“Kamu semu. Kamu terlalu sulit untuk digapai padahal kamu ada dan sangat dekat deganku. Tapi sayangnya perasaanmu kepadaku tak nyata, atau bahkan memang tak ada?”
.
.Rintikan air dari langit itu terjatuh lagi ke permukaan bumi. Hujan, begitulah orang menyebutnya.
Rinai hujan masih setia menjadi pemandangan indah di sore hari ini.
Senja sedang duduk santai di salah satu cafe yang lumayan terkenal di kalangan para remaja di kota Bandung saat ini, gadis itu melihat keluar cafe sambil menyesap secangkir mocca late yang tadi ia pesan.
Sesekali gadis itu memperbaiki tatanan rambutnya yang ia biarkan tergerai dan tertiup oleh angin.
Dia sepertinya sedang menunggu kedatangan seseorang, berulangkali ia melirik kearah pintu masuk cafe sembari melihat jam berwarna biru yang ada di pergelangan tangannya.
Tak urung gadis itu menghembuskan nafasnya gusar, entah apa yang ia pikirkan tetapi perasaannya berubah menjadi tidak karuan.
Senja memainkan ponselnya sembari melihat beberapa chat yang masuk, kebanyakan notifikasi yang muncul di layar ponselnya dari grup kelas Senja. Senja sendiri seringkali bingung dengan kelakuan teman-temannya.
Grup itu seperti memiliki suasana hati layaknya seorang manusia.
Terkadang grup tersebut akan sepi bahkan sepi nya mengalahkan kuburan. Namun jika lagi rame, ributnya bahkan ngalahin orang-orang di pasar.
Senja melihat teman-temannya sedang membahas sesuatu yang sangat tidak berguna di dalam grup itu, tetapi berkat mereka Senja bisa terkekeh geli dan melupakan kenyataan bahwa ia sedang berada di cafe dan sedang menunggu kedatangan seseorang.
Karena terlalu asik membaca chat dari grup kelasnya, Senja tidak sadar bahwa sedari tadi telah berdiri seorang lelaki yang sedang menatap Senja dengan pandangan bingung sembari menaikkan sebelah alisnya.
“Senja.” Panggil lelaki yang sedang berdiri di hadapan Senja saat ini.
Senja yang merasa namanya tengah di panggil itupun langsung mengangkat kepalanya dari layar ponsel kemudian melihat kearah si pemanggil.
Betapa terkejutnya Senja mendapati mata teduh itu sedang menatap bingung kearahnya sembali menaikkan sebelah alisnya yang membuat ponsel di tangan Senja hampir saja lepas dari genggaman tangannya karena saking kagetnya.
Gadis itu langsung menetralkan ekspresi wajahnya kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal akibat salah tingkah.
“Eh Langit, udah lama?” Tanya Senja sembari tersenyum tipis tanda bahwa ia sedang malu.
Langit yang melihat tingkah Senja pun hanya bisa terkekeh geli.
“Baru nyampe sih. Cuma gue kaget aja tadi kenapa lo ketawa-ketawa gak jelas liat hp, 11-12 lah sama orang gila yang sering lewat depan sekolah.” Ucap Langit sembari tertawa terbahak-bahak.
Senja yang mendengar perkataan Langit pun langsung mencubit lengan lelaki yang berada di hadapannya itu dengan sangat ganas.
“Kampret lo.” Balas Senja lagi.
“Tapi untung gue sayang.” Itu bukan suara Senja, melainkan suara hatinya yang sudah menjerit-jerit tak karuan.
Langit mengaduh kesakitan mendapti cubitan maut yang di layangkan Senja.
Menurut Langit, tubuh Senja memang kecil tetapi tenaga nya untuk mencubit orang sangatlah di acungi jempol.“Udah ah berhenti, ini nama nya kekerasan tau gak. Gue laporin ke Komnas HAM baru tau rasa lo.” Ucap Langit sembari terkekeh pelan.
“Laporin dah sono, terserah lo lah mau ngapain asal lo bahagia.” Jawab Senja sembari memasang wajah juteknya.
“Duh ileh bidadari gue ngambek.” Balas Langit sembari mengacak rambut Senja.
Senja yang mendapat perlakuan seperti itupun hanya bisa terdiam merasakan jantungnya berdegub kencang.
Lagi-lagi Senja harus mengkhianti hatinya, ia menipis tangan Langit yang berada di puncak kepalanya.
“Sok manis amat lo.” Ketus Senja yang langsung mendapati tawa Langit yang sangat indah bila di dengar oleh indra pendengaran Senja.
“ya allah, kuatkanlah hati Senja agar bisa tahan dengan godaan yang engkau berikan kepada hamba mu ini.” Batin Senja sembari merapalkan doa nya kepada sang pencipta.
“Kemana aja lo selama ini? Gak nyadar apa dari dulu gue emang manis?” Jawab Langit yang terdengar seperti pertanyaan sembari tersenyum penuh arti yang semakin membuat jantung Senja tiada hentinya untuk berdetak.
“Dih muji diri sendiri. Sejak kapan lo jadi kelebihan narsis kayak gini dude?” Tanya Senja sembari menaikkan sebelah alisnya.
“Sialan lo.” Balas Langit dengan tatapan tajamnya.
Senja yang melihat wajah Langit yang mulai kesal pun hanya bisa tertawa terbahak-bahak.
Setelah beberapa saat tertawa, akhirnya gadis itupun bisa menghentikan tawa nya dan memasang wajah serius.Langit yang melihat perubahan pada wajah Senja dalam kurun waktu singkat itupun hanya bisa berdecak kagum.
Gadis di hadapannya ini memang memiliki dua kepribadian.Sedari dulu tanpa Senja sadari, Langit juga diam-diam memerhatikannya.
Menurut Langit, Senja adalah tipikal orang yang pandai menyembunyikan kesedihannya.
Buktinya selama berteman dengan Senja, tidak pernah sekalipun Langit mendapati wajah gadis itu terlihat muram apalagi sedih. Senja selalu bahagia setiap harinya.Hal itu yang membuat Langit bingung apakah gadis ini memang tidak punya masalah dalam hidupnya atau itu hanya sekedar topeng untuk menyebunyikan keadaan yang sebaliknya.
Entahlah, Langit tidak mengetahui lebih dalam tentang sang Senja.
Senja masih saja bertahan dengan raut wajah seriusnya kemudian ia kembali membuka percakapan antara dirinya dengan Langit.
“To the point aja deh Lang, sebenernya lo ngajak gue ketemuan diluar jam sekolah kayak gini mau ngapain?” Tanya Senja dengan alis yang terangkat sebelah.
Langit menghembuskan nafasnya gusar, kemudian lelaki itu mengusap wajahnya frustasi.
Senja yang melihat Langit pun hanya bisa mengerutkan keningnya.
“Lo deket kan sama Bintang?” Tanya Langit kepada Senja.
DEG,, Senja mulai merasa tak enak hati mendengar pertanyaan Langit. Ada rasa takut bercampur sesak menyelimuti perasaannya.
Senja harap apa yang ada di pikirannya saat ini bukan seperti yang akan terjadi di waktu berikutnya.
“Qeyla Bintang Salsabilla?” Tanya Senja memastikan dan langsung di jawab anggukkan kepala oleh Langit.
“Iyalah, dia temen deket gue. Lo ngapain nanya lagi sih? Jelas-jelas kita bertiga sekelas, udah pasti lo tau gimana kedeketan gue sama dia.” Jawab Senja sembari terkekeh pelan.
Langit hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal kemudian wajahnya berubah serius.
“Salah gak sih kalo gue suka sama dia?” Tanya Langit sembari tersenyum menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
Seketika tubuh Senja langsung menegang, bibirnya terasa kelu dan tidak mampu untuk mengeluarkan kata.
Senja berharap ada yang salah dengan indra pendengarannya atau yang dikatakan Langit barusan hanyalah sebuah ilusi semata.
Panggilan Langit membuat Senja kembali tertarik ke dunia nyata.
“Senja?” Panggil Langit dengan sebelah alis yang terangkat.
“Ha-a?” Hanya itu kata yang mampu keluar dari bibir Senja.
Langit berdecak kesal mendengar jawaban Senja, kemudian lelaki itu mengulangi nya lagi.
“Gue suka sama Bintang, gimana menurut lo?” Tanya Langit sembari menatap Senja.
Akhirnya Senja sadar bahwa ini adalah nyata, bukan mimpi ataupun ilusi yang hanya sekedar ada di benaknya.
Seharusnya Senja tidak berharap lebih pada pertemuannya dengan Langit kali ini, karena pertemuan ini membuat Senja kembali kepada kenyataan bahwa Senja dan Langit tidak bisa bersama untuk selama nya.
...

KAMU SEDANG MEMBACA
It Hurts
Fiksi RemajaSenja itu seperti pertemuan terang dan gelap. Saat senja tiba kita bisa melihat sisa cahaya dari matahari yang membaur dengan kegelapan malam yang mulai datang. Meraka menyatu dan membuat langit seakan-akan berwarna jingga dan sangat indah. Namun ba...