19

132 8 0
                                    

Gavin pulang dengan perasaan kesal dan bercampur amarah. Masih sulit ia percaya bahwa Maria akan bersikap seperti itu dihadapannya.

"Maria kemana Vin? Kalian nggak barengan pulang?" Tanya Samantha saat Gavin melaluinya

"Dia jengukin pacarnya" sahut Gavin terus berjalan ke arah kamarnya. Ia membanting pintu dengan keras hingga Samantha kaget dibuatnya. Belum pernah ia melihat Gavin marah dengan membanting pintu.

Gavin langsung menghantam ranselnya ke lantai dengan keras. "Awas saja kau Maria. Ooh., kau mau bermain-main denganku. Baiklah, akan ku mulai permainannya" Gavin bermonolog

Saat itu juga Gavin meninju cermin yang dihadapannya membuat cermin itu hancur dan tangannya bersimbah darah.

***

Samantha segera menelfon Maria, ia khawatir dengan kemarahan Gavin. Berkali-kali ia mencoba menelfonnya namun tak ada jawaban dari Maria. Sekali lagi ia mencoba menelfonnya dan kali ini Maria mengangkatnya.

"Maria? Ini ibu sayang. Kamu dimana?" Sahut Samantha dengan penuh kekhawatiran

"Di rumah sakit" jawab Maria singkat

"Pulang sekarang Maria, ibu sangat membutuhkanmu. Gavin sedang Marah, dan ia melukai tangannya dan ia tidak ingin diobati. Ku pikir kau bisa membujuknya"

"Biarkan saja, salahnya sendiri. Lukanya akan mengering tenang saja" sahut Maria dingin

"Mariaa.." Samantha menangis mendengar ucapan dari Maria yang tidak peduli dengan Gavin.

Maria menghela nafas, ia membenci seseorang bermohon dengannya dengan cara menangis. "Tunggulah" Maria langsung Menutup telfonnya.

****
Maria meminta izin pulang dengan Marcell dan Giswa.

"Maaf, aku tidak bisa ikut menjaga Marcell. Ada sesuatu-"

"Iya tidak apa, aku tahu kau tidak akan mungkin rela meninggalkanku demi urusan yang tidak penting" Gavin memotong pembicaraa Maria

Maria tertunduk lesu, andai saja ibu Gavin tidak memohon padanya, dia tidak akan mungkin meninggalkan Marcell. Sungguh, ia tidak peduli dengan Gavin.

"Lekas sembuh sayang" Maria mencium kening Marcell dan kemudian pergi meninggalkan Marcell dengan perasaan tidak ikhlas.

Maria langsung dihampiri oleh Samatha saat dirinya sudah tiba dirumah Gavin. "Maria, cepat nak hampiri Gavin" sahut Samantha

Maria langsung meninggalkan Samantha dan menuju ke kamar Gavin. Maria membuka pintu dan nampak kamar Gavin sudah terlihat seperti kapal pecah. Barang-barang berhamburan, telapak tangannya penuh dengan luka akibat serpihan-serpihan kaca yg ia remuk.

Maria menutup pintu dengan pelan dan mengambil kotak P3K yang telah terbuka dan berada di lantai. Ia menghampiri Gavin yg sedang bersandar lemah di pinggir kasurnya. Gavin menatapnya dalam dan tajam. "Kenapa kau datang?" Sinis Gavin

"Jangan berpikiran aku datang ingin bertemu denganmu, ini semua karena ibumu yg menelfonku dan memohon dengan cara menangis" balas Maria tak kalah sinis dengan Gavin.

Ia lalu mengambil handuk didalam kopernya dan membasahihya dengan air di kamar mandi dan mengambil air dalam timba. Ia mengusapkan handuk basah itu di tangan Gavin dengan pelan, sangat pelan ia membersihkan darah-darah yang ada di tangan Gavin.

Gavin tidak merasakan perih apapun, dia sibuk menatap wajah Maria yang terdiam membersihkan lukanya. Sampai ia tidak menyadari tangannya telah selesai di perban.

Maria kemudian beralih membereskan segala kehancuran yang telah Gavin perbuat.

"Maria.." Panggil Gavin

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang