22.

174 6 0
                                    

Arvin menatap bangunan kokoh menjulang tunggi nan besar di depannya, yang dominan bercat putih. Di depannya bertuliskan besar Rs. Bina Sehat, tempat Faldi di rawat sekarang.

Arvin terlihat sedang menerawang. Tidak ada sorot bahagia di matanya meskipun ia berhasil membuat Faldi masuk Rumah Sakit. Ia berpikir, apa yang di rasakan Faldi, belum ada apa - apanya di bandingkan apa yang di rasakan oleh seseorang itu.

ia berkata pelan "Dulu, dia juga dirawat Rumah Sakit ini."

***

Dita tak bisa barang sedetik saja tidak menyumpah serapahi makhluk di depannya ini.

"Balik sekolah, kita nonton ya?"

"Gak."

Tama mengerutkan dahinya. Tidak biasanya Dita menolak ajakannya. Bahkan, chat yang ia kirim kemarin belum juga di balas oleh Dita. Jangankan di balas, di read saja tidak.

Tama memegang bahu Dita, untuk mangalihkan Dita pada Lks Biologinya "Kamu kenapa? chat aku semalem nggak kamu bales. kemana aja?"

Dita melepaskan tangan Tama dari bahunya. Raut wajahnya menunjukan bahwa ia risih berkontak fisik dengan Tama.

"Pengen banget gue bales? gue mau kemana aja emang itu urusan lo?" ketus Dita.

Tama sedikit tersentak dengan jawaban Dita yang terkesan balik bertanya. Dita tidak memakai aku-kamu membuat Tama makin berpikir pasti ada yang tidak beres.

Entahlah, Dita merasa hambar saja dengan cowok di depannya ini. Rasanya seperti biasa saja. Niat awalnya memang untuk menjadikan Tama pelampiasannya dari Faldi. Tetapi, ah pokoknya Dita tidak berselera lagi dengan cowok ini. Maka dari itu, Dita membalas perkataannya sedikit lebih ketus agar Tama bisa menyadari bahwa Dita tidak meresponnya lagi. Agar Tama tahu diri.

"Mulai sekarang lo gak usah deh anter jemput gue, apalagi chat gue di saat waktu lo luang. oke?" ucap Dita bernada santai.

Tama mulai mengeraskan rahangnya. Perasaan ia tidak membuat salah apa - apa yang membuat Dita marah. Lalu mengapa sekarang Dita terkesan ingin menjauhinya?

Pasti gara - gara Faldi! Tama yakin itu.

"Why? kamu masih ngarepin Faldi?" pertanyaan itu terlontar begitu saja tanpa mengetahui Dita yang sangat sensitif jika menyebut nama Faldi.

Dita tidak menjawab. Ia menetralkan ekspresi wajahnya.

Tama membuang arah pandangnya ke samping "Apa sih yang dia kasih sampe kamu masih aja ngarepin dia? inget dit! dia udah nyakitin kamu,"

Dita tidak mengelak, Faldi memang menyakitinya dengan mendekati perempuan lain. Itu sangat membuat hatinya sakit. Namun saat Faldi dulu mendekatinya, ia malah berlagak tidak butuh, tidak peduli. Sedang sekarang Faldi mendekati perempuan lain, ia malah marah. Siapa yang salah disini?
Dita? atau Faldi?

Berharap? Dita tidak mau munafik. Ia memang berharap barang sedikit saja. Siapa tahu Tuhan berbaik hati padanya membuat Faldi kembali jatuh cinta padanya. Ia tidak akan membiarkan rasa gengsinya mengambil alih lagi.
Karena sampai detik ini, jam ini, hari ini. Perasaan Dita untuk Faldi masih sama.

Tama tak berhenti mengomporinya "Mungkin sekarang Faldi udah bahagia sama ceweknya yang sekarang. Bahkan waktu dia ninggalin kamu, besoknya dia berlagak nggak bersalah, kan?"

Faldita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang