H-1
Arik tentu saja tak bisa melupakan kejadian kemarin malam itu, entah apa yang ada dipikirannya saat itu sehingga ia tidak bisa menolak ciuman yang hangat dari altris yang mampu membuat jantungnya hampir meletus.
Kejadian itu benar-benar membuat arik buta akan keadaan sebenarnya. Dan keadaan di pagi ini cukup canggung, mereka bahkan tak mengeluarkan sepatah katapun dari baru bangun hingga sekarang. Bahkan altris sendiri selalu berusaha menghindar dari arik, entah karena takut diserang atau memang malu akan kejadian kemarin. Ia pergi untuk jogging mengelilingi komplek di villa itu.
Arik menggigit bibirnya dan sesekali menyentuhnya dengan jarinya sambil menatap kaca di wc. Ia memerhatikan dengan lamat-lamat bibirnya yang mungil itu. Bagaimana bisa ciuman pertamanya bisa didapatkan begitu mudah oleh pria yang sama sekali tidak pernah membuatnya merasa senang.
"gue harus bersikap gimana sekarang?" tanyanya sambil menatap wajahnya, sesekali ia menggeleng, berusaha membuang tayangan ulang kejadian kemarin yang muncul tanpa arik kehendaki di otaknya.
"iya, sikapnya biasa aja, lo harus galak macam biasa, pura-pura lupa kejadian kemarin, pura pura—" arik mengacak rambutnya kesal
"gue enggak senaif ini" serunya. Lalu ia menghela nafas dalam.
'iya, gue harus konfirmasi kenapa dia kayak gitu. Gue gak mau jadi orang naif kayak gini, gue gak mau kelihatan bego didepan dia, iya, gue bukan arik yang bego yang bisa dia panggil Katrok" dengan kepercayaan diri yang ia bendung selama 1 jam, arik keluar dari wc dan menunggu arik datang dari jogging di teras depan villa.
Setelah lama menunggu, altris muncul membuka gerbang dengan santainya tanpa mengetahui arik sudah berdiri di depannya. Ketika ia membalikkan badan ia terkejut melihat arik yang berdiri di teras depan, dengan kedua tangan yang dilipat di dadanya. Altris menghentikan langkahnya. Arik mendekatinya, altris tau ia akan disambar seperti malam kemarin. Tapi ia hanya bisa pasrah, karena ia harus bertanggung jawab atas tindakannya yang seenaknya tanpa seizin arik.
Arik kali ini tepat berada di depan altris, altris tidak menatapnya, ia hanya membuang muka. Mencoba terlihat cool.
"jadi, sebenernya alasan lo nyium gue itu kenapa?" tanya arik dengan kepercayaan dirinya yang tinggi itu.
Altris cengengesan, ia menggaruk tengkunya. Lalu berjalan melewati arik. Arik pun menyusulnya dan mencoba menyamakan langkahnya dengan altris yang jauh lebih panjang dari langkahnya.
"jangan diem kayak gini dong" gerutu arik dibelakang altris sehingga berhasil membuat sebuah senyuman di mulut altris.
"kenapa lo diem aja sih? Jadi maksudnya apa?" gerutu arik sekali lagi, sedangkan altris tak meresponnya dan sibuk duduk di kursi sambil melepas sepatu sportnya.
"gue gak ngerti ya sama pemikiran buntu lo itu. Dikit dikit dingin, dikit-dikit cerewet, diki-dikit sok manis—" altris memotong kalimat arik
"lo jangan cerewet, mau gue cium lagi?" kata altris tanpa ragu, dan itu berhasil membuat pipi wanita itu merah padam.
"jadi ya gitu aja, Cuma gemes aja sama sifat lo yang kayak batu, keras"
Arik menatap altris, lalu melepaskan tawanya. "jadi lo hal kayak gitu anggap mainan?"
"siapa yang nganggep mainan?"
"itu bukan hal yang sepele tris."
"jangan bilang ini ciuman pertama lo?" arik tertegun dan membuang muka dengan polosnya.
"yang jelas ini lo anggap sekedar bercandaan?" lanjut arik mencoba menghapus topik ciuman pertama.
"kalo lo anggap itu serius, gue enggak bakal sekedar serius, tapi gue lebih serius"
Kalimat itu berhasil membuat sesuatu menjanggal di hatinya, altris sangat berbakat dalam membuat hati arik menjadi pangling dengan mudahnya.
Altris masuk kedalam dan arik mengekorinya sambil menggerutu kecil.
"daripada marah-marah mulu, mendingan beres-beres buat besok, jam 8 pagi udah balik ke jakarta" kata altris, mendengar hal itu arik antusias dan langsung mengambil koper yang ia taruh diatas lemari, tapi tangannya tak berhasil meraih koper itu. Altris pun berdiri di belakangnya dan meraih kopernya, arik membalikkan badannya dan wajahnya kali ini tepat berada di depan dada lebar altris membuatnya semakin tak karuan.
Altris pun menurunkan kopernya, dengan cepat arik langsung menarik gagang koper dan meletakkannya diatas kasur. Dan ia langsung mengeluarkan bajunya dari lemari untuk dimasukkan ke koper.
"lo ngapain aja sih disini?" tanya altris dari dapur
"kenapa?" arik balik bertanya
"lo gak masak buat sarapan?"
"beli aja sendiri, gue males masak buat lo"
"ternyata gak mempan" desis altris, tentu saja arik mendengar itu, karena kamar dan dapur menjadi satu, dan hanya dipisahkan tembok yang tingginya 2 meter.
"enggak mempan apanya?"
"itu, waktu gue jogging, ketemu cewek itu. Biasanya yang gak peka itu cowok, ini malah cewek gak peka, padahal kode gue jelas kayak gitu. Masih aja gak peka" jelas altris. Mendengar hal itu membuat arik ingin sekali muntah.
"jadi cowok kok alay" kata arik cuek. Altris mengabaikannya karena ia benar-benar lapar dan sibuk merebus mie.
"serah lo"
"dih...."
"lo mau tau nama cewek itu gak?" tanya altris
Arik menghentikan melipat baju dan menatap altris dengan bosan.
"gue gak peduli." Tegasnya
"ya udah, asal jangan penasaran aja sampe mati"
Arik mengabaikannya, sedangkan dalam benaknya ia sangat penasaran dengan wanita yang disebut-sebut oleh altris itu. Lagian kenapa ia harus penasaran? Toh juga dia menyangka wanita itu hanya semu, khayalan altris yang memang kurang waras.

KAMU SEDANG MEMBACA
ATRAPADO (Belum Direvisi)
Teen Fiction(vote+comment) Arik memerlukan uang! Dengan terpaksa dia menerima tawaran untuk menjadi pacar bayaran seorang homo yang ingin dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa oleh orang tuanya, karena ketahuan Homo. Tapi lambat laun Arik bukan lagi pacar bayaran. Apa...