33. Marah Banget

3.8K 369 7
                                    

"Assalamualaikum," gue mengetuk-ngetuk pintu rumah Shafa. Sudah delapan kali gue mengucap salam, tapi tidak ada satu pun yang terjawab.

"Assalamualaikum," gue mengucap salam untuk yang ke sembilan kalinya.

Pintu terbuka, "Waalaikumsalam," tampak Shifa-adiknya Shafa menjawab salam gue. "Eh, kak Arsyah? Mau nyari kak Shafa, ya?" setelah menyalami gue. Ini anak sopan banget ya.

"Iya, kak Shafa-nya ada?" tanya gue sambil tersenyum.

"Ada tuh lagi di kamar. Lagi nangis," jawabnya sambil menunjuk ke lantai atas.

"Nangis?" tanya gue heran.

"Iya, nangis. Hayoooo, kakak apain kak Shafa sampe nangis begitu, hayoooo," ledeknya. Gue jadi gemes ngelihat Shifa. Asik juga kali ya kalau gue punya adik ipar seperti Shifa.

"Nggak kakak apa-apain kok. Kak Shafa-nya aja yang cengeng. Bisa tolong panggilin kak Shafa-nya, nggak?"

"Bentar ya kak, Shifa panggilin dulu. Kakak duduk aja dulu,"

Shifa pun langsung menaiki anak tangga untuk menuju lantai atas. Sementara gue hanya duduk di ruang tamu, sambil berharap-harap cemas. Semoga aja Shafa mau nemuin gue.

Ayah dan Ibu Shafa merupakan pekerja kantoran. Jadi, kalau siang menjelang sore begini hanya ada Shafa dan Shifa di rumah ini.

"Kak. Kak Shafa nggak mau keluar kamar. Kakak aja yang manggil. Sini," teriak Shifa dari lantai atas.

Gue pun mengikuti instruksi dari Shifa. Kemudian gue menuju ke Shifa yang sedang berdiri di depan pintu sebuah ruangan.

"Ini kamar kak Shafa. Coba kakak yang manggil, kali aja kak Shafa mau keluar," perintahnya sambil berbisik.

"Oke," jawab gue berbisik juga.

Shifa kembali turun ke lantai bawah, sementara gue mengetuk-ngetuk pintu kamar Shafa.

"Fa, ini gue Arsyah. Keluar dong. Gue mau ngomong sesuatu sama lo,"

Pintu kamar Shafa terbuka. Menampakan Shafa dengan mata sembab khas orang sehabis nangis.

"Mau ngapain lo ke sini?"

"Gue mau ngejelasin apa yang lo liat tadi di sekolah,"

"Jelasin apa? Jelasin kalo lo belum move on dari Karin dan gue cuma jadi pelarian lo aja, iya?" tanyanya sambil meneteskan air mata.

"Nggak gitu, Fa."

"Lo jahat Syah," Shafa menutup pintu kamarnya dengan kencang.

Kelihatannya Shafa marah banget sama gue. Gue harus gimana, terus ngebujuk Shafa mumpung gue lagi di rumahnya, atau gue pulang aja? Ah, gue bingung.

***

Pemuja Rahasia Keluar KandangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang