“Mungkin aku terlalu nyaman mempertahankanmu, mempertahankan rasaku padamu, hingga aku lupa kapan waktunya untuk berhenti bertahan jika telah disia-siakan.”
.
.
Siang ini, setelah jam istirahat berlalu. Senja duduk diam di bangku nya sembari menunggu guru mapel yang akan masuk ke kelasnya.
Senja mengalihkan pandangannya ke penjuru kelas, kemudian mata nya berhenti pada satu objek yang sedari dulu menjadi pemandangan indah bagi indra pengelihatannya.
Senja menatap lekat-lekat kearah lelaki itu, selalu seperti ini. Bagi Senja walaupun sedikit menyesakkan dada, tetapi ini menyenangkan.
Entah apa yang membuat kedua bola mata Senja selalu tertuju padanya tanpa ada rasa bosan sedikitpun.
Langit tidak melakukan apa-apa, dan Senja juga tidak berbuat sesuatu. Tetapi bagi Senja, memandang sang Langit menjadi hal yang paling dia sukai sejak saat itu.
Ya, sejak hari dimana Senja menjatuhkan hatinya untuk lelaki itu. Menyukainya dalam diam, merelakan kebahagiannya untuk melihat lelaki itu tersenyum ataupun tertawa walau bukan karena nya.
Senja masih tidak tau mengapa apalagi kenapa. Hanya melihat Langit bergurau dengan teman-temannya pun merupakan hal yang menyenangkan bagi Senja.
Senja masih saja melihat kearah Langit, sampai akhirnya gadis itu tersentak kaget ketika Langit menoleh kearahnya.
Langit mendapati Senja tengah menatapnya secara terang-terangan. Senja buru-buru mengalihkan pandangannya dari lelaki itu, sembari merutuki dirinya sendiri karena kedua bola mata nya tidak bisa lepas dari semua hal yang dilakukan oleh sang Langit.
Langit mengerutkan keningnya, merasa ada yang berbeda dari Senja hari ini. Langit memutuskan untuk menghampiri Senja, hanya sekedar ingin menanyakan apa gadis itu baik-baik saja.
Senja semakin merutuki kebodohannya ketika melihat Langit sedang berjalan menghampiri meja Senja dengan satu tangan yang sengaja di masukkan ke dalam saku celana nya.
Langit menjatuhkan tubuhnya ke kursi yang berada di samping Senja, menoleh kearah gadis itu sembari tersenyum tipis. Senja hanya bisa mengerutkan keningnya sembari menatap sinis kearah Langit.
“Ngapain lo kesini?” Tanya Senja ketus.
Selalu seperti itu, tiap kali Langit berada di samping Senja, pasti Senja akan menanyakan sedang apa lelaki itu datang ke tempatnya.
Langit hanya terkekeh pelan sembari mengacak rambut gadis di sampingnya itu, mau sejutek apapun Senja terhadapnya tetapi Langit tidak pernah sekalipun marah atau tak suka dengan sikap gadis itu.
“Tadi ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu?” Tanya Langit sembari menggoda Senja.
Senja yang mendapati pertanyaan itupun hanya bisa menatap kesal kearah Langit, sembari merapalkan do’a agar Langit berhenti membahas tentang Senja yang sedari tadi memperhatikannya dari kejauhan.
“Lo diem deh Lang, gue lagi gak mood becanda.” Jawab Senja sembari memasang tampang kesalnya.
Tawa Langit terdengar begitu nyaring dan mengganggu indra pendengaran Senja. Tetapi melihat bagaimana cara Langit tertawa karena nya, lagi-lagi Senja jatuh ke dalam pesona sang Langit.
Langit meredakan tawa nya kemudian melanjutkan pembicaraan yang tadi sempat tertunda.
“Dih, gue cuma nanya ngapain lo ngeliatin gue dari tadi monyet? Lo pikir gue gak liat ha?” Ucap Langit sembari menatap kearah Senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Hurts
Teen FictionSenja itu seperti pertemuan terang dan gelap. Saat senja tiba kita bisa melihat sisa cahaya dari matahari yang membaur dengan kegelapan malam yang mulai datang. Meraka menyatu dan membuat langit seakan-akan berwarna jingga dan sangat indah. Namun ba...