Setelah selesai menidurkan Reyhan dirumahnya. Aku memutuskan untuk tak langsung pulang, tetapi bertahan disalah satu danau yang dulu pernah ku kunjungi bersama Reyhan.
Aku tak mengerti perasaanku saat ini. Semua bercampur aduk. Sedih, karna aku tak dapat melihatnya setiap pagi lagi. Senang karna aku tak perlu bersusah payah menjahit luka yang dia buat. Dan kecewa pada diriku sendiri karna tak bisa menjaga keutuhan rumah tanggaku.
Namun inilah yang dimaksud dengan hidup. Ada masa dimana aku harus berthan dengan cobaan hidup yang Tuhan berikan dan meyakinkan pada-Nya, bahwa akan ada masa dimana ia akan mengganti masa itu dengan kebahagiaan.
Katakanlah jika aku seorang wanita jahat. Karna seharusnya ketika aku baru saja keguguran aku bersama suamiku bukan malah menceraikannya. Tapi jika kalian berada di posisi ku apa kalian bertahan?
Kalian di dua kan dengan cara yang terang-terangan. Berpura-pura dicintai tapi nyatanya tidak dicintai. Dan mengaku mencintai setelah kalian ingin pergi. Memberikan kesempatan namun nyatanya disia-siakan. Dan yang membuatku marah pada Reyhan adalah ketika aku mengetahui kebenarannya bahwa aku adalah salah satu wanita yang berperan penting dalam urusan harta.
Air mataku mengalir setiap mengingat kilasan masa laluku dengan Reyhan. Aku mencintainya sangat. Jika semuanya dapat diubah aku lebih memilih tak mengenalnya dibandingkan harus seperti ini.
Namun lagi-lagi yang terjadi tidak akan pernah bisa dikembalikan. Tuhan mempunyai rencana yang lebih indah setelah ini.
Kulihat jam ditanganku. Pukul 23.00 sudah cukup larut untukku. Hingga akhirnya aku memutuskan pulang kerumah orang tuaku dan mengusahakan hidupku tanpa adanya bayangan Reyhan.
*********
aku sudah duduk di meja makan bersama kedua orang tuaku. Menyantap makanan dalam diam walau pikiranku sedang dimana-mana.
"Pulang jam berapa semalam?" kata Ayahku.
"Set12 maaf membuat kalian khawatir aku tak bermaksud" kataku pelan.
"Kami mengerti sayang" Mamah kini mulai menggenggam tanganku dan mulai tersenyum dan aku hanya membalasnya dengan senyuman.
"Aku harus pergi" kataku yang langsung bangkit dari kursiku, meninggalkan Ayah dan Ibuku.
"Kau tak ingin berangkat bersama Ayahmu?" ujar Mamah.
"Tidak Mah. Aku membawa mobil"
"Tapi kau kan-"
"Mah please, not for now"
"Baiklah, hati-hati yah"
Setelah mengatakan tersebut akupun langsung melangkah menuju mobil yang sudah ku parkir kan lumayan jauh dari rumahku.
Kukendarai mobilku dengan kecepatan sedang. Sedikit tak fokus karna pikiranku yang ntah kemana. Hingga akhirnya.
Tinn......
Kubunyikan klackson ku saat melihat seseorang yang menyebrang. Salahku memang karna tak terlalu fokus melihat jalan.
Aku keluar mobil dengan terburu-buru takut-taku kalau yang kutabrak mengalami luka serius.
"Lain kali berhati-hatilah dalam menyebrang" kataku dengan sedikit sinis.
"Lo yang seharusnya----. Ana?" kini dia mulai bangkit dan kulihat wajahnya ternyata Dico.