Hello-21

5 0 0
                                    

Kehadiranmu didekatku
Membuatku semakin sadar
Bahwa aku
Tengah diambang harapan dan kenyataan

⭐⭐⭐

"Leony gak tau, bang." Leony berkata pasrah lalu keluar dari kamarnya meninggalkan Randyaz seorang diri.

"Andai lo tau, dek... Gue juga lagi galau. Gue gak berani nyatain perasaan ke Riri. Karena kepingan masa lalu itu belum lengkap." Randyaz ngomong sendiri. Ia hanya tak ingin membebani Leony dengan segala keluh kesahnya.

🍂🍂🍂

"Kapan lo mau ngomong ke Randyaz?" Leony mendengar suara samar dari belakang gedung fakultas. Kebetulan ia sedang mencari tanaman obat yang biasa ditanam di belakang gedung fakultas.

"Gak bisa secepat itu, Ben... Aku harus-"

"Gue selalu merasa bersalah tiap mikirin itu, Ri." Ben meringis.

"Gue selalu peduli dengan lo... Tapi lo sama sekali gak kasih simpati ke gue. Plis, Ri kali ini aja lo turutin apa kata gue." Nada suara Ben terdengar putus asa.

Mereka ngomongin apa?

"Ilham pergi karena aku, Ben... Dan aku harus bawa dia pulang. Buat selesaiin masalah ini. Aku gak nyangka bakal serumit ini."

"Masalahnya Ilham dah gak ada, Ri... Sadar donk lo..." Ben mendesah berat. Riri terlalu hati-hati menurutnya. Sedang Ben sudah tak betah dengan keadaannya.

"Pikirin baik-baik, Ri... Maaf gue sempet marah-marah waktu itu. Gue pulang dulu." Ben pamit.

Leony belum menemukan arah pembicaraan 2 sahabat kakaknya itu. Tapi, Leony kurang nyaman mendengar percakapan mereka. Akhirnya Leony memutuskan untuk pergi.

🍂🍂🍂

"Kapan kamu mau pulang, Nak Aan?" Seorang lelaki tua memecah keheningan antara dia dan anaknya yang tengah mengurus kebun.

Yang ditanya hanya diam. Bukan malas menjawab, dia hanya bingung harus menjawab apa. Bukam hanya sekali dia mendengar pertanyaan serupa.

"Kamu punya kehidupan yang cerah di luar sana." Lelaki tua itu berkata lagi.

"Pak... Aan masih suka di sini. Aan masih pingin sama bapak." Lelaki bernama Aan itu menghentikan aktivitas mencabut rumput liar dan menatap bapaknya yang tengah duduk di sebuah gubuk 1 meter darinya.

"Berhenti memanggilku bapak, Aan... Jika kamu menjadikan itu alasan lagi." Lelaki tua itu menghembuskan napas kasar. Ia sudah lelah mendengar jawaban dari putranya itu. Setiap ditanya selalu menjawab itu-itu saja.

Lelaki itu–Aan–menghampiri bapaknya dan duduk di sebelahnya.

"Pak... Aan bahagia di sini. Sama bapak... Bapak bagai superhero buat Aan. Gak mungkin Aan mau ninggalin bapak gitu aja." Aan mencoba memberi pengertian.

Lelaki tua itu adalah pahlawan buatnya. Penyelamatnya. Memang bukan bapak kandungnya. Bapak dan ibu kandungnya berada nan jauh di sana, mungkin masih mencarinya sampai sekarang.

"Kamu masih takut mau pulang naik pesawat?" Bapak Aan menebak kembali yang selama ini menjadi alasan Aan enggan pulang.

"Bukan, pak. Aan sudah ndak takut lagi. Aan merasa bersalah sama seseorang, pak. Aan sudah mengkhianati kehidupan Aan, pak." Aan menerawang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello From MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang