Bagian 25

38 0 0
                                    

"Entahlah" kataku.

"Tidurlah. Kau membutuhkan istirahat. Aku akan berada disampingmu" lanjut ku yang dibarengi dengan anggukannya.

Aku memeluknya terus hingga terdengar suara dengkuran halus yang menandakan bahwa Ana sudah tertidur pulas.

Perlahan namun pasti aku melonggarkan pelukannya dan mulai berjalan menuruni tangga. Kulihat beberapa orang yang sedang sibuk melakukan aktivitasnya.

"Bagaimana keadaan Nona Ana Tuan" tanya Jeni yang menghampiriku.

"Lebih baik. Tak usah khawatir" ucapku.

"Aku titip Ana sebentar. Aku akan membeli sesuatu untuknya dan tolong bereskan kamarku" lanjut ku yang langsung pergi menuju garasi untuk pergi.

Kubawa mobilku membelah jalanan kota ini. Aku berhenti disalah satu toko bunga yang berada dikawasan Tangerang ini.

"Slamat datang" seorang pelayan kita mulai menyapaku.

"Berikan aku bunga mawar putih lima puluh tangkai dalam bentuk bucket" kataku.

"Tunggu lima menit yah Mas" kata sang pelayan.

Sesudah mendapatkan apa yang ku mau dan membayarnya akupun langsung menuju tempat kedua yang ingin ku beli yaitu toko Boneka. Aku membeli boneka Teddy Bear dengan ukuran yang begitu besar tak lupa kuselipkan sebuah kertas di boneka tersebut. Dan yang terakhir akan kubeli adalah coklat. Kubeli sekotak coklat.

Merasa semua yang ku butuh kan sudah kudapatkan. Akupun langsung menjalankan mobilku untuk kembali pulang.

Diperjalanan aku hanya bisa tersenyum. Menerka bagaimana ekspresi Ana ketika melihatku membawa kejutan ini.

Dddrrrtttt

Getaran ponselku menyadarkan ku dari ketersenyumanku. Kulihat nama si penelfon dan ternyata Jeni.

"Halo?" kataku.

"Tuan. Maaf saya mengganggu tapi Nona Ana Tuan" katanya sebrang sana.

"Aku mengerti" tanpa banyak bertanya akupun langsung melakukan kendaraan ku dengan kecepatan diatas rata-rata.

Aku mulai memasuki rumahku dan benar saja. Ana sedang mencoba memecahkan piring.

"Aku bukan pembunuh!" teriaknya.

"Ana?" panggilku padanya dan diapun langsung menolehkan wajahnya.

"Katakan pada mereka jika aku bukan pembunuh Han" lagi-lagi hatiku sakit.

"Kau memang bukan pembunuh. Kemari lah peluk aku" kataku dengan suara lembut. Dan mulai merentangkan tanganku.

Diapun langsung menghampiriku dan memelukku dengan tangisan yang begitu kencang. Aku hanya dapat mengelus rambut dan pinggangnya. Sebisa mungkin ku berikan rasa nyaman dan aman untuknya.

Dan untuk kesekian kalinya. Mataku mulai berkaca-kaca. Aku tak tega sungguh melihatnya seperti ini. Kuangkat dia dan mulai membawanya kekamar yang tadi kami tempati. Namun naas kejadian itu kembali dimana kamar tersebut kembali menjadi kapal pecah.

"Maaf" ucapnya.

"Tak apa. Jeni akan membereskannya." kataku dengan lembut.

"Jeni" aku meneriakinya.

"Iyah Tuan?" tanyanya ketika sudah dihadapanku.

"Kamarku sudah kau beresi?" tanyaku.

"Sudah Tuan. Hanya saja kamar Tuan kosong. Hanya ada tempat tidur, nakas dan lemari sisanya hancur Tuan" katanya.

"Terimakasih" sesudah mengatakan itu akupun langsung membawanya ke kamar ku. Kutiduri dia disana.

"Aku membawa sesuatu untukmu. Tunggu disini"

Aku langsung turun kebawah dan mengambil barang-barang yang sudah kubeli tadi. Dan seperti dugaanku. tanganku tak muat membawa segalanya, hingga akhirnya kuputuskan untuk meminta Pak Joni membantuku.

Sesampainya didepan pintu. Akupun mengambil barang yang sudah Pak Joni bawakan. Kubuka pintu perlahan. Kulihat Ana sedang menatap langit dengan berduduk di bangku luar kamar kami.

Kuhampiri dia kupeluk dan kuberikan Bucket bunga yang kubeli tadi  tak ketinggalan boneka dan juga coklat. Dia membalikan badannya, ku lihat senyuman yang merekah di bibir nya. Tak tahan melihat itu akupun langsung mengecup bibirnya.

"Kau suka?" kataku sambil memeluknya dan ku pandangi sunset dari luar rumah kami.

"Terimakasih" katanya yang masih menghirup wangi bunga yang kuberikan.

"Sama-sama sayang" ku kecup keningnya.

"Jangan seperti tadi. Percayalah aku takut kau terluka" kataku terus terang.

"Tidak" singkatnya.

Aku terus mengelus rambutnya. Ia mulai memakan coklat yang kuberikan sesekali menyuapiku.

"Aku tampan tidak?" kataku dengan lantang.

"Tidak" katanya dengan lantang pula.

"Bagaimana kau dapat mengatakan tidak jika kau sendiri tidak melihatku?"

"Aku melihatmu bahkan setiap hari"

"Katakan bahwa aku laki-laki tertampan didunia ini"

"Tidak mau. Karna kenyataannya kau memang tidak tampan lihatlah di kaca ponselmu bulu-bulu halus yang sudah tumbuh itu" memang sudah beberapa hari ini aku belum bercukur karna sibuk memikirkan Ana.

"Jadi jika aku bercukur aku akan tampan?" tanyaku.

"Tidak juga" katanya dengan senyum yang mengembang. Dengan gemas akupun langsung menggelitiknya.

Dia tertawa dengan sangat kencang. Aku tersenyum bahagia melihatnya sangat bahagia.

"Haha.. Berhenti... Haha geli Han"

"Katakan dulu bahwa aku tampan"

"Kau tidak tampan Tuan pemaksa" semakin dia menentang ku maka semakin besar juga kelitikan yang ku berikan.

"Hahah... Baiklah.. Baiklah... Kau tampan suamiku sayang" hingga akhirnya dia mengatakan bahwa aku memang tampan. Bukankah itu dari lahir.

"Aku mencintaimu" kataku yang langsung mencium kening nya.

"Akupun" katanya yang langsung mencium bibirku singkat.

Aku memeluknya dengan erat bahkan sangat erat. Setelah puas akupun menuntunnya keluar kamar menuju meja makan.

Saat melihat orang banyak seketika ia mencengkram tanganku dengan kencang seolah-olah ia ya ku dikatakan sebagai seorang pembunuh.

Ku elus punggungnya dengan pelan. Seolah mengatakan bahwa kau aman disampingku. Dan benar saja dia langsung tenang dalam hitungan detik.

Aku menyiapkan makanan untuknya dan mulai menyuapinya dengan sabar. setelah selesai akupun kembali menuntunnya ke ruang TV. Aku tau dia bosan sejak tadi namun sejak pertemuannya dengan Monic dia tidak berani keluar.

Tak lupa juga kusediakan makanan untuk menemaninya menonton. Kami menonton dalam dia. Oh ralat bukan kami hanya Ana. karna sedaritadi aku tak menonton. Aku hanya melihati Ana menonton.

Apakah sudah bilang kepada kalian jika bunga dan yang ku berikan tadi tak lepas darinya. Bahkan saat kami makan dan menonton tadi dia tak menaruhnya.

"Kau tak ingin menaruh bunganya itu sangat berat?" tanyaku.

"Tidak. Aku suka boneka dan bunganya. Hidup yang kupikulpun sudah begitu berat jadi tak ada kata protes untuk membawa bunga yang berat ini" aku hanya dapat diam saat dia mengatakannya.

"Iya u sudah" kataku pasrah


💦💦💦💦

Don't forget vote+comment
Thanks for reading
Follow my account wattpad and follow my account instagram

Ig;@eebbiii0101_

ARIANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang