Bab 12 Memilih!

17.8K 2.2K 34
                                    

"Maafin aku mbak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maafin aku mbak."

Sudah berapa kali Melati mendengar Igo mengatakan ini. Di teleponnya. Setelah dari restoran itu Melati memang meninggalkan Igo begitu saja. Tapi setelah di pikir-pikir, dia tidak mau seperti ini terus. Lari dari suatu masalah. Seperti dulu.

Maka dia menerima telepon Igo. Saat ini dia memang sedang berada di teras depan rumahnya Vino. Entahlah. Dia juga tidak mengerti kenapa dia ada di sini. Yang pasti dia ingin menenangkan pikirannya terlebih dahulu. Pintu depan masih terkunci. Dia kini berselonjor di teras depan.

"Aku sudah maafin kamu Go."

"Aku yang salah mbak. Aku terlalu terburu-buru menyatakan cinta di saat hubunganku dengan..."

Ada keheningan setelah itu. Melati memejamkan matanya. Memijat pelipisnya. Dia tahu, Igo masih terikat dengan kekasihnya. Bodohnya dia terlalu mempercayai Igo begitu saja. Dia tidak mau tersakiti lagi.

"Lebih baik kamu selesaikan urusanmu dengan kekasihmu Go. Tidak udah memikirkan aku. Hubungan kita salah,  dan aku tidak ingin menjadi perusak di dalam hubungan kalian. Jadi kita putus. Ok."
Melati menunggu jawaban Igo. Ada helaan resah di ujung sana tapi Melati mengabaikan itu.

"Baik mbak. Aku memang salah. Tapi Mbak Mel gak akan berubah denganku kan? Aku tetap sahabat Mbak Mel kan?"

Ada sedikit sakit hati. Pria ini telah mempermainkannya. Tapi toh dia juga tidak serius dengan Igo.

"Aku tetap sahabat kakakmu Go. Kalau kamu ingin hubungan kita membaik. Lupakan semuanya tentang romansa kita beberapa hari ini. Meski ini berat. Aku tidak ingin menjadi canggung lagi.

Ada jeda lama lagi di ujung saja. Melati kini mengamati jalanan yang padat di depan rumah Vino. Pedagang angkringan yang mangkal di depan rumah Vino mulai memasang tenda dan menempatkan gerobaknya.

Sedangkan Melati sendiri kini menatap jam yang melingkar di tangannya. Sudah hampir maghrib. Vino belum juga pulang.

Dia beranjak berdiri, lalu melangkah menaiki undakan yang menghubungkan teras dengan pintu depan.

"Aku akan berusaha mbak. Maafin aku ya."

Klik

Melati menghela nafasnya lagi. Kenapa dia begitu lemah? Sejak dulu dia selalu mengalah.

Suara pintu pagar terbuka membuat Melani menegakkan tubuhnya lagi dan berbalik. Saat itulah dia melihat Vino masuk ke halaman rumah dengan menggendong Angga yang tertidur.

"Mel."

"Vin."

Melati sudah akan melangkah maju tapi Vino menggeleng. Dengan cepat pria itu sudah melangkah menuju tempatnya berdiri.

"Angga tidur ya?"

Melati mengamati Angga yang masih memakai seragam sekolahnya dan terkulai lemas di gendongan Vino.

"Dia kecapekan. Tolong."

Melati menerima kunci pintu yang di ulurkan Vino. Menerimanya dan langsung membuka pintu itu.

"Kemana pembantu dan baby sitter untuk Angga?"

Setelah pintu terbuka Melati melangkah terlebih dahulu di susul oleh Vino. Pria itu langsung membawa Vino ke dalam kamar. Sementara Melati mengikutinya dan membantu melepaskan sepatu Angga segera setelah Angga di baringkan di atas kasur.

"Aku memecat mereka."

Tentu saja Melati terkejut mendengar jawaban Vino. Pria itu kini menegakkan tubuhnya. Melepaskan sepatu yang masih di pakainya.

Melati sendiri masih duduk di tepi kasur di dalam kamar Angga.

"Kenapa?"

Vino menyimpan sepatunya di rak sepatu bersama dengan sepatu Angga lalu kini menarik kursi yang ada di depan meja belajar bergambar Transformer itu.  Lalu menjatuhkan tubuh tegapnya di atas kursi.

"Mel. Kenapa kamu ke sini?"

Suara berat itu membuat Melati gelagapan. Vino menatapnya lekat.

"Owh aku hanya khawatir dengan Angga. Tadi kamu membuatnya menangis dan aku pikir.."

Melati mengusap tengkuknya. Terlalu bingung untuk menjawab apapun itu.

"Bohong. Kamu tidak bisa berbohong kepada Mel. Termasuk hubunganmu dengan Igo. Dia awalnya bukan kekasihmu kan? Dan saat kamu menerimanya untuk di jadikan kekasih karena kamu ketakutan denganku."

Tentu saja Melati langsung menggelengkan kepalanya.

"Itu tidak benar. Aku memang bukan kekasih Igo sejak awal. Tapi kemarin aku menerimanya karena aku mencintainya.."

Sedikit ragu dan lirih Melati mengucapkan itu. Membuat Vino beranjak dari duduknya. Pria itu tidak mengatakan apapun saat melangkah keluar dari kamar Angga. Membuat Melati bingung.

Menarik selimut yang ada di bawah kaki Angga dan mulai menyelimuti bocah itu. Melati juga bergegas keluar.

"Aku tidak mau mendengar kebohongan kamu lagi Mel."

Melati berjenggit karena mendengar suara Vino lagi. Dia langsung menoleh ke arah meja makan yang ada di depan kamar Angga. Vino sedang duduk di sana. Sudah melepas seragamnya dan kini hanya mengenakan kaos putih yang melekat di tubuhnya yang tegap itu.

"Sudah 5 tahun berlalu Mel
Kalau kamu tidak mau pulang. Sudahilah masa berkabung kamu. Teruslah melangkah Mel. Jangan seperti ini. Aku sakit melihatmu begini."

Tubuh Melati terlalu lemas. Lututnya tidak bisa di gunakan untuk melangkah. Dia hanya bersandar di depan pintu kamar Angga. Sedangkan Vino duduk di sana dengan mengancam.

"Aku tidak berkabung. Aku tidak menghukum diriku sendiri. Aku.."

Tenggorokannya tiba-tiba tercekat. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Sengatan rasa itu mulai menghantuinya lagi. Dia benci perasaan ini. Benci dengan semua kesedihan dan juga rasa bersalah ini.

"Aku hanya tidak ingin kembali ke masa lalu. Terlalu menyakitkan untukku Vin. Please kamu mengerti."

Tetes air mata langsung membasahi wajahnya. Melati sudah tidak bisa membendungnya lagi. Pandangannya kabur. Dan dia terisak.

Tiba-tiba saja tubuhnya sudah di tarik dan di dekap erat. Aroma tubuh Vino menguasainya. Melati tidak bisa berkutik.

Saat itulah, wajahnya di tangkap oleh kedua tangan kuat milik Vino. Membuatnya akhirnya bisa di lihat oleh Vino. Pria itu mengusap butiran air mata.

"Maka menikahlah denganku Mel. Aku janji kamu akan melupakan semua masa lalu kita."

Sebelum Melati bisa menjawab, ciuman itu tiba-tiba membuat Melati terkejut. Dia mengerjapkan matanya lagi. Tidak bisa bergerak karena badan Melati di himpit oleh Vino. Bibir Vino bergerak posesif di bibirnya. Mengklaim kalau dia hanyalah milik Vino.

Bersambung

Ini tuh proyek author yang harus selesai dalam waktu dekat dan gak di buat panjang kali lebar. Pengen buat yang ringkas padat dan jelas hehhhee..yuk ah votment biar bisa up tiap hari.

seputih MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang