Bab 13 Bimbang.

17.6K 2.1K 35
                                        

Melati memejamkan matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melati memejamkan matanya. Tubuhnya masih menggelenyar karena sentuhan Vino. Sudah sekian lama, rasa itu mengendap di lubuk hatinya. Dan hari ini seperti dibangkitkan dari kuburnya. Perasaan itu seketika menyeruak begitu keras. Hingga membuat jantung Melati berdegup lebih kencang untuk saat ini.

Melati menatap rintik hujan yang terlihat dari kaca jendela kamar yang di tempatinya ini. Sore sudah menjelang. Dia tidak berani pulang, dan terperangkap di sini. Di rumah Vino untuk kesekian kali. Tapi kali ini dia memang tidak ingin pulang ke rumah kontrakannya. Ada Igo di sana pasti. Dan dia masih belum bisa bertemu dengan pria itu.

Maka dia menerima tawaran Vino untuk menginap di sini.

"Mel."

Suara itu membuat Melati membalikkan tubuhnya. Dia melihat sosok Vino sudah ada di ambang pintu. Tampak tegap dengan balutan kaos polo warna hitam dan celana santai selutut.

Pria itu sudah tampak segar. Rupanya setelah dia masuk ke dalam kamar ini, Vino pergi untuk mandi.

Melati masih canggung, sesungguhnya malu. Karena ciuman dan lamaran Vino yang tiba-tiba. Setelah mengucapkan itu, Vino seperti tidak terjadi apa-apa. Menawarkan Melati untuk menginap di rumah ini.

"Angga?"

Vino melangkah masuk ke dalam kamar, sedangkan Melati tidak bisa berkutik. Terdiam di tempatnya.

"Dia kalau sudah tidur pasti sampai pagi."

Melati menelan ludahnya saat Vino sampai di depannya. Pria itu masih menatapnya dengan intens.

"Kenapa selalu takut denganku?"

Pertanyaan itu tentu saja membuat Melati gelisah. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar. Tapi tidak mau menatap Vino.

"Mel."

Melati akhirnya kembali menatap Vino. Pertahanannya selama 5 tahun ini untuk tidak lagi mengenang masa itu luruh sudah. Vino makin dewasa, tapi makin terlihat tampan. Pria itu sejak dulu memang bisa membuat hatinya rapuh.

"Vin..ini salah."

Melati mengusap tengkuknya. Menatap Vino dengan canggung.

"Aku yang salah. Selama ini aku pikir menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Tapi ternyata menghancurkan hidupku"

Vino melangkah melewatinya. Tatapannya tertuju pada tetes air hujan yang ada di jendela. Sore ini begitu syahdu. Tangan pria itu di sandarkan di telah jendela. Tatapannya menerawang.

"Aku menerima perjodohan dengan Mawar, karena papa mengatakan kalau beliau berhutang Budi dengan papamu Mel. Beliau pernah di selamatkan nyawanya oleh papamu."

Melati terhenyak mendengar ucapan Vino.
"Sebagai anak tunggal aku tentu saja tidak bisa membuat papa kecewa. Padahal saat itu aku sudah mengutarakan kepada papa kalau aku mencintaimu."

seputih MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang