Part 23

27 2 0
                                    

Tanganku berhenti di udara saat ini aku sungguh dilemma apa aku harus masuk atau putar badan Dan pergi meninggalkan tempat ini? Berkali-kali sudah aku mundur berbalik arah untuk pulang, lalu kembali mendekati pintu hendak ingin membukanya dan begitu seterusnya yang membuatku kesal pada kelabilanku sendiri.

"Kau...sampai kapan kau mondar mandir di depan pintu itu!
Aku tersentak dan menoleh ke sumber suara tersebut, dan tentu saja aku tau siapa pemilik suara itu, Austin. Aku merutuki diriku sendiri yang memilih bertahan dengan kelabilanku, seandainya aku pergi dari tadi Austin tidak akan menangkap basah tingkahku yang bertingkah aneh di depan pintu penthousenya.
"Minggir!" Ucapnya lagi yang seketika membuat kakiku tergeser memberikan space untuk pria itu.
"Ada yang aneh!"ucapku dalam hati namun tak urung memperhatikan pria itu memasukkan kode pintunya.
"Saat aku hendak masuk mengikuti jejak pria itu, tiba-tiba pintu tertutup dengan kasar tepat di depan wajahku. Jangan tanya aku kaget apa tidak, karena hingga beberapa detik adegan itu berlalu aku masih menatap pintu itu dengan tatapan melongo dan kaget.
Keterkejutanku berakhir saat kulihat Austin menelponku yang secara langsung meningkatkan adrenalin dalam tubuhku.
"Tekan bel nya kalau kau sudah siap masuk!" Ucapnya langsung tak memberi sedikitpun waktu untukku meluapkan amarahku padanya.
"GILA!!" Gerutuku pada  ponselku seolah-olah sedang meneriaki Austin.
Namun tak urung aku menekan bel tersebut, aku tidak rela amarahku tidak tersalurkan kepada sang pelaku yang dari sedari tadi meningkatkan emosiku.
"Ohh..rupanya kau sudah siap?" Ucap pria itu dengan raut wajah yang sangat menyebalkan..di mataku.
"Kau beneran gila! Benar-benar gila!" Umpatku dengan nada rendah.
"Kau mau tanggung jawab kalau wajahku kena pintu?" Ucapku lagi saat kulihat pria itu acuh tak acuh dengan umpatanku.
Dan..lagi..aku terkejut dengan tindakan dadakan yang dilakukan pria itu. Yahh..pria itu baru saja mendorongku ke arah dinding dan mengurungku dengan kedua tangannya.
"Kira-kira tanggung jawab yang seperti apa yang kau inginkan dariku jika itu benar-benar terjadi?" Ucap pria itu menatap mataku. Tatapan mata yang lagi-lagi membuat diriku merasa ditelanjangi.
"Ka..ka..kau..mau ngapain jangan mendekat!!" Ucapku terbata saat kulihat kepala pria itu mendekat ke arah kepalaku.
"Kalau aku bilang aku ingin membalas perbuatan pria sialan yang mengaku dirinya sebagai calon suamimu bagaimana?" Ucap pria itu mulai mengangkat daguku.
Posisi ini lagi ya Tuhan..jeritku dalam hati.
"Jangan macam-macam Austin!" Teriakku dengan suara bergetar. Demi Tuhan aku tidak mau kecolongan lagi.
"Apa yang kau pikirkan?"ucap pria  itu seketika menyentil dahiku dan pergi begitu saja menjauhiku. Aku bisa melihat dengan jelas senyuman pria itu saat menyentil dahiku tanpa belas kasih.
Aku hanya mengelus-ngelus keningku yang memanas sembari menatap pria itu dengan amarah dan kesal.
"Kau menggodaku? Jangan menggigit bibirmu?", ucap pria itu berbalik badan menatapku yang sibuk menatapmya tajam.
"Jangan pasang tatapan seperti itu?" Ucap pria itu lagi.
"Apa urusanmu?" Ucapku menantang.
"Then...jangan salahkan aku kalau aku lepas kendali!"ucap pria itu yang langsung membuat nyaliku menciut ke titik terendah.
Aku paham maksud pria itu sangat paham. Maka dari itu mau tidak mau aku menormalkan kembali ekspresiku.
"Kau menyebalkan!" Ucapku kesal yang disenyumi pria itu.
"Jadi mana foto ayahku?" Ucapku to the point yang diacuhkan pria itu lagi dan berjalan ke arah pantry.
"Sabar nona. Kau akan mendapatkannya. Tapi kau taukan aku pebisnis. Selalu ada harga yang kau bayar untuk tiap tindakan. Jika kau ingin foto ayahmu, kau harus membayarku terlebih dahulu!" Ucap pria itu membawa segelas anggur di tangannya.

Aku menatap tak percaya ke arah Austin,"Heoll...orang kaya macam apa yang dengan tega menguras dan meminta bayaran dari seorang mahasiswa yatim piatu? Dan itu bayaran untuk foto ayahku sendiri yang kebetulan adalah karyawan mereka sebelumnya. Ck..ck..ck..apakah mereka memperoleh lekayaan dengan cara seperti ini?" Ucapku dalam hati masih setia dengan tatapan tak percayaku.

"Kau mau berapa?" Ucapku akhirnya dengan kekesalan yang semakin bertumbuh subur.
"Aku hanya punya 1000 dolar saat ini!" Lanjutku menatap pria itu.
"Ohh...santai nona. Aku tidak menginginkan uangmu. Jangan menganggap remeh keluarga Casalegno. Aku tidak menyuruhmu membayar pakai uangmu tapi bayar aku pakai tubuhmu!" Ucap Austin duduk di sebelahku.
"KA...KA..KAU..MULAI LAGI! JANGAN GILA AUSTIN!" teriakku bangkit dari tempat dudukku seraya mengarahkan jari telunjukku ke arah pria itu. Namun tingkahku yang panik hanya dibalas oleh tawa ejekan dari lelaki itu.
"Aww...!"ringisku kembali saat merasakan untuk kedua kalinya keningku disentil oleh pelaku yang sama.
"Untuk umurmu yang masih sangat jauh dari angka 20 tahun  pikiranmu terlalu kotor nona!" Ucap pria itu dengan tatapan geli.
"Maksud saya temani aku malam ini, aku ada undangan penting" ucap Austin percaya diri.
"Kenapa harus aku?" Ucapku memicingkan mata ke arah pria itu.
"Jangan banyak tanya, kau hanya perlu menemaniku. Atau foto ayahmu...!!"
"Iya..iya..! Jangan mengancamku lagi!"ucapku kesal dengan ketidak berdayaanku. "Lama kelamaan kau dan mafia tidak ada bedanya. Memaksa dengan memanfaatkan kelemahan musuhnya!"

"Good!!" Ucap pria itu menepuk bangga kubun-ubunku. Ingin rasanya aku menghempaskan tangan itu dari kepalaku, tapi aku tidak mau mood pria itu berubah lagi dan mengakibatkan masalah baru. Karena aku tau dia adalah pemegang kontrolnya. Sekeras kepala apapun aku, ttap saja dia yang menang. Tidak adil! Rungutku dalam hati.
"Kalau begitu aku pulang saja, kirim alamatnya kita ketemu ditempat!" Ucapku tak mau berlama-lama.
"Jangan konyol, kita berangkat bersama. Dan acaranya 3 jam lagi!" Ucap pria itu menatap jamnya. Sejam lagi kita berangkt memilih baju untuk mu! Aku tidak mau kau tiba-tiba datang dengan gaya ABG mu dan mempermalukanku"putus pria itu yang tak bisa ku bantah sama sekali. Lebih tepatnya aku tak mau memperpanjang masalah ini.
***
Pria itu menatapku sembari menggelengkan kepala yang kutatap dengan penuh tanya.
"Kenapa?" Ucapku akhirnya saat kudapati tatapan herannya tak kunjung menghilang.
"Kau lupa kalau baru saja kau mengangkat semua barang-barangmu dari penthouse ini. Bahkan belum genap 24 jam kau berkata kau ingin keluar dari penthouse terkutuk ini dan sekarang kau disini bertingkah seolah kau tuan rumah. Kau membuka kulkasku sesuka hatimu, memakan apapun sesuka hatimu, dan sekarang kau malah memakan cemilan, menontin tV seraya mengangkat kakimu di sofaku?" Ucap pria itu yang menyadarkanku bahwa yang dia katakan sedikit masuk akal.
"Kenapa? Aku tidak bisa menyentuh dan memakan apapun di penthouse ini?"ucapku menolak mengiyakan ucapan pria itu.
"Santai sayang..lakukan apapun semaumu! Tapi ada baiknya kau menghapus kata terkutuk itu dari penthouse ku!" Ucap pria itu tertawa dan kembali menyeruput anggurnya.
"Aku tak lernah mengatakan penthouse ini terkutuk. Sepertinya ingatanmu mulai memudar!" Ucapku membela diri.
"Cihh...bahkan belum 24 jam kau mengatakan itu dan sekarang kau membantah!" Ucap pria utu sengit dan meneguk anggurnya.
Ucapan itu membuatku kembali mengingat-ingat kejadian tadi pagi. Perasaan aku nggak ada mengucapkan hal seperti itu?

"Oh ya, kau kenapa memilih  masuk dari pintu itu, bukankah akses lift khusus masih ada padamu?"ucap Austin menatap Andrea yang masih sibuk mengunyah cemilannya. Untuk pertama kali mereka bisa duduk berdua di ruangan yang sama dalam waktu yang terbilang cukup lama tanpa perbuatan mesum dari Austin.
"Kau sendiri kenapa masuk dari situ? Aku tau betul sebelumnya kau gak pernah masuk dari sana. Selalu dari lift khusus!" Ucap Andrea melempar kembali pertanyaan yang sama yang berhasil membuat pria itu berdecak kesal. Mungkin jika diterjemahkan Austin sedang mengeluh dengan tindakan Andrea yang menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan yang sama.
"Ini penthouseku, darimanapun aku masuk itu terserahku. Bahkan jika suatu saat nanti aku ingin masuk dari ataspun itu bukan urusanmu!" Ucap Austin dengan nada angkuh yang begitu ketara.
Tentu saja kalimat itu adalah sebuah kebohongan. Karena faktanya bahkan jauh sebelum Andrea datang, pria itu sudah ada di penthousenya. Bahkan detik Andrea tiba di penthouse pun dia tau dan dia menyaksikan begitu jelas kebimbangan Andrea untuk masuk ke dalam penthousenya. Semua tingkah Andrea terekam sangat jelas di kamera pengamannya. Bahkan pria itu memilih keluar dari penthouse dan naik kembali menggunakan lift umum hanya untuk mencegah niat wanita itu untuk pulang tanpa masuk ke penthousenya. Tingkah itu mau tidak mau membuat Austin menggigit bibirnya dan mmijat-mijat keningnya.

-End-

My Glorious AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang