27

692 84 0
                                    

Gue dianterin Ung naik motor pulang ke rumah. Gue pengen mengintrogasi Ung saat gue sampai di rumah nanti.

Satu kalimat yang diucapkan oleh Mora tadi mampu membuat otak gue berpikir keras seperti mengerjakan soal matematika. Di sisi satunya, gue berpikir mungkin aja dia lakuin tapi di sisi lain, gue berpikir kalau Ung gak akan mungkin ngelakuin hal itu.

Aduh, pusing kepala Alifah.

Setelah sampai di depan rumah, gue langsung turun dari motor Ung lalu menatap Ung tajam.

"Jujur sama aku, kamu pernah naena sama Mora terus hamil ya?" Gue tau Ung kaget.

"A-apa? Kamu tau darimana?"tanya Ung gugup.

"Oh, jadi bener?"kata gue ketus.

"Sayang, ini nggak seperti yang kamu pikirkan. Ak-

"Alah, gue gak butuh penjelasan lo. Gue kira lo ketos yang baik dan gak macem-macem tapi ternyata semua cowo itu sama aja. Sama-sama suka ngerusak,"

"Gue cuma mau ngasih tau, lo harus tanggung jawab sama Mora. Jangan deketin gue lagi, gue jijik sama lo." Gue menatap Ung tajam lalu masuk ke dalam rumah.

Sial, airmata gue pake keluar segala. Bahkan dia gak ngucapin maaf atau apa kek gitu. Mereka kan sama aja kaya main di belakang gue.

Sakit hati? Gausah ditanya. Hati gue berasa ditancepin sama ribuan pisau secara bersamaan. Gue kira, hubungan gue sama Ung akan baik-baik saja setelah masalah kemaren udah selesai.

Kenapa orang baik selalu tersakiti?

Gue harus merelakan Ung mungkin. Biarkan penggoda dan orang yang mau digoda hancur bersama.

"Abis darimana? Kok lo nang- LO NANGIS?!" Reflek gue menutup telinga gue dengan kedua tangan karena mendengar teriakan bang Tae yang kencengnya melebihi toa masjid.

"Berisik njir."

"Abang gabisa diginiin dek."kata bang Tae lebay.

"Diem atau gue tampol?"ancam gue.

"Lo kenapa sih? Cerita dong sama gue. Sesama saudara harus saling membantu."

"Emang kalo gue cerita ke lo, Mora bakal gak jadi hamil?"

Bang Tae menghampiri gue lalu mencengkram kedua pundak gue. "Tapi bukan Ung kan yang bikin hamil?"

"Mm, sayangnya iya."jawab gue pelan.

Mendengar perkataan gue, bang Tae langsung memeluk gue. Tangis gue langsung pecah. Buat sekali aja, gue pengen nangis. Udah gak kuat....

"Gue emang gabisa memutar balikkan waktu, tapi mungkin pelukan gue bisa membuat lo lebih tenang."kata bang Tae sambil mengusap rambut gue.

Gue melepaskan pelukannya, "Makasih, bang. Gue mau ke kamar dulu."

Sampe di kamar, gue langsung tidur di kasur. Gue capek. Bodo amat belom ganti baju, orang tua lagi pada pergi ini.

Gue bangun dengan sendirinya. Jam dinding menunjukkan pukul 17.30 dan gue memutuskan untuk mandi.

Tadinya setelah mandi, gue pengen tidur lagi tapi Taeyong manggil gue katanya ada yang nyariin gue. Gue cuma berharap semoga bukan hal yang membuat gue kaget.

Hari ini gue udah banyak dikejutkan dengan hal gak berguna.

Gue keluar dari kamar gue dengan earphone yang menyumpal kedua telinga dan hp yang gue pegang di tangan kiri.

Langkah gue terhenti ketika melihat seseorang yang pernah tinggal di dalam hati gue. Setau gue sih dia tinggal di Korea, tapi kenapa sekarang bisa ada di sini?

Ketua OSIS [Lee Eui Woong] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang