halaman 18

37 1 0
                                    

Diam tidak selamanya menjadi cara ampuh untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Karena apa bila ada satu orang diantara kita hanya diam tanpa menjelaskan,maka itu akan menjadi beban pikiran bagi kita sendiri.

~

Zahra memandang jam di kamarnya.
"Kemana dia kenapa belum kasih kabar juga?" Lirihnya. Ada kekhawatiran yang merambat masuk ke pikirannya.

Suara klakson mobil menyadarkan zahra. Segera dia berlari ke luar kamar.
Sarti telah membukakan pintu dan zahra telah mendapati fariq telah berdiri diambang pintu.

Zahra mencoba tersenyum kepadanya meski banyak pertanyaan dalam kepalanya.

Fariq segera masuk. Tatapannya bagi zahra seperti menyembunyikan sesuatu darinya.

"Kak.." panggilnya setelah fariq sudah selesai membersihkan tubuhnya.

"Iya.." membuka lemari dan mengambil baju kaos. Suaranya bergetar seakan menambah rasa penasaran zahra.

"Kakak semalam kemana,kenapa aku hubungi tapi kakak tidak menjawab panggilan dari aku?"

"Maafkan aku dek. Aku sibuk semalam dan tidak sempat untuk menghubungi balik." Zahra diam mendengarnya. prasangka buruk pada suaminya mulai merambat mencuci otaknya. Dia mencoba menepisnya jauh-jauh.

"Baiklah,aku akan menyiapkan sarapan pagi dulu untuk kakak." Melangkah keluar kamar.

Fariq menarik napas lega. Pikirnya zahra tidak akan mungkin berpikir yang tidak-tidak akan tentangnya.

Sarapan pagi kali ini terasa berbeda. Rasa canggung untuk memulai topik pembicaraan seperti biasanya melampaui batas. Keduanya sama-sama terdiam dalam pikiran mereka masing-masing.

"Em..." Fariq menatap zahra canggung. "Apa yang ada kakak ingin katakan kepadaku sebelum kakak berangkat kerja?" Segera dia tundukan pandangannya setelah dia berhasil mengucapkan kalimat itu.
Fariq belum menjawab. Dia masih berpikir sejenak.

"Sepertinya sebentar malam aku tidak bisa pulang lagi. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku supaya cepat tuntas." Dengan sedikit gugup mengatakannya. Maafkan aku istriku. aku tidak jujur kepadamu dan aku tidak tahu sudah berapa kali aku tidak berkata jujur kepadamu.

Zahra menarik napasnya sejenak. Dia tampak berpikir.
"Baiklah.." hanya itu kalimat yang dia katakan.

Sarapan pagi ini dirasa tidak nikmat namun zahra mencoba untuk tersenyum dan menghilangkan pikiran buruknya pada Fariq.

Fariq telah berangkat dan tinggal zahra yang ditemani sarti dan udin di rumah.

"Bi,aku ingin bertanya?" Mereka sekarang telah duduk dikursih panjang yang ada di taman belakang rumah.

"Tanya apa nona?"

"Menurut bibi,apa bila kita berpikir yang tidak-tidak pada orang lain tanpa mengetahui kebenarannya,apa kita telah berdosa?"

"Nona,apa ada yang nona sembunyikan?"

"Tidak bi. Aku hanya ingin tahu saja jawaban bibi tentang hal ini."

"Bibi juga tidak tahu nona." Zahra mendesah pelan.

Ya Allah,aku memohon pentunjuk dari-Mu. Tolong jawablah pertanyaan dalam hati dan pikiranku. Aku tidak ingin zoudzhon pada suamiku sebelum aku tahu kebenarannya. Aamiin...

**
Fariq memasuki ruang inap. Tatapannya tertuju pada wanita yang masih berbaring tidak sadarkan diri. Selang Infus masih setia berada pada tubuhnya.

Setelah pulang dari kantor,dia menyempatkan dirinya menemui wanita itu. Wanita yang ada dimasa lalunya.

Dia memilih berbohong dari istrinya demi wanita itu. Dan dia menyadari kesalahan dan dosanya untuk yang kesekian kalinya.

Dihatinya paling dalam,ada penyesalan yang dia rasakan. Dia menyalahkan dirinya.
"Kenapa jadi seperti ini?" Lirihnya pelan.

Dia duduk disamping wanita itu. Mata wanita itu masih setia terpejam. Fariq menatap wajahnya penuh harap. Berharap akan dirinya segera sadar dan fariq bisa merasa legah.

Satu minggu berlalu namun wanita itu belum juga sadarkan diri dan selama itu juga dia harus terus berbohong kepada istrinya. Istrinya yang dirasa mulai curiga terhadapnya.

Maafkan aku istriku.

~☆

Zahra duduk termenung menatap langit malam. Pikirannya mulai buruk akan tingkahlaku suaminya.
Selama satu minggu sibuk dengan pekerjaannya di kantor,selama itu juga dia jarang memberi kabar kepadanya.
Dia sadar,bahwa pernikahannya bukan atas dasar cinta. Namun sebelum itu,zahra telah mengagumi sosok suaminya. Dan entah sejak kapan,rasa kagum itu telah berubah menjadi cinta seiring berjalannya waktu.
Cinta yang halal menurutnya dan bukan cinta yang salah.

"Inilah takdir dari Allah dan aku akan menjalani takdir yang telah tertulis ini untukku. Dengan harapan dalam do'aku,yang tidak akan pernah berhenti untuk mengadu kepada-Nya." Lirihnya.

harapan dalam do'a.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang