[12]

506 33 1
                                    

“Dan pada akhirnya, diam adalah pilihan yang pas saat seseorang merindukan yang bukan haknya.”

.

.

Hari minggu harusnya menjadi hari yang menyenangkan dan digunakan untuk bermalas-malasan contohnya seperti bersantai di rumah, bangun kesiangan, nonton tv sepuasnya ataupun hal-hal lain yang bisa merilekskan otot-otot tubuh yang tegang karena dari hari senin sampai sabtu selalu bangun pagi untuk berangkat ke sekolah.

Namun hari minggu pagi ini nampaknya gadis berambut panjang itu lagi-lagi harus bangun pagi, di karenakan ia harus mengerjakan tugas kelompok di rumah sahabatnya.

Sekarang telah menunjukkan pukul 10 pagi dan Senja telah berada di rumah Dara.
Jika pada hari minggu biasanya gadis itu masih terbungkus oleh selimut tebal miliknya dan masih memejamkan mata di temani dengan mimpi-mimpi yang menjadi bunga tidur untuknya namun tidak untuk kali ini.

Senja harus mengesampingkan ego nya demi tugas sekolah yang telah dibebankan kepada nya. Dan disini lah Senja sekarang, berada di dalam kamar Dara dengan keadaan berbaring di tempat tidur milik sahabatnya itu.

Ingin sekali rasa nya Senja menutup mata nya kemudian berjelajah di alam mimpi, namun dia tidak akan melakukannya.

Kepala gadis itu berdenyut menahan kantuk serta memikirkan cara kerja soal yang telah dibagi dan menjadi tugasnya kali ini.

Dara menoleh kearah Senja sembari mengerutkan kening nya. Begitupula dengan Aira yang memang sudah berada di rumah Dara sejak tadi.

“Kenapa nih anak?” Tanya Aira sembari mengarahkan telunjuknya kearah Senja.

Dara yang mendengar pertanyaan Aira pun hanya mengangkat bahu nya.

“Galau kali.” Jawab Dara sembari terkekeh pelan.

Senja yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya pun hanya bisa berdecak kesal mendengar percakapan kedua temannya itu.

“Bintang udah ngasih tau gue.” Ucap Aira dengan wajah serius.

Dara lagi-lagi mengerutkan kening nya karena tidak mengerti ucapan Aira. Sementara Senja, gadis itu buru-buru menoleh kearah Aira dengan tatapan yang sulit di artikan.

Senja tau apa maksud dari omongan gadis itu, hanya saja sekarang rasa nya Senja sangat malas untuk membahasnya.

“Bintang ngasih tau apa ke lo Ai? Terus Senja juga muka nya kenapa langsung aneh gitu?” Tanya Dara penasaran.

Aira menghembuskan nafasnya, ia tau pasti Senja tidak bercerita kepada Dara mengenai masalah ini. Kali ini biarkan Aira yang memberitahukannya kepada Dara, agar gadis itu juga mampu menjadi tempat Senja mencurahkan segala isi hati nya.

“Langit udah ngungkapin perasaannya.” Ujar Aira sembari melirik Senja yang sedang tertunduk, ia tau gadis itu tidak mengerjakan tugasnya melainkan hanya mencoret-coret buku nya agar ia mampu melampiaskan rasa sesak yang ia rasakan.

“Langit ngungkapin perasaannya ke Senja? Bagus dong.” Jawab Dara antusias.

Aira menggelengkan kepala nya sembari tersenyum kecut, lagi-lagi ia melihat kearah Senja yang sangat enggan membahas masalah ini.

“Sayangnya bukan ke Senja, tapi ke Bintang.” Gumam Aira.

Dara tersentak kaget mendengar penuturan Aira, ia tidak menyangka bahwa selama ini Langit ternyata malah menyukai Bintang bukan Senja.

“Kenapa lo gak ngomong ke gue?” Tanya Dara sembari menatap Senja.

Senja mengangkat kepala nya sembari tersenyum tipis dan respon Senja mampu membuat Dara menghela nafasnya gusar.

Sebenarnya Dara merasakan ngilu di hatinya ketika melihat senyum yang diberikan Senja. Ia tidak sadar bahwa beberapa hari terakhir ini ada yang lain di senyuman gadis itu.

“Gue gakpapa.” Kalimat singkat itu berhasil keluar dari bibir Senja.

Aira dan Dara saling berpandangan kemudian mereka sama-sama menggelengkan kepala nya.

You still love him, don’t you?” Tanya Aira sembari menatap lekat kearah Senja.

“Ini bukan tentang gue Ai, ini tentang Bintang dan Langit yang garis takdirnya kebetulan bersinggungan sama gue.” Jawab Senja sembari tersenyum kecut.

Just give me the answer Mayvina Senja Azzahra!!!” Ucap Aira mempertegas pertanyaannya.

Dara yang mendengar itupun menyuruh Aira untuk berhenti, ia tau bahwa Aira menanyakan semua itu karena ia sangat peduli kepada Senja.

“Stop Ai, lo kayak gini malah jadi ngebentak Senja. This is not her fault.” Ucap Dara.

Aira menghembuskan nafasnya kemudian menatap lurus ke depan.

Sorry, gue kayak gini karena gue peduli sama lo. Bukan cuma gue tapi kita, kita yang selalu namain diri kita dengan kata sahabat. Kita yang berusaha untuk selalu ada disaat salah satu dari kita lagi butuh bantuan. Gue juga disini posisi nya netral, gue tau Bintang juga temen kita. Ini bukan salah Senja, Bintang ataupun Langit. Bener kata Senja tadi, garis takdir Bintang dan Langit dengan tidak sengaja bersinggungan dengan Senja.” Ujar Aira sembari tersenyum tipis.

Senja dan Dara yang mendengar perkataan Aira pun langsung tersentuh, pasalnya jarang Aira berbicara bijak seperti tadi.

“Superrrr sekali kamu teman.” Balas Dara sembari terkekeh pelan dan diikuti oleh senyuman tipis oleh Senja.

“Dara mah kampret, ngerusak suasana banget gila. Padahal feelnya udah dapet nih.” Jawab Aira memberengut kesal.

Senja dan Dara hanya bisa tertawa melihat perubahan raut wajah Aira.

Thank's Ai. Gue tau kalo lo peduli, but this isn’t just about me. Gue emang masih sayang sama dia, tapi rasa sayang gue bukan dalam artian gue pengen milikin dia. Kesannya kalo gitu gue kayak terlalu berharap banget pengen jadi miliknya sementara dia lagi mengharapkan orang lain.” Ucap Senja sembari menghembuskan nafasnya.

“Tapi bukannya dalam masalah hati kadang kita butuh sedikit keegoisan buat dapetin apa yang kita mau?” Sekarang giliran Dara yang bertanya.

Senja tersenyum tipis lalu menganggukkan kepala nya tanda bahwa ia mengerti.

“Asal lo tau, egois itu sikap bukan rasa. Kalo lo egois pengen milikin dia, jatuhnya yang lo rasain itu bukan rasa sayang melainkan hanya sekedar ambisi untuk memiliki.” Jeda Senja sebentar.

“Gue gak mau salah mengartikan perasaan yang gue punya. Gue gak mau berubah jadi orang jahat yang lebih mentingin ego daripada perasaan. Dan gue yakin, gue bakal baik-baik aja sama pilihan yang gue ambil sekarang.” Sambung Senja lagi sembari tersenyum kearah kedua sahabatnya itu.

“Lo gak baik-baik aja Senja. Please stop act like you’re ok.” Ucap Dara dengan nada lirihnya.

Senja tercekat mendengar penuturan Dara, ia bingung untuk menunjukan bagaimana perasaannya saat ini kepada orang lain.

Karena sedari dulu Senja selalu menyembunyikan perasaannya, bahkan ia selalu memasang wajah pura-pura bahagia disaat hatinya sedang tidak baik-baik saja.

“Terus gue harus apa Ra? Gue gak mau keliatan rapuh di depan lo semua dan tolong, jangan bikin gue keliatan kayak pemeran yang paling terluka dalam cerita kali ini. Gue gak suka keliatan rapuh, gue gak suka di kasihani cuma karena perasaan yang seharusnya gak ada. Please...” Lirih Senja dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Dara dan Aira juga merasakan bagaimana sesaknya menjadi Senja, gadis itu hanya tidak mau keliatan lemah di hadapan orang-orang yang mengenalnya.

Karena Senja ingin menjadi deretan warna jingga yang membuat orang-orang kagum terhadap keindahannya. Bukan warna jingga yang lemah yang membawa kesedihan untuk orang-orang di sekitarnya.

Aira dan Dara berhenti membahas mengenai masalah perasaan Senja, mereka tau gadis itu butuh waktu untuk membiasakan diri terbuka dengan orang-orang yang berada di dekatnya.

...

It HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang