"Gara-gara lo! gara-gara lo Trisya ngerasain sakit hati disaat dia lagi sekarat!"
Faldi bergeming. Matanya menatap lurus mata Arvin yang berkilat amarah. Cengkraman tangam Arvin dibajunya tak dilepaskan oleh Arvin sehingga leher Faldi terasa sakit. Tapi, bukan itu yang membuat Faldi diam.
Kalimat yang diucapkan Arvinlah yang membuatnya diam.
Trisya?
Sakit hati?
disaat sekarat?
Jadi... apa yang waktu itu Trisya bilang kalau ia suka padanya itu benar adanya?
Disaat Faldi diam begini membuat Arvin melayangkan tinjuan penuh emosinya. Faldi terhuyung kesamping, namun, Arvin menarik Faldi kembali lalu meninju perutnya. Faldi tidak bisa melawan, ia masih sibuk dengan pikirannya.
"Gue.... gue suka sama lo, Fal"
"Lo nggak boleh suka gue, Sya."
"Karena kita sepupuan? kenapa sih, Fal selalu aja karena hal itu? rasa cinta gue nggak sedangkal itu!"
"Denger, Sya. Lo nggak boleh suka gue, sampai kapanpun lo nggak boleh suka gue. Mungkin yang lo rasain bukan cinta, jadi kubur perasaan lo."
Jadi.. benar sepupunya, Trisya menyukainya?
Faldi membiarkan Arvin memukulinya. Faldi menatap Arvin lelah, "Lo dendam sama gue? kenapa? karena lo suka sepupu gue?"
BUGH
Arvin kembali melayangkan pukulannya ke wajah Faldi, semakin emosi ia mendengarkan pertanyaan Faldi barusan.
Arvin menendang dada Faldi hingga Faldi terjatuh. Ketika Arvin ingin menginjak dada Faldi, Faldi menahannya menggunakan kedua tangannya.
Arvin makin menguatkan kaki kanannya untuk dapat menyingkirkan tangan Faldi dikakinya.
desisnya "Lo tau? saat lo ninggalin dia setelah dia ngungkapin perasaannya ke lo kondisinya semakin parah! siapa yang selalu ada didekatnya dan rajin ngerawat dia? hah? siapa? GUE!"Dengan sekuat tenaga Faldi menyingkirkan kaki Arvin, lalu ia berdiri. Ia mendorong dada Arvin,
"Kenapa lo ngerasa paling berat? kita semua gue, lo dan Galuh ada dideket Trisya dan ngerawat dia! jadi bukan lo doang! cuma karna lo ada rasa sama dia, lo jadi yang paling tersakiti disini! gue dan Galuh sama-sama terpukul atas kepergiannya!"
Arvin berteriak marah "Bangsat!"
BUGH
Faldi tak dapat menghindari pukulan Arvin barusan, Faldi tidak memprediksinya barusan. Lalu, matanya melirik saat Arvin mengeluarkan pisau kecil dari saku jaket kulitnya.
oh shit jangan lagi gue kena tusukan pisau, Faldi membatin sambil memutarkan bola matanya.
Arvin mendekat, menyiapkan ancang-ancang untuk menendang perut Faldi. Ia tahu jahitannya pasti belum sepenuhnya kering. Ia menyeringai. Dilihatnya Faldi mengaduh dan meringis akibat tendangannya.
Arvin melangkah mendekati Faldi dan berjongkok, menyiapkan ancang-ancang. Tangan kanannya yang memegang pisau diangkatnya tinggi-tinggi. Faldi masih memegangi perutnya yang barusan Arvin tendang. Sumpah, itu sakit.
Ketika Arvin hendak membalaskan dendamnya, tiba-tiba badannya ambruk menimpa Faldi. Pisau ditangan kanannya terlepas dari genggamannya.
Galuh datang tepat waktu. Faldi bernafas lega. Kalau tidak, ia pasti akan terkena tusukan itu lagi.
Galuh membantu Faldi untuk berdiri. Prediksi Galuh tidak meleset, bahwa sesuatu yang buruk memang terjadi disini. Terlebih itu terjadi pada kedua sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldita (On Going)
Teen FictionFaldi emang suka banget bikin Dita ngendas - ngendus kaya banteng. "Lo lupa sama kalimat lo sendiri kalo lo gak ada rasa sama gue? Bagian mana kalo gue nyakitin lo?" "LO NINGGALIN GUE!!!!" "Gue ninggalin lo yang gak ada rasa ke gue. Salah?" © 2017...