27.

213 10 3
                                    

"Tadi kok di matiin sih Sell sambungannya? kan gue belom liat Ditanya!" seru Faldi kesal.

Sella menghempaskan bokongnya ke sofa kamar inap Faldi. Baru saja ia pulang dari pesta si Susi.

"Hape gue lowbat. Gue gak ada bawa power bank. Ya emang sih gue bawa charger, tapi masa mau gue colokin ke idung gue?" tanya Sella sewot seraya memutar bola matanya.

Handphonenya yang lowbat, tentu saja itu bukan alasan yang sebenarnya. Mana mungkin Sella tega memperlihatkan bagaimana asiknya Galuh dan Dita mengobrol santai di pinggir kolam.

Bukannya tidak ingin memberitahu. Tetapi keadaan Faldi yang sekarang masih tidak memungkinkan untuk tahu kenyataan yang sedikit membuatnya marah. Beda urusan kalau Faldi sudah pulang dari rumah sakit, mungkin Sella tidak bisa menyembunyikan kenyataan yang satu itu.

"Pasti tadi Dita tampil cantik banget kan, Sell?" tanya Faldi sambil menerawang wajah Dita dengan memakai dress dan make up yang natural.

Sella melempar bantal yang ada di sekitarnya ke arah wajah Faldi.

"Ye bangsat mendarat mulus anjir"

"Lo kenapa bisa alay begini sih kalo nyangkut masalah Dita? heran gue!" ujar Sella bergidik setelah puas melempar wajah Faldi menggunakan bantal.

"Lo gak pernah ngerasain apa yang namanya cinta sih ya susah."

Sella mengerutkan keningnya. "Lo udah mikirin resikonya?"

"Maksud lo?"

"Apa lo yakin kalo yang hati Dita mau itu lo? masih seyakin itu?" tanya Sella.

"Kalo misal nih ya, dia emang masih demen sama lo, dengan lo yang sampe sekarang bersandiwara jadi gebetan gue, itu justru bikin dia ngejauh perlahan-lahan dari lo karna dia tau kalo lo gebetan gue,"

"Gak ngerti kan lo? goblok sih" ujar Sella malas.

Faldi diam. Mungkin selanjutnya ia akan terus memikirkan apa yang barusan Sella katakan.

Tiba-tiba Sella tergelak "Oh iya! iya kalo si Dita masih demen, nah kalo nggak? sia sia dong usaha lo buat dia cemburu dengan lo yang jadiin gue gebetan lo?"

Faldi menatap Sella cukup lama sampai keheningan meliputi keduanya. Lalu Faldi yang pertama kali memutuskan kontak matanya, ia melihat ke arah lain, lalu ia membuka ponselnya yang bergetar yang terletak di nakas sebelah brankar.

Dita punya gue : udah mendingan belum, Fal? sorry ya malem ini gue nggak jenguk, baru aja pulang dari partynya Susi. Besok gue jenguk lo. mau gue bawain apa?

Ujung bibir Faldi terangkat menampilkan senyuman yang menenangkan hati kepada siapa saja yang melihat senyum itu.

Faldi memperlihatkan isi pesan itu kepada Sella "See? gue yakin seyakin yakinnya kalo yang hati Dita mau itu masih gue." ujarnya mantap.

Dengan satu pesan yang Dita kirimkan barusan yang berisikan perhatian menurut Faldi cukup membuat Faldi tenang dari yang sebelumnya merasa gusar sendiri akibat perkataan Sella.

***

Tama menatap tajam Arvin yang posisinya duduk di hadapannya. "Maksud lo apa? lo mau nikung gue?"

lanjun Tama "Lo pikir gue gak tau kalo lo sering kirim chat ke Dita?"

Arvin terlihat santai tidak risih dengan suara Tama yang menggelegar.

Arvin mencondongkan badannya kedepan "Lo lama. Cewek kaya dia gak bisa di anggurin."

Tama mengepalkan kedua tangannya. Nggak Galuh nggak Arvin sama-sama membuatnya naik pitam.

"Gue udah gercep! selangkah lagi gue udah bisa jadian sama dia!" telaknya.

Arvin mengendikan bahunya remeh. Ia merasa tidak lagi membutuhkan bantuan Tama,
lagi.

Melihat ia di remehkan seperti itu membuat Tama bangkit berdiri dan menarik kerah kemeja yang di kenakan oleh Arvin. "Lo brengsek! ingat kesepakatan kita! kalo gue bantu lo, gue bisa dapetin Dita-"

"Gue gak ada bilang kalo gue gak bakal ngerebut Dita dari lo, kan?" ujar Arvin santai dengan tangannya yang menepis kasar kedua tangan Tama di kerah kemejanya.

Setelahnya, Arvin berlalu begitu saja meninggalkan Tama yang memerah wajahnya karena marah ia merasa telah di khianati.

"Argghh sialan!"

***

"Kupasin dong," pinta Faldi maja.

Dita mengangguk dengan tangannya yang lihai mengupaskan apel untuk Faldi.

"Nih," ujar Dita memberikan potongan apel.

Lalu sedetik kemudian ia terkekeh "Ah gue lupa kalo tangan lo masih sakit,"

Faldi hanya tersenyum.

Rio dengan gusar bermain game di ponsel Faldi. Dirasa ia kalah, ia kesal untuk bermain game itu lagi.

Dengan kesal ia melempar ponsel Faldi ke arah Faldi dengan harapan Faldi akan menangkapnya.
"Tai. kalah mulu gue!"

Dan benar saja, saat Rio melambungkan ponselnya, kedua tangan Faldi yang sebelumnya terbungkus di dalam selimut dengan reflek menjulur ke atas menangkap ponselnya dan berakhir mendarat di kedua tangannya membuat ia lega karena tidak jatuh ke lantai.

Dan itu membuat Dita melongo bukan main. Ia mengamati wajah Faldi lalu beralih mengamati kedua tangan Faldi. Bergantian terus seperti itu.

Dita mengankat pisau yang ia pegang menghadap Faldi membuat Faldi was-was melihat pisau tajam di depannya. "Jadi lo bohongin gue!?!! tangan lo gak sakit, kan!?!?!!!"

Faldi meringis seraya menyingkirkan pisau tajam itu dari tangan Dita dan beralih menaruh pisau itu di nakas.

Setelahnya ia menggenggam kedua tangan Dita. "Jangan marah, dong. Guenya sakit masa mau di marahin, sih?" ujarnya lembut plus wajahnya ia buat sekalem mungkin.

Dita melepaskan tangannya dari genggaman Faldi. Mana bisa ia luluh dengan cara seperti itu? yah walaupun telinga Dita geter-geter sih mendengar Faldi berkata lembut seperti itu.

"Ya lagian lo pake bohong!" ketusnya dengan wajah cemberut.

Di sofa, Rio bersiap untuk keluar dari ruangan. Menghindari cercaan makian dari Faldi.
Beruntung Faldi tidak fokus padanya, Faldi hanya terfokus pada wajah Dita yang cemberut.
Jujur saja, Faldi kangen dengan wajah Dita yang cemberut.

Pasalnya, semenjak ia di rawat di rumah sakit dan Dita menjenguknya, Dita jarang sekali memasang wajah cemberut. Ia selalu saja terlihat malu-malu dan sabar.

Faldi kan jadi kangen sama wajah cemberutnya. Haduh. Bucin.

***

Udah 2 bulan ya hehe. Update nih update gue wkwk.

mon maap kalo masi nemuin typo

see you next part 💞

Faldita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang