kearah Langit.

Langit yang mendapati respon Senja seperti itu pun hanya bisa kembali menganggukkan kepalanya.

"Temen-temen lo mana? Tumben gak bareng mereka." Tanya Langit lagi pada Senja.

"Lagi di kantin kayaknya." Jawab Senja yang masih terfokus pada novel yang ia baca.

"Terus kenapa lo gak ke kantin?"

"Males gue. Kantin rame banget."

"Nenek-nenek juga tau kalo jam istirahat gini kantin lagi rame-rame nya ogeb." Ucap Langit sembari memutar bola mata nya.

Senja yang mendengar itupun hanya bisa terkekeh pelan.

"Lo suka banget yah baca-baca novel fiksi gitu?" Tanya Langit sembari menaikkan sebelah alisnya.

"Iyalah." Jawab Senja sembari memamerkan deretan giginya.

"Apaan coba bagusnya baca yang begituan? Gak ada faedah nya." Ucap Langit sambil memainkan game yang ada di ponselnya.

Senja yang mendengar perkataan Langit pun hanya bisa mencibir pelan kearah lelaki itu.

"Dih sewot amat lo, toh bukan lo yang baca ini." Ujar Senja sambil memanyunkan bibirnya.

Langit yang melihat Wajah kesal Senja pun hanya bisa terkekeh pelan, sebenarnya lelaki itu mau tertawa terbahak-bahak. Namun ia sadar, bahwa sekarang mereka sedang berada di perpustakaan.

Tanpa Senja sadari, fokus gadis itu sekarang telah berpindah haluan.
Bukan lagi novel yang ada di tangannya menjadi fokusnya saat ini, tetapi melihat bagaimana cara nya Langit tertawa membuat darah Senja berdesir hebat.

Lelaki itu tertawa lepas dan mata nya berubah menjadi cipit. Tawa nya juga terdengar sangat Indah bagi indra pendengaran Senja.

Langit melakukan gerakan refleks yaitu dengan mengacak pelan rambut Senja.

Lagi-lagi tubuh Senja menegang ketika merasakan tangan Langit berada di rambutnya.

Langit tidak menyadari, bagaimana besar efek yang telah di berikan Langit kepada Senja kali ini.

Senja hanya bisa tertegun ketika lagi-lagi mata nya tak sengaja bertubrukan dengan mata teduh milik Langit.

Degub jantung nya berubah menjadi tak karuan, gadis itu berpikir mungkin jika lama-lama berada di samping Langit seperti ini akan berdampak buruk bagi kondisi jantung nya.

Langit menghentikan tawa nya ketika mendapati wajah Senja yang seketika berubah menjadi tegang.

"Kenapa lo?" Tanya Langit sembari mengerutkan keningnya.

Senja tersentak kaget mendengar pertanyaan Langit kemudian gadis berambut panjang itu hanya bisa menggeleng pelan.

"Muka lo tegang amat, kayak orang kebelet nahan boker." Ucap Langit sembari tertawa.

Senja yang mendengar perkataan Langit pun hanya bisa mendengus kesal lalu memukul lengan lelaki itu.

Tangan Senja yang mungil lagi-lagi merasakan keanehan saat kulitnya bersentuhan dengan kulit dingin milik Langit.

Bagi Senja, berada di samping Langit seperti ini saja sudah cukup bagi nya.

Senja tidak perlu lagi berkata jujur terhadap perasaan nya ke Langit. Karena Senja sadar bagaimana posisi Senja untuk sang Langit.

Senja hanya lah sederet warna jingga yang tidak bisa bertahan lama di Langit.
Senja bukan lah pemeran utama dalam kisah kali ini, karena Senja sadar ia hanya lah pelengkap untuk kisah sang Langit.

...

It HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang