8

139 5 0
                                    

Maria meninggalkan restoran tersebut dengan hati yang kacau balau. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, satu-satunya yang ada dipikirannya hanyalah bunuh diri.

Tiba di kostnya, ia menangis sehebat-hebatnya, ia merasa membenci dirinya sendiri. Ia lalu mengambil ponselnya dan menelfon Marcell

"Cell.." Sahutnya setelah telfonnya tersambung pada Marcell. Ia memanggil nama Marcell dengan terisak-isak

"Kamu kenapa Mar?" Tanya Marcell kaget mendengar Maria menangis

Maria tidak menjawab Marcell dan terus saja menangis.

"Ada apa Maria? Are you okay?" Tanya Marcell penuh dengan kekhawatiran

"Yah, i'm okay cause you always with me" kata Maria yang masih terisak

"Tunggu aku, aku akan kesana"

"Tidak usah, cukup dengarkan aku saja. Marcell, kau selalu tahu bahwa alasan aku disini adalah dirimu. Alasan aku hidup adalah dirimu. Jika aku mati itu artinya aku sudah tidak sanggup lagi menahan semuanya, cukup kau tahu bahwa aku selalu mencintaimu"

"DIIIAAM MARIA" bentak Marcell di telfon

Maria terus terisak-isak tak tahan dengan semuanya.

"Kemana Mariaku? Maria yang kuat, yang hebat menjalani hidupnya, yang selalu bahagia di dekatku"

"Aku seperti itu karena kehadiranmu, jika bukan dirimu sudah lama aku tidak ada"

"Aku ada untukmu Maria, always with you my love"

Maria mencoba meredakan tangisannya namun masih terisak-isak

"Apa kau ingin kucium untuk menghentikan dirimu menangis?" Rayu Marcell dengan suara yang pelan menggoda

"Iih.. Apaan sih" tangis Maria beruba menjadi kesal

"Mau kan? Bilang aja lagi, nggak usah malu-malu"

"Gue mau dengar lo nyanyi" pinta Maria

"Ok.. Setelah ini kamu tidur yah!"

Marcell mulai menyanyikan lagu untuk Maria yang berjudul "A Little Too Much"

Setelah Marcell selesai bernyanyi, Maria berterima kasih dan mengakhiri telfonnya. Ia berbaring dengan air mata yang mengering dipipinya, ia mengingat kejadian sebelumnya

*flashback on*
Maria tidak percaya akan bertemu dengan Gavin. Mereka saling bertatapan tidak percaya.

"Duduklah Gav!" Perintah Samuel--ayah Gavin.

Gavin duduk dihadapan Maria, karena hanya ada tempat duduk itu tersisa.

"Bagaimana mungkin kalian
saling mengenal?" Tanya George

"Kami teman sejurusan dan kami seangkatan" ucap Gavin

"Benarkah? Sepertinya kalian memang ditakdirkan berjodoh tanpa kami jodohkan" sahut Samantha

"Maksudnya?" Tanya Maria dengan penuh tanda tanya dikepalanya

"Mama mu tidak memberitahukan apa-apa?" Tanya Samantha

Maria menggeleng. "Apa maksudnya?" Maria berbalik menatap Emma

"Kau akan kami jodohkan dengan sahabat rekan kerja almarhum ayahmu" ujar George

Emma langsung memegang tangan Maria sangat erat memberi kode agar Maria tetap duduk. "Duduk dan diam. Jangan menolak, terima saja semua. Ini semua untuk menyelamatkan aset ayahmu dari perusahaan asing. Kau sayang ayahmu bukan? Dan ingat apa yang akan terjadi pada Marcell jika kau menolak" bisik Emma pada Maria

Maria tidak bisa berbuat apa-apa dan pasrah dengan semuanya. Ia tidak mau semua milik ayahnya hilang begitu saja dan ia tidak ingin Marcell dalam keadaan yang bahaya.

Maria hanya bisa bersandar dan tunduk menahan air matanya yang tertampung penuh di matanya agar tidak jatuh.

Pembicaraan kedua orang tua sungguh Maria dan Gavin tidak pedulikan, mereka berdua dipenuhi dengan pikiran yang campur aduk.

"Hai, kalian berdua makanlah!" Seru Samuel pada Maria dan Gavin

Gavin mulai menyentuh peralatan makannya, namun Maria tetap pada posisinya yang diam. Emma memberikan beberapa makanan di piring Maria "makanlah Maria!" Suruh Emma

Maria hanya makan beberapa suap saja lalu ia meminum air menandakan ia telah selesai. Dan tak lama semuanya pun telah selesai dengan makanan mereka. Lalu Samantha mengeluarkan sebuah tempat cincin berbentuk hati.

"Bagaimana kalau kita mulai saja?" sahut Samantha

"Tentu saja, kenapa tidak?" Jawab Emma penuh antusias seolah-olah dia yang akan bertunangan dengan Gavin

Samatha memberikan sebuah cincin pada Gavin untuk ia pakaikan pada Maria. "Maria ulurkan tanganmu" pinta Emma. Maria dengan lemahnya mengangkat tangan kirinya dan Gavin dengan ragu memasangkan cincin di jari manis Maria. Kemudian giliran Maria yang memasangkan cincin pada Gavin, tanpa menatapnya ia langsung memasangkan cincin dengan perasaan tidak ikhlas.

Kedua pasangan orang tua tersebut bertepuk tangan gembira, namun hati Maria marah dan ingin memberontak. Entah bagaimana dengan Gavin yang mengetahui bahwa Maria yang akan menjadi istrinya.

"Kurasa semua sudah selesai, aku pamit pulang" air matanya setetes jatuh namun ia segera mengusapnya lalu beranjak pergi meninggalkan orang-orang tersebut

"Gavin akan mengantarmu" sahut Samuel

"Tidak usah" jawab Maria tanpa berbalik. Ia terus berjalan cepat dan mencari taxi untuk pulang.

*flashback off*

Maria mengejarjapkan matanya, ia melihat jam alarm yang berada di dekat tempat tidurnya. Sudah jam 07.13 pagi, ia tidak menyadari kapan ia mulai terlelap. Untung saja ia masuk kuliah jam 10.00 ada waktu untuk menyembuhkan matanya yang sembab akibat menangis.

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang