Melati. Dia menepi ketika seluruh dunia sepertinya hancur di depannya. Kematian kakak kandungnya yang sangat di sayanginya sangat memukulnya.
karena semua itu terjadi karena dirinya. Mengasingkan diri dari keluarganya adalah satu-satunya jalan yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara tawa Kania membuat Melati menberengut. Pagi ini, kepalanya berdenyut karena semalam tidak tidur sama sekali. Ditambah dengan pernyataan tak terduga dari Igo. Pria itu sudah menyatakan perasaanya secara gamblang. Dan di sini Melati sekarang tampak begitu resah.
"Jangan menertawaiku Nia."
Melati kembali menyesap susu hangatnya. Pagi ini mereka berada di teras depan rumah. Dimana Kania langsung menemuinya saat dia baru saja keluar dari dalam mobil Igo. Pria itu tetap seperti biasa. Slengean dan tidak merasa bersalah telah mengatakan kalau dia mencintainya. Bahkan tadi sempat membawanya untuk beli gudeg di wijilan untuk sarapan.
Dan kali ini Kania malah tertawa senang saat mendengar Melati mengatakan kalau adiknya itu sudah gila dengan menyukainya. Igo sendiri setelah sampai di rumah langsung berpamitan. Katanya ingin tidur pagi ini.
"Kamu itu yang gak peka Mel. Igo itu suka sama kamu sejak lama. Kamunya aja yang tidak melihat sinyalnya."
Tentu saja Melati kini malas meminum susu hangatnya. Dia meletakkan cangkir itu di atas meja yang ada di depannya. Mereka tengah duduk di kursi kayu yang ada di teras.
"Nia aku tidak bercanda. Igo kan udah aku anggap adik sendiri. Lagipula dia pacaran sama Neni."
Kali ini Kania menggelengkan kepalanya. "Dia sama Neni udah lama putus Mel. Igo serius sama kamu. Terima aja, adikku itu kan cuma beda dua tahun sama kamu "
Melati memijat pelipisnya saat mendengar ucapan Kania. Kepalanya kembali berdenyut kencang.
"Tapi aku tidak pantas sama Igo. Masa depannya cerah. Daripada aku yang...."
Kania langsung menggelengkan kepalanya. "Kamu itu suci. Kamu itu putih Mel. Jangan pernah menganggap kematian kakakmu adalah salahmu. Itu sudah takdirnya. Dan kamu perlu bahagia. Bergeraklah. Majulah Mel. Aku yakin kamu bisa."
*****
Melati menghela nafasnya lagi. Masih terngiang dengan jelas ucapan Kania. Dia memang harus maju. Tapi selama ini dia memang sudah maju. Dan hampir melupakan semua kejadian di masa lalu. Sampai Vino datang. Dan mengusik hati nuraninya kembali.
Melati melangkah keluar dari gerbang sekolah. Siang ini dia pulang awal, karena sepertinya dia tidak enak badan. Tadi saat mengajar dia sempat ke toilet beberapa kali untuk muntah. Tubuhnya terasa lemas dan mual terus menderanya. Untuk itu dia meminta ijin kepada Bu Dibyo selaku kepala sekolah untuk mengijinkannya pulang.
Melati menstarter motor maticnya. Lalu melajukan motor itu dengan perlahan. Untung dia masih kuat untuk...
Suara klakson yang begitu nyaring membuat Melati terkejut. Motornya tiba-tiba oleng dan dia sudah mendapati tubuhnya terjatuh dan terhimpit motor. Kepalanya terantuk tepi trotoar dan untung saja dia memakai helm. Hanya saja kepalanya makin terasa berdenyut. Dan saat dia mengerjapkan matanya langit yang berwarna biru itu berubah menjadi gelap.