Ariana Pov
Tok .. Tok
"Ana? Apa Reyhan sudah selesai? Jika sudah selesai bergegaslah ke ruang makan Ayahmu sudah menunggumu sejak tadi" aku terkejut. Terkejut karna aku melupakan niat awalku untuk membangunkan Reyhan.
"Iyah Mah bentar lagi Reyhan masih dikamar mandi nanti aku nyusul" aku tak peduli alasanku masuk akal atau tidak setidaknya aku mencari alasan agar Mamah mau menungguku sedikit lebih lama.
"Cepatlah mandi Han. Mamah dan Ayah sudah menunggu kita" ucapku yang mulai beranjak dari tempat tidur.
"Bagaimana jika kita lanjutkan dulu kegiatan yang tadi setelah itu aku mandi" kurasakan panas di daerah wajahku. Aku tak tau akan semerah apa pipiku.
"Atau kau ingin melakukannya dikamar mandi? Bagaimana? Aku tak akan keberatan, percayalah" ucapnya membuat pipiku yang tadinya merah kini bertambah merah.
"Reyhan" teriakku yang dibarengin dengan meluncur nya bantal kearah suamiku.
Dugaanku benar bantalku tak mengenainya karna ia sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi.
Aku keluar dengan wajah yang ditekuk karna Reyhan yang terus menggodaku sejak ya kalian tahu sendiri.
"Mana suamimu?" tanya Ayah.
"Sedang mandi" tak lama kemudian muncullah seseorang yang membuat ku kesal sejak tadi. Siapa lagi jika bukan suami ku. Jika saja membunuh suami sendiri diperbolehkan sudah ku cekik ia sedari tadi.
"Selamat malam Yah, Mah. Maaf kalian jadi menungguku. Tadi Ana menahanku untuk kemari karena ia ingin berduaan denganku terlebih dahulu sebelum makan malam" ucapnya yang lagi lagi membuat ku naik darah.
*******
Setelah selesai makan malam. Kulihat Mamah yang sedang menonton tv sendiri. Kuhampiri ia dan mulai mendudukan bokongku disebelahnya.
"Hai sayang" sapanya.
"Apa Mamah akan datang kesekolahku besok?" kulihat ekspresinya yang sedikit menegang. Aku sebenarnya tau bahwa surat peringatanku sudah berada di tangan Reyhan. Mamahku hanya diam dan berfikir seolah apa kata yang baik untuk mengungkapkan kesalahannya.
"Jika seharusnya Mamah tak ingin datang untuk menghadiri panggilan disekolah. Mamah hanya perlu berbicara denganku. Tak perlu memberikannya pada Reyhan" air mataku menggenang di pelupuk mataku. Rasa kekecewaan yang begitu besar melandanku.
"Mamah bukannya tak ingin menghadiri panggilan sekolah nak, tapi Mamah mengingat bahwa kau sudah bukan tanggung jawab kami lagi. Apapun masalah yang kau punya usahakan suamimu yang menyelesaikan denganmu bukan dengan kami. Mamah mengerti ini tapi suamimu perlu mengetahui dan kalian perlu untuk menyelesaikannya"
"Akupun tak akan meminta bantuan Mamah, Mah. Jika bukan terdesak, Mamah pun mengerti bagaimana keadaan kami yang sedang bertengkar. Kalaupun Mamah tak ingin membantu berikan saja padaku dan tak usah memberikan pada suamiku" Maaf kan aku Mah hatiku kini mulai berbicara.
"Kau marah pada Mamah?" ucap Mamah tiba-tiba menghentikan langkahku.
"Jika aku marah,apa Mamah akan tetap menghadiri panggilan dari sekolah? Tidakkan? Lalu untuk apa aku marah? Aku hanya kecewa pada Mamah kalau saja aku tak memberikannya pada Mamah mungkin surat itu tak ada di tangan Reyhan" air mataku jatuh begitu saja tanpa kusuruh. Kulihat Mamah pun begitu. Kekecewaan ku begitu besar padanya. Anggaplah aku anak durhaka jika kalian ingin.
"Ana ada apa ini, mengapa Mamah mu menangis?" Ayah. Tak tau datang darimana tiba tiba ia sudah berada menuju tempat aku berdiri.
"Tak ada" ucapku langsung pergi menuju kamarku.