Bab 2 Tertarik!

26.1K 2.8K 87
                                    

"Mel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mel. Kamu kenapa kok buru-buru mau pergi?"

Suara Kania, sekaligus sahabatnya selama 5 tahun ini mengagetkannya. Dia baru saja memasukkan baju terakhirnya ke dalam tas ransel. Sore ini, dia sudah memutuskan akan pergi dari rumah kontrakannya.

Tadi Marvino mengantarkannya pulang dalam diam. Pria itu tampak akan mengucapkan sesuatu tapi Melati tidak menoleh ke belakang lagi saat dia turun dari mobil. Berdoa agar Marvino tidak mengikutinya masuk ke dalam rumah.

Dan benar saja, pria itu tidak turun dari mobil seperti kemarin. Melati bisa mendengar decit mobil yang meninggalkan halaman rumahnya.

Di kota Yogya ini, Melati memang sudah 5 tahun tinggal. Dulu saat pergi dari rumah dia baru berusia 20 tahun. Dan masih duduk di bangku kuliah.

Akhirnya dia harus mengorbankan semuanya. Putus kuliah, dan juga putus hubungan dengan keluarganya. Semuanya di tinggalkan nya. Untung saja dia mempunyai Kania. Sahabatnya yang menawarkan rumah dan pekerjaan untuknya. Ada tawaran menjadi guru TK di kota pelajar ini. Kebetulan keluarga Kania yang mempunyai yayasan itu. Dan di sinilah dia berada sampai saat ini.

"Ehm aku ingin liburan. Udah lama kan aku bilang aku mau ke Bogor. Atau ke Lembang gitu."

Kania menatapnya dengan tidak percaya. Alisnya bertaut dan kini bersedekap berdiri di depannya. Sahabatnya itu menghadangnya di ambang pintu kamar.

"Bukan karena kamu bertemu lagi dengan Kumbang kan?"

Pertanyaan Kania membuat Melati kini menghela nafasnya. Dia sudah selesai memasukkan bajunya dan kini mulai memakai tas ransel itu.

"Aku tidak akan terpengaruh dengan kehadiran Kumbang. Dia sudah masa lalu ku. Dan kamu tahu sendiri aku bukan Melati yang dulu."

Kania kini melangkah mendekatinya. Dan menyentuh lengannya.

"Mel. Berdamialah dengan masa lalu. Pulang ke Jakarta. Temuin Ayah dan ibu. Aku yakin.."

Melati langsung menggelengkan kepalanya.

"Mereka sudah menganggap aku mati. Saat Ayah mengusirku dulu. Beliau bilang lebih baik yang mati aku bukan Kak Mawar."

Nada getir itu kembali terlontar dari mulutnya. Dia sungguh belum bisa melupakan rasa sakit dari masa lalunya.

"Mel. Itu kan karena ayahmu emosi. Aku yakin ayahmu...,"

Melati langsung menggelengkan kepalanya lagi. Dan kini melangkah menjauh dari Kania.

"Aku sudah ijin sama Bu Dibyo. Kunci rumah juga sudah aku serahkan ke mama kamu. Aku sedang butuh refresing Kania. Aku mohon."

Melati akhirnya bisa melihat Kania mengangguk.

"Aku perbolehkan kamu pergi. Tapi kamu harus di temani Igo."

Mata Melati membelalak mendengar ucapan Kania.

seputih MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang