halaman 3

59 3 0
                                    

**
.Zahra POV.

"Bibi mau aku bantuin?" Tanyaku padanya yang sedang sibuk menumis sayur kesukaanku.

"Tidak perlu nona. Oh iya,tadi nyonya ana telepon,Katanya nona harus ke butik sekarang." Ucapnya padaku.

"Astahfirullah... iya,ponselku tadi lagi lobet. Apa tante ana hanya bilang seperti itu?" Tanyaku. Sarti hanya mengangguk.

Aku mengambil ponselku dalam tas.

"Assalamu'alaikum. Ra kemana saja sih kamu sayang, tante hubungi tapi nomor kamu tidak aktif." Tanya orang diseberang sanah.

"Wa'alaikumSalam tant. Maaf tadi zahra lagi ada keperluan sebentar. Memangnya ada apa sih tant? Tumben nelpon."

"Emang tidak boleh tante nelpon?"

"Boleh sih..."

"Sudah,pokoknya zahra ke butik sekarang. Oky,tante tunggu. Sudah dulu yah..."

"Tapi tant..."

"Assalamualaikum." Aku menarik napas sejenak.
"Wa'alaikumSalam tant."

*
"Bi,aku mau ke butik dulu yah...?"

"Nona tidak mau makan dulu?"

"Tidak bi. Nanti makannya dibutik saja. Aku pergi dulu yah bi. Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumSalam."

**
.Author POV.

"Assalamu'alaikum tant." Ucap zahra memberi salam pada ana.

"Wa'alaikumSalam sayang." Zahra kemudian duduk. Dia mengambil majalah diatas meja dan membacanya.

"Tadi tante nelpon zahra untuk datang kesinih buat apa sih...?" Meletakan kembali majalah yang dipegangnya dan menatap ana.

"Tidak ada apa-apa kok. Tante pengen aja zahra nemenin tante dibutik."

"Ahg,tante alasan deh... pasti ada sesuatu yang disembunyiyin dari Zahra. Iyakan?"

"Hehe... kamu bisa saja sayang. ayuk coba tebak,kira-kira apa?"

"Ummm... apa tante diundang lagi ke acara fashion?"

"Ummm salah. Tebak lagi?"

"Apa ada yang menanamkam saham pada butik ini?"

"Salah..."

"Apa om indra punya tawaran bekerja sama dengan restaurant terkenal?"

"Salah..." Zahra menarik napasnya. Seperti main teka teki yang mengasah otaknya. Dia masih berpikir.,

"Zahra nyerah deh tant.." ana tersenyum.

"Tumben nyerah,biasanya juga kamu orangnya tidak gampang menyerah." Ucap seorang laki-laki yang sekarang sudah berdiri diambang pintu. Zahra menatapnya heran. seorang laki-laki dengan pakaian rapi dan berpostur tinggi semampai. Kulitnya yang putih dan kacamata minusnya yang menghiasi wajahnya. Bibirnya tersenyum nampak lesung pipit di kedua pipinya.

"Kak fariq." Zahra menatap laki-laki yang bernama fariq tidak percaya. Fariq hanya tersenyum pada gadis itu.

.Fariq POV

Pulang dari malaysia dengan lelah yang masih menghujam tubuhku yang hampir ingin tumbang,mama sudah menyuruhku untuk menemaninya ke butik. Padahal saat di pesawat,aku sudah membayangkan akan tidur dikasur empukku yang sudah lama aku tinggalkan. Bahkan aku sangat rindu dengan kasur itu. Memeluk bantal guling kesayanganku. Itu sangat menyenangkan.

Aku memalas saat mama membangunkan aku untuk menemaninya pagi ini ke butik. Katanya ada yang ingin dia tunjukan kepadaku. Sebenarnya aku masih sangat lelah namun ucapan mama yang memohon membuatku luluh. "Baiklah." Hanya jawaban itu yang aku ucapkan namun membuat mama sangat kegirangan dengan melempar senyum termanisnya. Senyum yang aku rindukan.

Selepas mandi dan memakai pakaian rapi,aku menemui papa dan mama yang telah menungguku di meja makan.

"Aden sudah bangun. Tadi bibi mau manggil lagi." Aku hanya tersenyum menatap bibi ija. Yah,bibi ija yang tidak asing lagi dipandanganku. Wajahnya yang telah sedikit keriput namun masih kuat bekerja.

Aku melangkah ke arah meja makan. papa dan mama telah duduk di meja makan menungguku dan tersenyum menyambutku.

"Fariq." Panggil papa kepadaku yang menghentikan sebentar kegiatan makanku.

"Iya pa" jawabku singkat.

"Kamu tahu dan kenalkan anak kerabat dari mama kamu?" Tanya papa kepadaku yang membuatku bingun.

"Iya aku tahu pa. Om yusufkan?"

"Iya. Papa kira kamu telah melupakan keluarga mereka."

Mana mungkin aku melupakan mereka. Secara mama selalu menghubungi aku dan menceritakan tentang keluarga mereka serta zahra. Bahkan menceritakan kepadaku tentang om yusuf dan tante fatma yang kecelakaan. Dan gadis itu harus menanggung beban hidupnya sendiri. Batinku.

Aku hanya tersenyum menatap papa. Papa melanjutkan lagi ucapannya.

"Kamu tahukan zahra tidak punya keluarga lagi selain kita. Kamu juga pasti tahu kalau dia telah kehilangan kedua orangtuanya?" Aku hanya mengangguk.

"Papa memintamu untuk menjaganya."

Apa,menjaganya? Aku diam.

"Fariq,kamu dengar papa ngomong tidak?"

"Iya pa,fariq dengar." Ucapku tertunduk. Papa menyelesaikan sarapan paginya. Dia tidak melanjutkan lagi ucapannya. Setelah selesai,papa kemudian berangkat ke rumah makan. aku dan mama juga berangkat menuju butik.

**
Dibutik azafar,telah ada karyawan yang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Aku mengikuti mama masuk kedalam ruang kerjanya. Mama menceritakan banyak hal tentang butik ini. Tentang zahra yang meresmikan butik ini. Semenjak aku meninggalkan indonesia empat tahun silam,jujur aku tidak mengingat wajah zahra lagi. Hanya segelintir ingatan kecil tentangnya. Tentang senyumnya yang masih imut dikala itu. Seperti apa dia sekarang,aku tidak tahu.
Aku duduk santai di kursih yang telah ada dalam ruang kerja mama.

"Ma,fariq mau keluar dulu sebentar yah..."

"Tapi jangan lama yah nak."

"Iya." Ucapku seraya keluar ruangan. Hanya ingin mencari angin segar saja,aku berjalan-jalan disekitar butik. Karena sudah merasa cukup,aku kembali masuk kedalam butik. Dari balik pintu,aku mendengar mama sedang bercakap-cakap atau lebih tepatnya sedang bermain tebak-tebakan. Aku tidak langsung masuk. Aku masih mendengarkan hingga seorang gadis mengatakan menyerah. Aku membuka pintu dan berdiri diambang pintu. Menatapnya dengan tersenyum. Apa dia zahra?

"Tumben nyerah,biasanya juga kamu orangnya tidak gampang menyerah." Gadis itu menatapku heran. Aku hanya tersenyum mendapatkan tatapan itu.

harapan dalam do'a.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang